Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/171399
Title: Pemodelan Pengelolaan Hutan Berbasis Kerentanan Longsor sebagai Strategi Adaptasi Perubahan Iklim di Sukabumi
Other Titles: Modeling of Forest Management Based on Landslide Vulnerability as a Climate Change Adaptation Strategy in Sukabumi
Authors: Purnomo, Heri
Wijayanto, Nurheni
Kuncahyo, Budi
Puspaningsih, Nining
Sugiharto, Ade
Issue Date: 2025
Publisher: IPB University
Abstract: Penelitian ini merupakan bagian dari upaya strategi adaptasi terhadap perubahan iklim yang semakin mendesak di tengah meningkatnya suhu udara, curah hujan ekstrem, dan frekuensi bencana tanah longsor. Melalui integrasi analisis sosial-ekologis, pemodelan kelembagaan, dan kajian biofisik hutan tanaman, penelitian ini menilai kemampuan sistem hutan untuk beradaptasi terhadap tekanan iklim. Hasilnya menjadi dasar untuk memperkuat kapasitas adaptif dan ketahanan ekosistem hutan tanaman, sekaligus mengurangi risiko longsor, khususnya di wilayah Kabupaten Sukabumi. Tujuan penelitian ini adalah: (1) membangun kerangka analisis untuk mengevaluasi sistem perakaran dari berbagai jenis komoditas utama multiusaha kehutanan dalam mendukung stabilitas lereng dan mencegah terjadinya longsor dangkal, (2) merancang model konseptual pengembangan komoditas multiusaha kehutanan yang responsif terhadap faktor kebencanaan tanah longsor berdasarkan persepsi para pemangku kepentingan dan bukti empiris di lapangan, dan (3) mendesain model spasial pemilihan kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas multiusaha kehutanan berbasis kebencanaan tanah longsor, yang mengintegrasikan aspek biofisik, sosial, serta risiko bencana secara terukur. Penelitian pertama mengenai kekuatan perakaran dilakukan pada Februari 2023 di hutan KPH Sukabumi. Objek penelitian meliputi pohon pinus, jati, kayu putih, karet, dan sengon. Data dikumpulkan melalui penggalian akar hidup dengan bantuan cangkul, linggis, garpu tanah, meteran, jangka sorong, dan haga hipsometer. Parameter utama adalah Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA) serta kualitas bahan organik (N, C/N, dan lignin). Penelitian kedua berupa analisis persepsi pemangku kepentingan terhadap multiusaha kehutanan. Unit analisis adalah individu yang mewakili desa hutan, dengan kuesioner yang disebarkan 2–3 eksemplar per desa (206 respon valid). Analisis data dilakukan menggunakan SmartPLS, dengan uji validitas dan reliabilitas melalui outer loading, AVE, cronbach’s alpha, dan composite reliability. Validitas diskriminan diuji dengan Fornell Larcker dan HTMT. Model struktural diuji melalui multikolinieritas (Inner VIF), signifikansi (p < 0,05), serta kesesuaian model (R², Q², SRMR, NFI). Penelitian ketiga membangun model spasial kesesuaian lahan berbasis risiko longsor. Basis data diturunkan menjadi 3 kriteria (longsor, ekonomi, sosial) dengan 18 peubah yang diberi bobot berdasarkan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan expert judgment. Analisis dilakukan dengan Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) untuk menentukan prioritas manajemen kehutanan yang sesuai dengan kondisi kebencanaan. Penelitian pertama menunjukkan perbedaan signifikan antarspesies. Pinus memiliki nilai IJA 1,005, tertinggi dibandingkan spesies lainnya, sedangkan jati memiliki nilai IJA terendah (0,086). Sebaliknya, ICA jati mencapai 14,635, jauh di atas pinus (0,791) maupun spesies lainnya (sengon 0,868; karet 0,076; kayu putih 0,137). Dari sisi bahan organik, jati dan pinus menunjukkan N > 2,5%, C/N > 20%, dan lignin > 20%, yang menandakan kualitas bahan organik yang rendah. Secara ekologis, pinus unggul dalam mengikat tanah secara vertikal, sementara jati unggul dalam mencengkeram tanah secara lateral. Penelitian kedua memperlihatkan semua indikator persepsi memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Tidak ditemukan multikolinieritas antarvariabel, dan semua hubungan signifikan pada p value < 0,05. Model penelitian memiliki tingkat kesesuaian tinggi dengan nilai R², Q², SRMR, dan NFI yang memenuhi kriteria. Hasil menunjukkan bahwa harapan masyarakat (0,437; p value=0,000) dan peran pemerintah daerah (0,379; p value=0,000) berpengaruh signifikan pada fungsi hutan sebagai penahan longsor, dengan peran pemerintah daerah paling dominan (0,477). Multiusaha kehutanan juga berpengaruh langsung (0,145; p value=0,044), namun tidak signifikan sebagai variabel mediasi. Model penelitian memiliki akurasi tinggi (R²=0,829; Q²=0,701) serta model fit baik (SRMR=0,036; NFI=0,860). Penelitian ketiga menghasilkan tujuh pilihan kesesuaian lahan berdasarkan pemodelan spasial. Prioritas utama adalah pengelolaan untuk getah pinus (17.754,50 ha/28,81%), kayu jati (11.114,66 ha/18,04%), dan agroforestri/PLDT (6.498,99 ha/10,42%). Empat opsi lainnya meliputi perlindungan (2.942,10 ha/4,77%), tanaman biomassa (4.353,55 ha/7,07%), wisata (480,45 ha/0,78%), dan pabrik biomassa (17,00 ha/0,15%). Dengan demikian, tiga opsi pertama dinilai paling relevan dari perspektif mitigasi kebencanaan. Hasil analisis perakaran menunjukkan perbedaan fungsi ekologis antar- spesies. Pinus memiliki sistem perakaran kuat dalam menahan tanah vertikal melalui nilai jangkar tinggi, sedangkan jati berfungsi menahan tanah lateral melalui nilai cengkeram tinggi. Kombinasi keduanya menjadi strategi pengelolaan hutan di wilayah rawan longsor. Survei persepsi menunjukkan masyarakat dan pemangku kepentingan menyadari pentingnya multiusaha kehutanan dalam mitigasi bencana. Namun, peran pemerintah daerah belum terintegrasi efektif sehingga fungsi mediasi tidak signifikan. Pemodelan spasial memberi dasar ilmiah memilih strategi pengelolaan lahan berbasis risiko bencana. Prioritas pada pinus, jati, dan agroforestri sejalan dengan hasil perakaran yang menunjukkan potensi ekologis dan nilai ekonomi penunjang keberlanjutan. Penelitian ini membuktikan bahwa hutan memiliki peran nyata dalam mengendalikan tanah longsor. Pertama, pohon jati dan pinus memiliki sistem perakaran berbeda namun saling melengkapi dalam fungsi mitigasi longsor. Kedua, persepsi multiusaha kehutanan berpengaruh signifikan terhadap pengendalian bencana, meskipun belum didukung kuat oleh peran pemerintah daerah dan harapan masyarakat. Ketiga, pemodelan spasial menunjukkan bahwa getah pinus, jati, dan agroforestri merupakan prioritas pengelolaan lahan berbasis kebencanaan di Kabupaten Sukabumi. Temuan ini menegaskan pentingnya pengelolaan hutan yang terintegrasi antara aspek ekologi, sosial, dan ekonomi untuk mendukung mitigasi bencana dan keberlanjutan lingkungan sebagai salah satu strategi adaptasi perubahan iklim.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/171399
Appears in Collections:DT - Forestry

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover_E1601211015_760abb69f60f425c81aba17b2c628388.pdfCover1.95 MBAdobe PDFView/Open
fulltext_E1601211015_fa3ec0e12b7a4d608ea67f7bc8122cf9.pdf
  Restricted Access
Fulltext4.56 MBAdobe PDFView/Open
lampiran_E1601211015_51dbaafbddca4e16a502b8e6dba9262d.pdf
  Restricted Access
Lampiran6.98 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.