Optimalisasi Pembuatan Biopelet menggunakan Limbah Kayu dan Sampah Kertas

Abstract

Sebanyak 66,84% sampah di Indonesia pada tahun 2024 belum terkelola dengan baik, salah satunya limbah serbuk kayu dan sampah kertas. Kedua bahan tersebut dapat diolah menjadi biomassa seperti biopelet sebagai sumber energi alternatif. Tujuan utama penelitian adalah untuk menentukan komposisi optimal antara kedua bahan limbah tersebut untuk menghasilkan biopelet dengan mutu terbaik. Pembuatan biopelet dengan komposisi A (serbuk kayu kamper 85% : sampah kertas 15%), B (serbuk kayu kamper 70% : sampah kertas 30%), C (serbuk kayu kamper 60% : sampah kertas 40%), dan D (serbuk kayu kamper 100%). Penentuan biopelet terbaik dilakukan melalui metode pembobotan, di mana persentase bobot diberikan kepada setiap parameter uji berdasarkan tingkat prioritasnya dalam memengaruhi kualitas biopelet. Berdasarkan penilaian tersebut, parameter dengan prioritas tertinggi hingga terendah yang digunakan adalah nilai kalor, kadar abu, kadar air, kadar zat terbang, kerapatan, dan laju pembakaran. Perlakuan terbaik sesuai dengan SNI 8020:2020 didapatkan pada perlakuan D yang memiliki kerapatan sebesar 339 kg/m3, kadar air sebesar 5,30%, kadar abu sebesar 0,54%, kadar zat terbang sebesar 79,32%, kadar karbon terikat sebesar 20,13%, nilai kalor sebesar 4362 Kkal/Kg, dan laju bakar sebesar 0,41 g/menit.

As of 2024, an estimated 66.84% of waste in Indonesia is not managed properly, including sawdust and paper waste. These two materials can be processed into biomass, such as biopellets, as an alternative energy source. The main objective of this study was to determine the optimal composition between these two waste materials to produce the best quality biopellets. The biopellets were made with the following compositions: A (85% camphor sawdust : 15% paper waste), B (70% camphor sawdust : 30% paper waste), C (60% camphor sawdust : 40% paper waste), and D (100% camphor sawdust). The best biopellet was determined using a weighting method, where a percentage weight was given to each test parameter based on its priority in influencing the quality of the biopellet. Based on this assessment, the parameters with the highest to lowest priority used were calorific value, ash content, moisture content, volatile matter content, density, and burning rate. The best treatment according to SNI 8020:2020 was obtained in treatment D, which had a density of 339 kg/m³, a moisture content of 5.30%, an ash content of 0.54%, a volatile matter content of 79.32%, a fixed carbon content of 20.13%, a calorific value of 4362 Kcal/Kg, and a burning rate of 0.41 g/minute.