Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/64281
Title: Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Konsumsi Tempe Di Kota Bogor.
Authors: Tinaprilla, Netti
Setiawan, Indra
Keywords: Bogor Agricultural University (IPB)
Issue Date: 2011
Abstract: Sumber pangan yang diharapkan oleh masyarakat adalah pangan yang memiliki nilai gizi tinggi. Salah satu sumber gizi yang tinggi terdapat pada kedelai yang mempunyai potensi sebagai sumber utama protein nabati dan merupakan pengganti sumber protein hewani yang harganya cukup mahal serta bahan pangan hewani umumnya banyak mengandung lemak dan zat-zat lain seperti kolesterol yang tinggi sehingga dapat menyebabkan timbulnya penyakit seperti jantung koroner, diabetes, dan lain sebagainya. Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang penting setelah padi, karena selain mempunyai potensi yang besar sebagai sumber utama protein bagi masyarakat, kedelai juga telah lama dikenal dan dipakai sebagai bahan produksi tempe, tahu, kecap, tauco, dan susu. Selain itu kedelai juga memiliki ragam kegunaan yang cukup luas untuk dikonsumsi langsung maupun sebagai bahan pakan ternak (unggas dan ikan). Kebutuhan akan kedelai meningkat setiap tahunnya sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, meningkatnya pendapatan per kapita, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi dan berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku kedelai. Produksi dan produktivitas kedelai di Indonesia. produksi kedelai pada tahun sangat tinggi yaitu 1.017.634 ton. Hal ini mengindikasikan bahwa pada saat itu, para petani kedelai dalam negeri melakukan panen dengan maksimal dengan lahan yang masih luas. Pada tahun 2001 produksi kedelai dalam negeri mengalami penurunan produksi sebesar 44.83 persen dari tahun 2000, hal ini dikarenakan dengan semakin sempitnya luas lahan untuk menanam kedelai selain iut hal ini dikarenakan oleh adanya persaingan penggunaan lahan dengan tanaman palawija lainnya. Pada tahun 2005 produksi kedelai dalam negeri kembali meningkat sebesar 28.1 persen dari tahun 2002, akan tetapi pada tahun 2006 sampai 2007 produksi kedelai dalam negeri kembali mengalami penurunan sebesar 27.58 persen, penurunan ini seiring dengan semakin sempitnya luas panen. Meningkatnya kebutuhan akan kedelai dikarenakan oleh konsumsi yang terus meningkat mengikuti pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi, dan berkembangnya berbagai industri yang menggunakan bahan baku dari kedelai. Dengan meningkatnya kebutuhan kedelai dan tidak terpenuhinya kedelai dalam negeri untuk memasoknya, maka pemerintah melakukan impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Impor ini merupakan jalan keluar untuk memasok kekurangan kedelai dalam negeri, karena harganya murah dan kualitasnya lebih baik. Tempe merupakan makanan yang bahan dasarnya dari kedelai banyak dikonsumsi oleh masyarakat di berbagai kalangan, baik itu kalangan dari golongan ekonomi kelas atas, menengah, dan bawah. Tempe banyak dikonsumsi masyarakat luas karena banyak mengandung protein nabati yang memiliki kandungan zat antioksidan yang bermanfaat untuk pencegah penyakit degeneratif, mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain. Selain banyak mengandung gizi, masyarakat mengkonsumsi tempe karena harganya yang relatif murah dan terjangkau untuk semua kalangan. Sehubungan dengan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik konsumen tempe di kota Bogor dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumsi tempe di kota Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode Pengolahan dan analisis dilakukan secara deskriptif dan dengan menggunakan Regresi Linear Berganda. usia rata-rata responden untuk kelas ekonomi atas 45,5 tahun, kelas ekonomi menengah 43,3 tahun, dan kelas ekonomi bawah 42,8 tahun. Mayoritas responden kelas ekonomi atas, menengah, maupun bawah adalah perempuan yang umunya adalah ibu rumah tangga, baik yang memiliki pekerjaan maupun tidak memiliki pekerjaan. Hal ini diambil karena biasanya ibu rumah tangga lebih memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan urusan konsumsi keluarga. Untuk responden rumah tangga berdasarkan jenis pekerjaan baik itu kelas ekonomi atas, menengah, maupun bawah peresntase terbesarnya adalah ibu rumah tangga. Persentase terbesar responden pada tingkat pendidikan kelas ekonomi atas dan menengah adalah tingkat SLTA, sedangkan kelas ekonomi bawah adalah SLTP. Persentase terbesar Jumlah anggota keluarga untuk kelas ekonomi atas, menengah dan bawah adalah yang memiliki jumlah anggota keluarga 5-6 orang. Responden terbesar untuk pengeluaran konsumsi tempe keluarga kelas ekonomi atas, kelas ekonomi menengah dan kelas ekonomi bawah adalah diatas Rp 60.000. Lokasi pembelian tempe untuk kelas ekonomi atas sebesar 56 persen di pasar, kelas ekonomi menengah 38 persen di pedagang keliling, dan kelas ekonomi bawah sebesar 50 persen di pedagang sayur keliling. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe dapat ditarik kesimpulan bahwa harga tempe (X1), harga tahu (X2), harga telur (X3), jumlah anggota keluarga (X4), pendidikan terakhir (X5), kelas ekonomi bawah (D1), dan kelas ekonomi menengah (D2)secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap konsumsi tempe di Kota Bogor pada taraf nyata lima persen.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/64281
Appears in Collections:UT - Agribusiness

Files in This Item:
File SizeFormat 
A11ise.pdf
  Restricted Access
888.6 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.