Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/52995
Title: Deteksi Antigen Sirkulasi Cysticercus cellulosae dalam Serum Babi dari Distrik Assologaima dan Wamena-Kota Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua
Detection of Circulating Antigen Cysticercus cellulosae in Porcine Serum from Assologaima and Wamena Kota District of Jayawijaya Regency, Papua.
Authors: Satrija,Fadjar
Murtini,Sri
Kusuma, Megasari
Keywords: porcine
ELISA
cysticercosis
Assologaima
Wamena Kota
Bogor Agricultural University (IPB)
Issue Date: 2011
Abstract: Cysticercosis is a zoonotic disease that caused by the infiltration of Taenia solium metacestodes. Cysticercosis is a serious public health problem especially in tropical countries like Indonesia. The aimed of this research was to determine cysticercosis by Cysticercus cellulosae antigen detection in porcine serum from Assologaima and Wamena Kota District. A total of 39 samples of porcine serum were taken purposively from pig raised in households in Assologaima and Wamena Kota District. The detection of Cysticercus cellulosae antigen was obtained with ELISA method. The result of this research showed that 20.5% (8/39) serum were positive cysticercosis and 88.6% (31/39) were negative cysticercosis. Serum that positive of cysticercosis from Assologaima District were 33.3% and 5.9% from Wamena Kota. Relative risk of sow that suffering cysticercosis were 1.7 times bigger than boar. It can be conclusion that prevalence of porcine cysticercosis in Assologaima and Wamena Kota District were 20.5% and the prevalence in sow has 1.7 times higher the boar.
Sistiserkosis merupakan salah satu zoonosis yang disebabkan oleh metacestoda cacing Taenia solium. Penyakit ini penting karena dapat menimbulkan kerugian ekonomi dan bahaya bagi kesehatan masyarakat (public health). Indonesia termasuk salah satu negara endemis sistiserkosis. Distrik Assologaima dan Wamena Kota, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua merupakan dua distrik yang dilaporkan sebagai wilayah endemis zoonosis ini. Namun, penyakit ini masih kurang mendapat perhatian (neglected disease) dan informasi mengenai sistiserkosis pada babi masih sedikit dilaporkan. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian sistiserkosis melalui deteksi keberadaan antigen sirkulasi yang spesifik terhadap Cysticercus cellulosae dalam serum babi yang berasal dari Distrik Assologaima dan Wamena Kota. Penelitian ini memeriksa sebanyak 39 serum contoh yang berasal dari babi dipelihara secara diumbar. Pengambilan sampel dilaksanakan secara purposif yaitu babi yang diizinkan untuk diambil darah oleh pemiliknya. Serum contoh tersebut selanjutnya diperiksa keberadaan antigen sirkulasi Cysticercus cellulosae di dalamnya menggunakan metode sandwich ELISA yang dikembangkan oleh Institute of Tropical Medicine Antwerpen, Belgia (ITM 2009). Hasil ELISA yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan metode deskriptif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebanyak 20.5% (8/39) serum yang diperiksa, positif mengandung antigen Cysticercus cellulosae dan 88.6% (31/39) serum tidak mengandung antigen Cysticercus cellulosae. Persentase serum positif ini tergolong tinggi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan metode ELISA dalam mendeteksi keberadaan antigen Cysticercus cellulosae sangat sensitif dan spesifik. Oleh karena itu metode pemeriksaan ini mampu mendeteksi infeksi sistiserkus pada tingkat infeksi rendah. Babi dari Distrik Assologaima lebih banyak menderita sistiserkosis dibandingkan dengan babi dari Distrik Wamena Kota. Berdasarkan kategori penyebaran penyakit dari pola spasial, Distrik Assologaima tergolong wilayah endemis sistiserkosis, sedangkan Distrik Wamena Kota tidak termasuk wilayah endemis. Tingginya kasus sistiserkosis di Assologaima disebabkan karena buruknya sanitasi lingkungan yang tercermin dari rendahnya jumlah masyarakat yang memiliki toilet (jamban) sehingga mereka defekasi di sembarang tempat. Selain keadaan sanitasi, cara mengolah daging babi sebelum dikonsumsi oleh masyarakat juga merupakan faktor yang mempengaruhi tingginya sistiserkosis dan taeniasis pada manusia. Menejemen peternakan tidak terlalu berpengaruh terhadap kejadian sistiserkosis pada babi. Sebanyak 28.6% (6/21) babi betina dan 16.7% (3/18) jantan menderita sistiserkosis. Risiko relatif (RR) babi betina untuk menderita sistiserkosis sebesar 1.7 kali lebih besar dibandingkan babi jantan. Perbedaan kasus sistiserkosis pada babi jantan dan betina ini berkaitan dengan pengaruh hormonal, kecukupan nutrisi yang dibutuhkan, dan keadaan fisiologis.Kesimpulan dari penelitian ini adalah prevalensi sistiserkosis yang disebabkan oleh Cysticercus cellulosae pada babi di Distrik Assologaima dan Wamena Kota sebesar 20.5%. Babi betina memiliki risiko menderita sistiserkosis 1.7 kali lebih besar daripada babi jantan.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/52995
Appears in Collections:UT - Animal Disease and Veterinary Health

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Abstract.pdf
  Restricted Access
Abstract276.52 kBAdobe PDFView/Open
B11mku.pdf
  Restricted Access
Full text1.04 MBAdobe PDFView/Open
BAB I Pendahuluan.pdf
  Restricted Access
Bab I316.47 kBAdobe PDFView/Open
BAB II Tinjauan Pustaka.pdf
  Restricted Access
Bab II623.63 kBAdobe PDFView/Open
BAB III Materi dan Metode.pdf
  Restricted Access
Bab III332.07 kBAdobe PDFView/Open
BAB IV Pembahasan.pdf
  Restricted Access
Bab IV415.04 kBAdobe PDFView/Open
BAB V Kesimpulan dan Saran.pdf
  Restricted Access
Bab V317.75 kBAdobe PDFView/Open
Cover.pdf
  Restricted Access
Cover286.88 kBAdobe PDFView/Open
Daftar Pustaka.pdf
  Restricted Access
Daftar Pustaka374.71 kBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdf
  Restricted Access
Lampiran361.57 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.