Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/55007
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorGuhardja, Edi
dc.contributor.advisorRifai, Mien A.
dc.contributor.advisorKato, Masahiro
dc.contributor.advisorDarnaedi, Dedy
dc.contributor.authorPraptosuwiryo, Titien Ngatinem
dc.date.accessioned2012-06-20T06:22:48Z
dc.date.available2012-06-20T06:22:48Z
dc.date.issued2008
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/55007
dc.description.abstractDiplazium is a large genus consisting of about 400 species occur mainly in the tropics, sparingly in the subtropic and only locally extending into temperate. It was estimated that 300 species of the records were occurred in Malesia. Taxonomically, Diplazium is very difficult and quite insufficiently known. Therefore a comprehensive study on Diplazium in West Malesia was conducted by using morphological, ecological, geographic distribution, anatomical, palinological, cytological, as well as DNA analysis to understand the diversity and relationship among species. Based on gross morphological study on 1051 collection number of specimens as well as living collections, it was concluded that West Malesian Diplazium comprises of 69 species with 14 varieties. Thirteen species of them are proposed and described as new species, namely Diplazium asymmetricum, D. batuayauense, D. crameri, D. densisquamatum, D. halimunense, D. loerzingii, D. megasegmentum, D. megasimplicifolium, D. meijeri, D. parallelivenium, D. profluens, D. subalternisegmentum, and D. subvirescens. Two new varieties are poposed, namely D. accedens var. spinosum and D. silvaticum var. pinnae-ellipticum. D. pallidum var. montanum and D. accedens var. ridleyi are proposed as new status. Based on their main habitats, Diplazium can be classified into three major groups, viz. dryland (dominant), riparian and rheophytic species. Species diversity was culminated at 1000- 1500 m above sea level. The individuals with different genetic load in the same species sometimes grow in the different habitat gradients. Based on the range of the geographical distribution, West Malesian species can be divided into three types: (1) very wide species (19 species), (2) Malesian species (27 species), and (3) locally endemic species (23 species). Anatomical study on the transversal section of stipe of 27 species showed that the vascular bundle shape is varying among species. Therefore the leaf-trace shapes are important diagnostic features which support species delimitation in Diplazium. Spore morphology study showed that perine ornamentations support in delimitating species in Diplazium. However the phylogenetic analysis using parsimony revealed that morphological variation of spore is inadequate to depict natural relationship among Diplazium species. Cytological study on 117 collection number from 54 localities included in 31 species found that West Malesian Diplazium has six ploidy levels with x = 41 (diploid, triploid, tetraploid, pentaploid, hexaploid, and octoploid). New cytological information for science on 19 species are recorded. They are D. aequibasale (2n = 164), D. angustipinna (2n = 123). D. asymmetricum (2n = 123), D. batuayauense (2n = 164, 205), D. crenatoserratum (2n = 123, 164), D. halimunense (2n = 123), D. hewittii (2n = 123), D. profluens (2n = 164), D. loerzingii (2n = 82, 123), D. pallidum (2n = 82), D. petiolare (2n = 82), D. porphyrorachis (2n = 164), D. riparium (2n = 82, 123), D. spiniferum (2n = 82), D. subserratum (2n = 82, 123, 164), D. subvirescens (2n = 123), D. tomentosum (2n = 82, 205), D. xiphophyllum (2n = 82, 246), and D. wahauense (2n=164). Phylogenetic analysis on morphological data sets of 69 species using parsimony revealed that the phylogenetic relationship among species in the genus Diplazium was very difficult to explain due to the lack of or weak support Bootstrap value. However the lack of or weak support for a phylogenetic tree does not strictly indicate that the pattern observed is incorrect but it does limit the amount of confidence that can be placed in the relationships between taxa.and the conclusions can be drawn from them. This study showed that some terminal clades formed are consisting of species that presumed to be closely related by formerly authors. DNA analysis resulted new gene rbcL sequences data on 25 species. Gene rbcL sequence is very well in supporting species delimitation and revealing the intraspecific diversity within species of Diplazium. Phylogenetic analysis on 29 species from West Malesia and 9 references species outside Malesia using parsimony revealed that gene rbcL is more informative than morphological data in inferring phylogeny of Diplazium and showed that West Malesian Diplazium is monophyletic. The position of D. porphyrorachis at the basal clade of the morphological tree is supported by the phylogenetic tree generated from molecular data (gene rbcL sequence). This study also showed the congruence between the clade of 􀂵riparium group􀂶 drawn by gene rbcL tree and the clade of 􀂵imparipinnate frond group􀂶 drawn by morphological tree.en
dc.description.abstractDiplazium merupakan marga besar tumbuhan paku yang beranggotakan lebih kurang 400 jenis yang sebagian besar ditemukan di daerah tropis, sedikit di daerah sub tropis dan hanya secara lokal meluas ke daerah beriklim sedang. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 300 jenis terdapat di kawasan Malesia. Marga tumbuhan paku terestrial ini mempunyai ciri-ciri diagnosa sebagai berikut: Alur tangkai daun dan tulang daun utama terbuka dan alur ini diteruskan sampai tulang anak daun berikutnya; alur daun berbentuk U dengan dasar pipih pada sebagian besar jenis; anak daun basal yang mengarah ke rembang (acroscopic side) seimbang atau lebih kecil, pinggir lembaran daun tidak menulang; sori menggaris, ganda (diplazioid) atau tunggal (asplenoid), yang tunggal membuka ke arah uraturat daun utama atau urat-urat daun pusat dari cuping utama, yang ganda membuka dengan arah bertolak belakang. Secara taksonomi, Diplazium sangat sulit dan kurang dipahami. Tumbuhan muda mungkin saja subur dan sulit untuk dikenali sebagai suatu jenis. Banyak takson memiliki variasi morfologi. Adanya poliploidi, apomiksis dan hibrid dalam marga paku ini menambah sulit dalam membuat pembatasan jenis. Pengelompokan anak marga dari marga ini secara alami belum pernah dilakukan walaupun variasi morfologinya sangat luas. Pembatasan marga Diplazium juga masih meragukan. Di Malesia pada umumnya dan Malesia Barat pada khususnya, penelitian sistematika Diplazium dengan menggunakan pendekatan biologi secara menyeluruh belum pernah dilakukan untuk seluruh kawasan. Oleh karena itu penelitian biosistematika Diplazium dengan menggunakan pendekatan morfologi, ekologi, distribusi geografi, anatomi, palinologi, sitologi dan juga analisa DNA dilakukan untuk memahami keanekaragaman jenis dan hubungan kekerabatannya. Berdasarkan pengamatan morfologi pada 1051 nomor koleksi specimen dan juga koleksi hidup, disimpulkan bahwa Diplazium Malesia Barat terdiri dari 69 jenis dan 14 varitas. Tiga belas jenis diantaranya diusulkan sebagai jenis baru, yaitu Diplazium asymmetricum, D. batuayauense, D. crameri, D. densisquamatum, D. halimunense, D. loerzingii, D. megasegmentum, D. megasimplicifolium, D. meijeri, D. parallelivenium, D. profluens, D. subalternisegmentum dan D. subvirescens. Dua varitas baru diusulkan, yaitu D. accedens var. spinosum dan D. silvaticum var. pinnae-ellipticum. D. pallidum var. montanum dan D. accedens var. ridleyi diusulkan sebagai status baru. Berdasarkan habitat utamanya, Diplazium dapat dikelompokkan dalam tiga group utama, yaitu jenis lahan kering (dryland species, 64 species), jenis riparian (5 jenis) dan reofit (2 jenis). Keanekaragaman jenis memuncak pada ketinggian 1000-1500 m dpl. Individu-individu dengan tingkat ploidi berbeda pada jenis yang sama seringkali menempati habitat berbeda berdasarkan ketinggian. Berdasarkan jangkauan distribusi geografinya, jenis Diplazium Malesia Barat dapat dibagi dalam tiga tipe: 1) jenis tersebar luas (19 jenis), 2) jenis Malesia (27 jenis) dan 3) jenis endemik setempat (23 jenis). Penelitian anatomi irisan melintang tangkai daun pada 27 jenis Diplazium memperlihatkan bahwa bentuk pembuluh vaskular bervariasi diantara jenis dan penting untuk menyokong pembatasan jenis. Pengamatan morfologi spora pada 46 nomor koleksi yang tercakup dalam 26 jenis memperlihatkan bahwa hiasan perine menyokong pembatasan jenis Diplazium. Walaupun demikian analisa filogeni dengan menggunakan parsimoni menunjukkan bahwa variasi perine tidak cukup untuk menggambarkan hubungan kekerabatan alami diantara jenis Diplazium. Penelitian sitologi pada 117 nomor koleksi dari 54 lokasi yang mencakup 31 jenis menemukan bahwa Diplazium Malesia Barat mempunyai enam tingkat ploidi dengan jumlah kromosom dasar x = 41 (diploid, triploid, tetraploid, pentaploid, heksaploid dan oktoploid). Informasi sitologi baru bagi dunia ilmu pengetahuan dilaporkan untuk 19 jenis, yaitu D. aequibasale (2n = 164), D. angustipinna (2n = 123). D. asymmetricum (2n = 123), D. batuayauense (2n = 164, 205), D. crenatoserratum (2n = 123, 164), D. halimunense (2n = 123), D. hewittii (2n = 123), D. profluens (2n = 164), D. loerzingii (2n = 82, 123), D. pallidum (2n = 82), D. petiolare (2n = 82), D. porphyrorachis (2n = 164), D. riparium (2n = 82, 123), D. spiniferum (2n = 82), D. subserratum (2n = 82, 123, 164), D. subvirescens (2n = 123), D. tomentosum (2n = 82, 205), D. xiphophyllum (2n = 82, 246) dan D. wahauense (2n=164). Analisa filogeni pada seri data morfologi dari 69 jenis dengan menggunakan parsimoni menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan filogeni diantara jenis Diplazium sangat sulit dijelaskan karena tidak adanya atau lemahnya nilai Bootstrap. Bagaimanapun, tidak adanya atau lemahnya penyokong statistik bagi pohon filogeni tidaklah menandakan bahwa pola-pola yang diamati tidak benar namun ini hanya membatasi tingkat kepercayaan yang dapat ditempatkan pada hubungan kekerabatan diantara takson dan dari nilainilai tersebut kesimpulan dapat ditarik. Beberapa cabang ujung pohon morfologi tersusun dari jenis-jenis yang diduga berkerabat dekat oleh para peneliti sebelumnya. Analisa DNA menghasilkan data baru sekuensi gene rbcL dari 25 jenis Diplazium. Sekuensi gene rbcL sangat bagus untuk menyokong pembatasan jenis, mengungkap keanekaragaman genetik dalam jenis dan juga lebih banyak memberikan informasi untuk menduga filogeni Diplazium dibanding data morfologi. Berdasarkan analisa filogeni pada 29 jenis Malesia Barat dan 9 jenis referensi dari luar Malesia, Diplazium terbukti monofiletik berdasarkan gene rbcL. Kedudukan 􀂵group porphyrorachis􀂶 pada cabang pangkal pohon filogeni morfologi disokong oleh pohon filogeni gene rbcL. Cabang 􀂵group daun menyirip gasal􀂶 pada pohon morfologi selaras dengan cabang 􀂵group riparium􀂶 pada pohon gene rbcL. Penelitian ini tidak mengusulkan suatu kerangka sistematika di dalam marga Diplazium, sebab: (1) Pohon hipotesa filogeni yang dihasilkan dari data morfologi tidak didukung oleh alasan-alasan statistik yang obyektif; (2) Pohon hipotesa filogeni yang dihasilkan dari sekuensi gene rbcL tidak kokoh karena sebagian besar jenis kunci yang diduga dari pohon filogeni morfologi tidak dimasukkan dalam analisa disebabkan ketidaktersediaan sampel material segar pada jenis-jenis tersebut; (3) Analisa filogeni pada seri kombinasi data molekuler dan non molekuler untuk menduga filogeni Diplazium belum dilakukan.ind
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)en
dc.titleBiosystematic Study of the Fern Genus Diplazium in West Malesiaen
dc.titleBiosystematic Study of the Fern Genus Diplazium in West Malesiaen
Appears in Collections:DT - Mathematics and Natural Science

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2008tnp.pdf
  Restricted Access
full text5.16 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.