Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/55537
Title: Growth of plantation and residual trees on the intensified indonesian selective cutting and planting. Case study in PT Gunung Meranti Forest Concession Area, Central Kalimantan Province
Pertumbuhan tanaman dan tegakan tinggal pada tebang pilih tanam indonesia intensif. Studi kasus di Areal Kerja IUPHHK-HA PT Gunung Meranti, Provinsi Kalimantan Tengah
Authors: Indrawan, Andry
Mansur, Irdika
Pamoengkas, Prijanto
W a h y u d i
Keywords: Intensified Indonesian Selective Cutting and Planting
Shorea leprosula
residual trees
cutting cycles
Issue Date: 2011
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Low productivity of logs is one of serious problems in the natural production forest management. Forest productivity on PT Gunung Meranti forest concession was ranging from 22,41 to 34,56 m3 ha-1 only. Whether the Intensified Indonesian Selective Cutting and Planting (IISCP) system can improve forest productivity? The research was aimed to evaluate growth of plantation and residual trees and their productivity on the IISCP System. The research was conducted on research plots of IISCP in logged over forest of PT Gunung Meranti forest concession, Central Kalimantan Province. The research plots were involved two sub plots i.e. plantation sub plot and residual trees sub plot. Analysis of data used growth modelling for even-aged forest and all-aged forest, important value index, species diversity, richness and financial analysis. The result showed that mean annual increment of Shorea leprosula plantation at 2, 11 and 16 year old were 1,06 cm year-1; 1,22 cm year-1 and 1,31 cm year-1 in diameters, respectively. Based on even-aged forest modelling, the first cycles of Shorea leprosula plantations was 32 year in the 125,14 m3 ha-1 of logs (40 cm up of diameters), thereby these plantations could improve the natural forest productivity. Mean annual increment of residual trees was ranging from 0,21 to 0,76 cm year-1 in diameter and the best growth time at 30-40 cm of trees diameter. Based on all-aged forest modelling, the sustained first and second cycles of residual trees each were 26 year and 40 year. Structure and composition of residual trees on the logged over forest like the all-aged forest. Species diversity was moderate furthermore species richness was moderate to high. The dominant trees were Shorea spp, Diallium spp, Shorae laevis and Dipterocarpus spp. The IISCP system is applicable in the logged over forest with break-even point at 7 year in the Rp. 4,14 million of net present value.
Indonesia dikenal sebagai negara dengan luas hutan tropis terluas ke-3 di dunia setelah Brasilia dan Zaire. Namun deforestasi dan degradasi hutan berjalan sangat cepat dengan kisaran 1,8 sampai 2,84 juta ha/th. Permasalahan penting lainnya adalah rendahnya produktifitas hutan, yaitu berkisar antara 0,25 sampai 1,4 m3/ha/th. Banyak sistem silvikultur yang telah diterapkan untuk mengelola hutan alam produksi, seperti Tebang Pilih Indonesia, Tebang Pilih Tanam Indonesia, Tebang Jalur Tanam Indonesia sampai pada Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), namun sistem-sistem tersebut belum ada yang menunjukkan hasil memuaskan. Belum pernah ada sistem yang mencapai satu siklus tebangnya namun telah diganti dengan sistem lainnya. Harapan besar bertumpu pada sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) yang baru diterapkan secara bertahap sejak tahun 2005. Sistem ini memadukan teknik penanaman pengayaan pada sistem TPTI dan teknik penanaman dalam jalur pada sistem TPTJ sehingga regenerasi hutan dapat dimuliakan, dirawat dan diawasi secara intensif. Apakah sistem ini mampu menjawab tantangan kelestarian hutan dan peningkatan produktifitas hutan? Untuk menjawab tantangan ini kita tidak boleh menunggu satu siklus tebang (selama 30 tahun), sebab bila hal ini dilakukan maka dikhawatirkan kerusakan hutan akan terjadi selama puluhan tahun tanpa kita ketahui. Untuk itu diperlukan penelitian dan pemodelan dinamika tanaman dan tegakan tinggal pada sistem TPTII untuk memprediksi pertumbuhan dan hasil pada akhir daur. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan dan hasil terhadap tanaman meranti (Shorea leprosula) pada jalur tanam dan tegakan tinggal pada jalur antara sistem TPTII serta memprediksi produktifitas dan daurnya melalui mekanisme pemodelan dinamika tegakan. Untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif maka dilakukan pengukuran terhadap struktur, komposisi, keanekaragaman dan kekayaan jenis tegakan tinggal dalam jalur antara. Penelitian ini juga mengevaluasi tingkat kelayakan usaha sistem TPTII, khususnya di IUPHHK PT Gunung Meranti. Penelitian dilakukan pada plot penelitian sistem TPTII di areal kerja IUPHHK-HA PT Gunung Meranti, Provinsi Kalimantan Tengah. Plot penelitian sistem TPTII terdiri dari sub plot penelitian tanaman pada jalur tanam dan sub plot penelitian tegakan tinggal pada jalur antara. Sub plot penelitian tanaman Shorea leprosula terdiri dari tiga jalur tanam masing-masing mempunyai lebar 3 m dan panjang 1.000 m dengan jarak tanam dalam jalur sepanjang 2,5 m, sedangkan sub plot penelitian tegakan tinggal terdiri dari dua jalur antara masing-masing mempunyai lebar 17 m dan panjang 1.000 m. Pengambilan data primer dilakukan sejak tahun 2007 sampai 2010. Data penunjang untuk pemodelan tanaman Shorea leprosula diambil dari plot penelitian tanaman Shorea leprosula yang telah berumur 11 dan 16 tahun, sedangkan data penunjang untuk validasi model dinamika tegakan tinggal diambil dari hasil pengamatan pertumbuhan tegakan tinggal pada hutan bekas tebangan selama 7 tahun (1998 s/d 2005). Data penunjang dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam pemodelan menggunakan data hasil penelitian di areal kerja PT Gunung Meranti serta data sekunder dari hasil penelitian di areal kerja IUPHHK-HA yang telah menerapkan sistem TPTII sejak awal, seperti PT Sari Bumi Kusuma, PT Sarpatim, PT Erna Djuliawati, PT Suka Jaya Makmur dan lain-lain. Hasil penelitian tanaman pada jalur tanam menunjukkan bahwa riap diameter tahunan rata-rata (MAI) tanaman Shorea leprosula dalam jalur tanam yang berumur 1, 2, 11 dan 16 tahun masing-masing sebesar 1,07 cm/th; 1,06 cm/th; 1,22 cm/th dan 1,31 cm/th. Melalui pemodelan menggunakan persamaan polinomial dapat diketahui bahwa tanaman meranti (Shorea leprosula) telah mencapai daur ke-1 pada umur 32 tahun (R2 > 95%) dengan potensi sebesar 136,72 m3/ha yang terdiri dari 125,14 m3/ha berdiameter 40 cm ke atas dan 11,58 m3/ha berdiameter 30-39 cm. Pencapaian kubikasi tanaman pada daur ke-1 ini lebih besar dibanding kubikasi yang diperoleh dari hasil tebang penyiapan lahan sistem TPTII (limit diameter 40 cm ke atas) sebesar 22, 41 m3/ha atau dari sistem TPTI sebesar 34,56 m3/ha, sehingga hasil tanaman pada jalur tanam sistem TPTII mampu meningkatkan produktifitas hutan sebesar 458,41%. Penyebaran diameter tanaman Shorea leprosula membentuk pola persamaan polinomial dengan grafik menyerupai lonceng (parabola terbalik). Dengan meningkatnya umur tanaman maka grafik lonceng semakin bergeser ke kanan yang menandakan terjadi pertumbuhan namun pola penyebaran diamater masih sama seperti semula yang menyerupai pola hutan tanaman seumur (even-aged forest). PT Gunung Meranti disarankan dapat mengembangkan jenis-jenis unggulan lain seperti Shorea parvifolia, S.johorensis dan S.platyclados supaya lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit, lebih fleksibel dalam memenuhi permintaan pasar yang selalu berubah, tercipta keunggulan komparatif dan meningkatkan keanekaragaman jenis tanpa mengurangi produktifitasnya. Hasil penelitian tegakan tinggal pada jalur antara menunjukkan bahwa MAI diameter tegakan tinggal tingkat tiang dan pohon pada jalur antara berkisar antara 0,21 sampai 0,76 cm/th. Pertumbuhan tertinggi berada pada pohon-pohon berdiameter 30 sampai 40 cm. Kelompok dipterocarpaceae mempunyai pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding kelompok non dipterocarpaceae dengan tingkat nyata. Kelestarian produksi pada jalur antara sistem TPTII dapat tercapai dengan menerapkan siklus tebang ke-1 selama 26 tahun dan siklus tebang ke-2 selama 40 tahun dengan mean absolute percentage error (MAPE) sebesar 22,6%. Distribusi diameter tegakan tinggal membentuk pola persamaan eksponensial yaitu N= 193,59.e-0,0551DBH untuk kelompok meranti, N= 90,055.e-0,0674DBH untuk kelompok dipterocarp non meranti; N=27,091.e-0,0523DBH untuk kelompok komersial lain di tebang dan N=364,07.e-0,0945DBH untuk komersial lain tidak ditebang. Struktur dan komposisi tegakan tinggal di jalur antara sistem TPTII masih menyerupai karakteristik hutan semua umur (all-aged forest) dengan tingkat keanekaragaman jenis sedang dan tingkat kekayaan jenis sedang sampai tinggi. Jenis-jenis yang mendominasi adalah meranti (Shorea spp), keranji (Diallium sp), keruing (Dipterocarpus spp) dan kayu arang (Diospyros sp). Prediksi etat volume pada siklus ke-1 menggunakan siklus tebang 30 tahun dan 35 tahun sistem TPTII masing-masing sebesar 134.135,3 m3/th dan 160.530,3 m3/th dengan produktifitas masing-masing 128,36 m3/ha dan 179,36 m3/ha. Titik impas (break even point) kelayakan pengelolaan hutan alam produksi sistem TPTII dapat tercapai pada tahun ke-7 dengan nilai NPV Rp. 4.139.693,-/ha dan BCR 1,03. Titik impas kelayakan dapat dicapai pada tahun ke-3 apabila harga jual kayu bulat mencapai Rp. 1.500.000,- per m3. Unit manajemen yang melaksanakan pengelolaan hutan sistem TPTII selayaknya mendapat paket pinjaman dana (misalnya dari dana reboisasi) dengan bunga nol persen (0%) sampai tahun ke enam atau pinjaman dana dengan bunga 9% sampai tahun ke tujuh. Berdasarkan hasil penelitian ini, produktifitas hutan pada siklus tebang ke-1 akan lebih besar apabila menggunakan siklus tebang 35 tahun dibanding siklus tebang 30 tahun dengan tingkat nyata. Dengan demikian siklus tebang sistem TPTII sebaiknya selama 35 tahun. Pada kawasan hutan produksi dengan kelerengan datar sampai landai serta pada hutan rawang dan semak belukar, jalur antara tetap difungsikan sebagai areal produksi, namun pada hutan produksi terbatas dengan kelerengan curam sampai sangat curam, jalur antara dapat dipertimbangkan untuk areal penelitian, konservasi sumber daya genetik, pemanfaatan hasil hutan non kayu seperti rotan, gaharu, minyak, tengkawang, bahan obat, senyawa kimia dan bioaktif serta menjaga tata air dan kesuburan tanah. Dengan tersedianya data perkembangan tanaman, tegakan tinggal, model dinamika tegakan hutan serta analisis finansial ini diharapkan dapat menciptakan kepastian usaha dan menumbuhkan iklim yang kondusif bagi dunia usaha kehutanan melalui pelaksanaan sistem TPTII di hutan alam produksi. Para pihak dapat menentukan potensi tanaman dan tegakan tinggal pada siklus tebang berikutnya berdasarkan riap, struktur dan komposisi tegakan tinggal masing-masing sejak dini.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/55537
Appears in Collections:DT - Forestry

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2011wah.pdf
  Restricted Access
fulltext2.39 MBAdobe PDFView/Open
Abstract.pdf
  Restricted Access
Abstract316.35 kBAdobe PDFView/Open
BAB I Pendahuluan.pdf
  Restricted Access
BAB I341.86 kBAdobe PDFView/Open
BAB II Tinjauan Pustaka.pdf
  Restricted Access
BAB II457.29 kBAdobe PDFView/Open
BAB III Keadaan Umum Lokasi Penelitian.pdf
  Restricted Access
BAB III331.69 kBAdobe PDFView/Open
BAB IV Metodologi Penelitian.pdf
  Restricted Access
BAB IV400.3 kBAdobe PDFView/Open
BAB V Hasil dan Pembahasan.pdf
  Restricted Access
BAB V1.03 MBAdobe PDFView/Open
BAB VI Kesimpulan dan Saran.pdf
  Restricted Access
BAB VI300.67 kBAdobe PDFView/Open
Cover.pdf
  Restricted Access
COVER306.19 kBAdobe PDFView/Open
Daftar Pustaka.pdf
  Restricted Access
DAFTAR PUSTAKA357.83 kBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdf
  Restricted Access
LAMPIRAN1.24 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.