Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/171574
Title: Strategi Keberlanjutan Perikanan Lobster dan Benih Bening Lobster di Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat
Other Titles: Sustainability Strategy for Lobsters and Baby Lobsters in Pangandaran Regency West Java Province
Authors: Wisudo, Sugeng Hari
Nurani, Tri Wiji
Aritonang, Okto Ijen
Issue Date: 2025
Publisher: IPB University
Abstract: Lobster (Panulirus spp.) merupakan kelompok crustacea yang termasuk komoditas perikanan penting untuk konsumsi maupun ekspor yang tersebar di perairan Indo-Pasifik Barat termasuk perairan Selatan Jawa. Lobster merupakan salah satu sumberdaya perikanan laut Indonesia yang memiliki nilai jual tinggi. Pada sektor perikanan, lobster merupakan salah satu produk ekspor yang bernilai tinggi. Permintaan global yang tinggi serta terbatasnya stok menyebabkan tingginya nilai jual perikanan lobster. Lobster merupakan biota laut yang habitatnya berada di daerah karang. Tingkat pemanfaatan lobster di selatan Pulau Jawa (WPPNRI 573) tahun 2017 sudah fully exploited. Berselang lima tahun kemudian, tingkat pemanfaatan sumberdaya lobster di WPPNRI 573 berstatus over exploited. Dilansir data Dinas Kelautan, Perikanan, dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pangandaran, produksi lobster dari tahun 2017 hingga 2023 mengalami penurunan yang signifikan. Populasi lobster di laut Pangandaran terus menurun diduga karena maraknya penangkapan benih bening lobster (puerulus) oleh nelayan secara illegal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi eksisting unit penangkapan, status keberlanjutan dan strategi keberlanjutan pengelolaan lobster dan benih bening lobster di perairan Kabupaten Pangandaran. Kondisi eksisting unit penangkapan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Tingkat keberlanjutan lobster dan benih bening lobster dianalisis dengan menggunakan multi-dimensional scaling (MDS) rapfish, sedangkan strategi keberlanjutan dirumuskan dengan menggunakan metode analythical hierarchy process (AHP). Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2025 di Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat. Responden ditentukan dengan menggunakan accidental sampling, purposive sampling dan snowball sampling. Hasil penelitian menjelaskan bahwa lobster ditangkap menggunakan alat tangkap trammel net dan krendet, sedangkan benih bening lobster ditangkap menggunakan alat tangkap jaring pocong. Kapal yang digunakan berupa kapal katir berukuran 9-11 meter dan bermesin 15 PK. Daerah penangkapan terbentang dari wilayah barat Pangandaran yaitu Muaragatah, Legokjawa, Madasari, Batukaras hingga Wilayah Timur Pangandaran yaitu Pantai Pangandaran dan Majingklak. Lobster hasil tangkapan terdiri atas lobster mutiara, pasir, hijau bambu, batik, batu dan pakistan. Musim penangkapan dimulai dari bulan September hingga Februari. Hasil penelitian juga menunjukkan indeks keberlanjutan multi dimensi lobster yaitu 53,91 dengan kategori cukup berkelanjutan. Nilai indeks keberlanjutan pada dimensi ekologi sebesar 63,28 dengan kategori cukup berkelanjutan, dimensi teknologi sebesar 65,19 dengan kategori cukup berkelanjutan, dimensi ekonomi sebesar 67,85 dengan kategori cukup berkelanjutan, dimensi sosial 48,27 dengan kategori kurang berkelanjutan dan dimensi kelembagaan sebesar 26,97 dengan kategori kurang berkelanjutan. Sedangkan Indeks keberlanjutan multi dimensi benih bening lobster yaitu 47.57 dengan kategori kurang berkelanjutan. Nilai indeks keberlanjutan pada dimensi ekologi sebesar 62,34 dengan kategori cukup berkelanjutan, dimensi teknologi sebesar 73,31 dengan kategori cukup berkelanjutan, dimensi ekonomi sebesar 49,79 dengan kategori cukup berkelanjutan, dimensi sosial 28,94 dengan kategori kurang berkelanjutan dan dimensi kelembagaan sebesar 26,97 dengan kategori kurang berkelanjutan. Dimensi sosial dan kelembagaan merupakan dimensi yang paling berpengaruh dalam keberlanjutan lobster dan benih bening lobster di Kabupaten Pangandaran. Strategi yang direkomendasikan dalam pengelolaan lobster secara berturut-turut sebagai prioritas utama hingga terakhir yaitu dengan memperkuat sistem pengawasan, peningkatan kapasitas SDM nelayan, sistem pengelolaan yang berbasis masyarakat, pengembangan kawasan konservasi dan pengembangan pelabuhan perikanan. Sedangkan strategi yang direkomendasikan dalam pengelolaan benih bening lobster secara berturut-turut yaitu introduksi teknologi budidaya, penguatan sistem pengawasan, restocking benih bening lobster, peningkatan kapasitas SDM nelayan dan pengembangan kawasan konservasi. Aktor yang memiliki peran penting dalam pengelolaan tersebut yaitu pemerintah daerah, Kementerian Kelautan dan Perikanan, pengusaha dan nelayan. Dimensi kelembagaan merupakan dimensi prioritas utama dalam pengelolaan lobster dan benih bening lobster di Kabupaten Pangandaran.
Lobsters (Panulirus spp.) are a group of crustaceans that are an important fishery commodity for consumption and export, found in the waters of the western Indo-Pacific, including the waters south of Java. Lobsters are one of Indonesia's marine fishery resources with high commercial value. In the fisheries sector, lobster is one of the high-value export products. High global demand coupled with limited stock levels has led to high market prices for lobster fisheries. Lobsters are marine organisms whose habitats are found in coral reef areas. The utilization rate of lobsters in southern Java (WPPNRI 573) in 2017 was already fully exploited. Five years later, the utilization rate of lobster resources in WPPNRI 573 was classified as over-exploited. According to data from the Pangandaran Regency Marine, Fisheries, and Food Security Agency, lobster production from 2017 to 2023 has experienced a significant decline. The lobster population in Pangandaran waters continues to decline, likely due to the widespread illegal capture of baby lobsters (puerulus) by fishermen. This study aims to determine the existing conditions of fishing units, the sustainability status, and sustainability strategies for lobster and baby lobster management in the waters of Pangandaran Regency. The existing conditions of fishing units were analyzed using descriptive analysis. The sustainability level of lobsters and baby lobsters was analyzed using multi-dimensional scaling (MDS) rapfish, while sustainability strategies were formulated using the analytical hierarchy process (AHP) method. The study was conducted from January to May 2025 in Pangandaran Regency, West Java Province. Respondents were selected using accidental sampling, purposive sampling, and snowball sampling. The results of the study explain that lobsters are caught using trammel nets and krendet, while baby lobsters are caught using pocong nets. The vessels used are katir boats measuring 9-11 meters in length and powered by 15 HP engines. The fishing area extends from the western part of Pangandaran, including Muaragatah, Legokjawa, Madasari, and Batukaras, to the eastern part of Pangandaran, including Pangandaran Beach and Majingklak. The lobsters caught include pearl lobsters, sand lobsters, green bamboo lobsters, batik lobsters, stone lobsters, and Pakistani lobsters. The fishing season runs from September to February. The results of the study also show that the multi-dimensional sustainability index for lobsters is 53.91, which is categorized as moderately sustainable. The sustainability index value for the ecological dimension is 63.28, categorized as moderately sustainable; the technological dimension is 65.19, categorized as moderately sustainable; the economic dimension is 67.85, categorized as moderately sustainable; the social dimension is 48.27, categorized as less sustainable; and the institutional dimension is 26.97, categorized as less sustainable. Meanwhile, the multi-dimensional sustainability index for baby lobsters is 47.57, categorized as less sustainable. The sustainability index value for the ecological dimension is 62.34, categorized as moderately sustainable; the technological dimension is 73.31, categorized as moderately sustainable; the economic dimension is 49.79, categorized as moderately sustainable; the social dimension is 28.94, categorized as less sustainable; and the institutional dimension is 26.97, categorized as less sustainable. The social and institutional dimensions are the most influential factors in the sustainability of lobsters and baby lobsters in Pangandaran District. The recommended strategy for managing lobsters in order of priority from highest to lowest is to strengthen the monitoring system, increase the capacity of fishermen, implement a community-based management system, develop conservation areas, and develop fishing ports. Meanwhile, the recommended strategies for managing baby lobsters in sequence are introducing aquaculture technology, strengthening the monitoring system, restocking baby lobster seeds, enhancing fishermen's capacity, and developing conservation areas. Key actors involved in these management efforts include local governments, the Ministry of Marine Affairs and Fisheries, businesses, and fishermen. The institutional dimension is a priority in the management of lobsters and baby lobsters in Pangandaran District.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/171574
Appears in Collections:MT - Fisheries

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover_C4503232022_37f8732139a64ec497cd80b2c5d4a7d3.pdfCover576.43 kBAdobe PDFView/Open
fulltext_C4503232022_7e7a4c84730841a38ee660a8f5b26584.pdf
  Restricted Access
Fulltext2.75 MBAdobe PDFView/Open
lampiran_C4503232022_322513c64a6f4b2db86d54803e0c5f24.pdf
  Restricted Access
Lampiran712.21 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.