Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/171161
Title: Stabilisasi Harga Cabai di Pasar Induk Kramat Jati
Other Titles: Chili Price Stabilization at Kramat Jati Main Market
Authors: Hidayat, Nia Kurniawati
Suprehatin
Wasita, Rendra
Issue Date: 2025
Publisher: IPB University
Abstract: Harga cabai di Indonesia menunjukkan fluktuasi yang tinggi dan sering kali melebihi Harga Acuan Pemerintah (HAP). Kondisi ini menimbulkan risiko bagi petani, pedagang, maupun konsumen, serta menjadi perhatian penting bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas pangan. Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) di Jakarta memainkan peran sentral dalam pembentukan harga cabai secara nasional meskipun volume pasokan yang masuk relatif kecil dibandingkan produksi nasional. Hal ini terjadi karena PIKJ merupakan pusat distribusi untuk wilayah Jabodetabek, wilayah dengan konsumsi cabai terbesar di Indonesia, serta berfungsi sebagai pasar rujukan bagi banyak daerah lain. Penelitian ini bertujuan menganalisis peramalan harga cabai di PIKJ menggunakan pendekatan Long Short Term Memory (LSTM) dan mengkaji pengaruh pasokan terhadap harga cabai dengan model Autoregressive Distributed Lag (ARDL). Data yang digunakan berupa data harian harga dan pasokan cabai rawit merah, cabai merah keriting, dan cabai merah besar di PIKJ, dilengkapi dengan wawancara mendalam/ in-depth interview terhadap pedagang dan pengelola pasar. Analisis dilakukan dengan membandingkan hasil peramalan LSTM dengan data aktual serta mengestimasi persamaan ARDL untuk melihat hubungan jangka pendek maupun jangka panjang antara harga dan pasokan. Data yang digunakan berupa data harian harga dan pasokan cabai rawit merah, cabai merah keriting, dan cabai merah besar selama periode 1 Januari 2023 – 30 September 2024. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model LSTM memiliki akurasi tinggi dalam memprediksi harga cabai, dengan tingkat kesalahan relatif rendah (MAPE < 10%) dan visualisasi prediksi yang hampir berhimpitan dengan harga aktual. Sebagai contoh, pada tanggal 1 Oktober 2024 harga aktual cabai rawit merah sebesar Rp 32.000,- per kg, sedangkan harga prediksi sebesar Rp 28.450,- per kg (nilai eror sebesar 11%). Akan tetapi, jika memperhitungkan nilai eror dari seluruh titik prediksi menghasilkan nilai MAPE 7%. Temuan ini mengindikasikan bahwa LSTM mampu menangkap pola musiman, tren jangka pendek, serta gejolak harga harian cabai, sehingga dapat berfungsi sebagai sistem peringatan dini (early warning system) bagi pemerintah maupun pedagang. Sementara itu, hasil estimasi ARDL menunjukkan bahwa harga cabai di PIKJ dipengaruhi oleh pasokan cabai itu sendiri serta harga dan pasokan cabai jenis lain yang bersifat substitusi. Misalnya, kenaikan pasokan cabai merah keriting secara signifikan menurunkan harganya, sedangkan kenaikan harga cabai merah keriting berpengaruh positif terhadap harga cabai rawit merah. Hal ini menegaskan adanya hubungan substitusi antar jenis cabai di pasar. Selain itu, hasil ARDL juga menunjukkan bahwa penyesuaian harga cabai berlangsung cukup cepat ketika terjadi deviasi dari keseimbangan jangka panjang. Implikasi kebijakan dari temuan ini adalah pentingnya intervensi pemerintah yang bersifat simultan antar jenis cabai, bukan hanya fokus pada satu komoditas saja. Saat harga berada di atas Harga Acuan Pemerintah (HAP), langkah yang dapat dilakukan adalah distribusi cabai dari sentra produksi dan subsidi biaya ii transportasi. Sebaliknya, saat harga berada di bawah HAP, strategi yang dapat ditempuh adalah pengurangan pasokan ke PIKJ dan penyerapan surplus oleh pemerintah, misalnya melalui program cadangan pangan. Selain itu, hasil penelitian juga menekankan perlunya pengembangan sistem informasi pasokan berbasis data yang lebih rinci, mengingat pencatatan inbound–outbound logistics di PIKJ masih sangat terbatas dan desentralistis. Pada akhirnya, penelitian ini memberikan kontribusi pada pemahaman dinamika harga cabai di PIKJ melalui pendekatan gabungan LSTM dan ARDL. Temuan empiris ini dapat dijadikan dasar bagi perumusan kebijakan stabilisasi harga cabai yang lebih tepat sasaran, baik melalui sistem peringatan dini berbasis peramalan maupun melalui intervensi distribusi dan pasokan lintas komoditas. Kata Kunci: ardl, harga cabai, lstm, pasokan cabai, stabilisasi harga
Chili prices in Indonesia exhibit high volatility and often exceed the Government Reference Price (HAP). This condition creates risks for farmers, traders, and consumers, and it remains a major concern for the government in maintaining food stability. The Kramat Jati Wholesale Market (PIKJ) in Jakarta plays a central role in shaping national chili prices, even though its supply volume is relatively small compared to national production. This influence arises because PIKJ serves as the primary distribution hub for the Greater Jakarta (Jabodetabek) area, the largest chili consumption region in Indonesia and functions as a reference market for many other regions. The results showed that the LSTM model achieved high accuracy in predicting chili prices, with a relatively low error rate (MAPE < 10%) and forecast visualizations that closely aligned with actual prices. For example, on October 1, 2024, the actual price of red cayenne pepper was Rp 32,000 per kg, while the predicted price was Rp 28,450 per kg (an error of 11%). However, calculating the error values from all prediction points yields a MAPE of 7%. These findings indicated that LSTM successfully captured seasonal patterns, short-term trends, and daily price fluctuations, making it suitable as an early warning system for both the government and traders. Meanwhile, the ARDL estimation revealed that chili prices at PIKJ were influenced not only by their own supply but also by the prices and supply of substitute chili varieties. For example, an increase in the supply of curly red chili significantly reduced its price, while an increase in the price of curly red chili positively affected the price of red cayenne chili. The ARDL results also showed that price adjustments occurred relatively quickly when deviations from long-run equilibrium emerged. The policy implications of this study are that government interventions should be designed simultaneously across chili varieties rather than focusing on a single commodity. When prices rise above the Government Reference Price (HAP), effective measures include distributing chili from production centers and providing transportation subsidies. Conversely, when prices fall below HAP, strategies may include reducing supply to PIKJ and absorbing surplus stocks through government food reserve programs. Moreover, the study highlighted the urgent need to develop a more detailed, data-driven supply information system, given the limited and decentralized recording of inbound–outbound logistics at PIKJ. Overall, this research contributes to a better understanding of chili price dynamics at PIKJ through the combined application of LSTM and ARDL approaches. Its empirical findings provide a practical basis for formulating more targeted chili price stabilization policies, both through forecast-based early warning systems and cross-commodity supply interventions. Keywords: ardl, chili price, lstm, supply chain, volatility
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/171161
Appears in Collections:MT - Economic and Management

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover_H4503221003_b6fd06ab83134a318df8907d477044f2.pdfCover1.81 MBAdobe PDFView/Open
fulltext_H4503221003_f48826e3cb5348a5a7f52bbc00efbbd9.pdf
  Restricted Access
Fulltext4.96 MBAdobe PDFView/Open
lampiran_H4503221003_0ba66d8c78d9402f853fc0bcb8551f7c.pdf
  Restricted Access
Lampiran1.89 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.