Analisis Genetik Sifat Waxy serta Kandungan Fe dan Zn Biji Sorgum Demak 4 x Soper 6 Agritan

Abstract

Sorgum merupakan salah satu sumber karbohidrat yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Pengembangan sorgum sebagai pangan fungsional saat ini tidak hanya berfokus pada produktivitasnya saja, namun juga pada kualitas bijinya, yakni kualitas tanak dan kandungan mikronutrisi. Masyarakat umumnya lebih menyukai beras yang bertekstur pulen sedangkan sorgum umumnya bertekstur pera karena kandungan amilosa yang cukup tinggi (> 25%). Hal ini menyebabkan perakitan sorgum dengan kandungan amilosa rendah atau memiliki sifat waxy menjadi prioritas dalam program pemuliaan sebagai upaya pemenuhan preferensi konsumen. Selain itu, perbaikan kandungan mikronutrisi pada tanaman pangan dapat dilakukan melalui biofortifikasi. Biofortifikasi menjadi solusi yang hemat biaya dan berkelanjutan dalam mengatasi defisiensi mikronutrisi Sampai saat ini, upaya perakitan varietas sorgum untuk biofortifikasi Fe dan Zn maupun perbaikan kualitas tanak belum banyak dilakukan di Indonesia. Perbaikan kualitas tanak maupun mikronutrisi dapat dilakukan melalui persilangan. Informasi terkait keragaman genotipe pada populasi bersegregasi hasil persilangan bermanfaat untuk menentukan strategi pemuliaan pada generasi selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman karakter agronomi, hasil, sifat waxy, serta kandungan Fe dan Zn pada populasi F3 Single Seed Descent (SSD) persilangan Demak 4 x Soper 6 Agritan. Demak 4 merupakan varietas lokal sorgum yang memiliki sifat waxy, sedangkan Soper 6 Agritan merupakan varietas nasional sorgum yang berdaya hasil tinggi. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi genotipe-genotipe sorgum pada populasi F3 yang berpotensi hasil tinggi, memiliki sifat waxy, dan mengandung Fe dan Zn yang tinggi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata terhadap semua karakter yang diamati serta terdapat keragaman karakter agronomi, hasil, serta kandungan Fe dan Zn pada populasi F3 SSD Demak 4 x Soper 6 Agritan. Setiap karakter yang diamati memiliki nilai heriabilitas arti luas (h2bs) yang tinggi, yaitu berkisar antara 63,49%-95,93%. Karakter diameter batang, jumlah daun, kehijauan daun, luas daun bendera, diameter malai, dan kandungan Fe dikendalikan oleh aksi gen aditif. Sementara itu, karakter tinggi tanaman, panjang malai, bobot malai, bobot biji per malai, dan kandungan Zn dikendalikan oleh aksi gen non-aditif. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan seleksi genotipe untuk tujuan peningkatan hasil pada populasi SSD ini akan lebih efektif dilakukan pada generasi lanjut sehingga keragaman populasi SSD perlu dipertahankan hingga generasi F5 atau F6. Berdasarkan hasil identifikasi sifat waxy pada 483 genotipe sorgum yang diuji, sebanyak 479 genotipe atau 99,17% positif memiliki sifat waxy dan 100% dari genotipe tersebut terkonfirmasi memiliki alel wxa melalui analisis marka molekuler. Analisis korelasi menunjukkan bahwa kandungan Fe dan Zn memiliki korelasi positif (r=0,68, p<0,001) sehingga memberikan peluang untuk dapat melakukan seleksi terhadap kedua mikronutrisi tersebut secara simultan. Hal ini akan membuat proses biofortifikasi sorgum menjadi lebih efisien. Berdasarkan hasil identifikasi genotipe unggul multikarakter menggunakan MGIDI diperoleh sebanyak 10 genotipe terpilih yakni G1, G2, G6, G18, G20, G63, G82, G122, G176 dan G181. Genotipe G1, G2, G122, dan G181 memiliki keunggulan dalam karakter hasil dibandingkan dengan genotipe sorgum lainnya sehingga sesuai untuk tujuan peningkatan hasil, kandungan Fe dan Zn, serta perbaikan kualitas tanak karena positif memiliki sifat waxy.

Sorghum is a potential carbohydrate source for development in Indonesia. Nowadays, the development of sorghum as a functional food has extended beyond just increasing its productivity, but also focusing on improving its grain quality, particularly cooking quality and micronutrient content. In general, Indonesian consumers prefer rice with low amylose content, which results in a softer and slightly sticky texture ("pulen") of cooking quality, whereas sorghum typically has a firmer, less cohesive texture due to its relatively high amylose content (>25%). Thus, the development of sorghum with low amylose content or waxy-type becomes a priority in sorghum breeding programs to meet consumers' preferences. Additionally, improving the micronutrient content in food crops can be achieved through biofortification. Biofortification offers a cost-effective and sustainable solution to resolve micronutrient deficiencies. In Indonesia, sorghum breeding for Fe and Zn biofortification, as well as for cooking quality improvement, has not yet been widely conducted. Improvements in cooking quality and micronutrient content can be pursued through hybridization crosses. Information on genetic variability within segregating populations derived from crosses is valuable for developing appropriate breeding strategies in subsequent generations. This study aimed to assess the diversity of agronomic, yield, waxy, and Fe and Zn content-related traits in an F3 Single Seed Descent (SSD) population derived from a cross between Demak 4 and Soper 6 Agritan. Demak 4 is a local sorghum variety with waxy characteristics, while Soper 6 Agritan is a national variety sorghum known for its high yield. Besides, this study aimed to identify promising sorghum genotypes within an F3 population that possess high yield potential, waxy traits, and elevated levels of Fe and Zn. Analysis of variance revealed that genotype had a significant effect on all observed traits, and genetic variation was observed in agronomic traits, yield, and Fe and Zn content in the F3 SSD population of Demak 4 × Soper 6 Agritan. All observed traits showed high broad-sense heritability (H²bs), ranging from 63.49% to 95.93%. The following traits, such as stem diameter, number of leaves, leaf greenness, flag leaf area, panicle diameter, and Fe content, were controlled by additive gene action. Meanwhile, the plant height, panicle length, panicle weight, grain weight per panicle, and Zn content were controlled by non-additive gene action. These results suggest that selection activity for yield improvement in this SSD sorghum population will be more effective to conduct in later generations, thus maintaining population variability up to the F5 or F6 generation is recommended. The waxy trait identification revealed that 479 out of 483 genotypes or 99.17% of the tested genotypes, exhibited the waxy phenotype, and 100% of those were confirmed to carry the wxa allele based-on molecular marker analysis. Correlation analysis showed that Fe and Zn contents were positively correlated (r = 0.68, p < 0.001), indicating the potential for simultaneous selection of both micronutrients. This correlation supports more efficient biofortification efforts in sorghum. Multi-trait superior genotype identification using the MGIDI index resulted in the selection of 10 promising genotypes: G1, G2, G6, G18, G20, G63, G82, G122, G176, and G181. Of these, genotypes G1, G2, G122, and G181 demonstrated superior yield traits with waxy properties, making them ideal candidates for yield improvement, Fe and Zn biofortification, and cooking quality enhancement.