Aplikasi Pewarna Jamur Tiram Putih (Pleurotus sp. Isolat HS) pada Berbagai Serat dan Benang

Abstract

Cendawan memiliki potensi sebagai alternatif pengganti pewarna sintetis. Salah satu jamur yang banyak ditemukan di Indonesia dan belum banyak diteliti mengenai potensi dan zat warnanya adalah genus Pleurotus. Penelitian ini bertujuan mengekstraksi jamur tiram putih (Pleurotus sp. isolat HS) untuk mengetahui potensinya sebagai zat warna dan aplikasinya pada bahan tekstil, khususnya serat alam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu produksi tubuh buah jamur tiram putih, ekstraksi tubuh buah jamur selama 8 minggu, pengukuran emisi fluoresensi ekstrak jamur, aplikasi ekstrak jamur pada serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS), serat rotan, serat pisang, benang wol, dan benang katun. Pengukuran daya serap warna dilakukan dengan cara menghitung luminansi atau intensitas cahaya yang dipantulkan kembali oleh bidang permukaan bahan. Hasil ekstraksi pewarna tubuh buah jamur selama 8 minggu menghasilkan larutan berwarna jingga kecoklatan, tanpa ada perubahan warna di tiap minggunya. Pengukuran emisi fluoresensi larutan ekstrak jamur Pleurotus selama 8 minggu menunjukkan panjang gelombang optimum berkisar antara 502 – 509 nm. Hasil pewarnaan menunjukkan daya serap tertinggi pada serat pisang dengan persentase perubahan luminansi sebesar 30,26% dan daya serap terendah pada benang katun sebesar 10,03%.

Fungi have the potential to serve as an alternative dye to replace synthetic dyes. One of the mushroom genera commonly found in Indonesia but still underresearched in terms of its dye potential and pigment composition is Pleurotus. This study aims to extract white oyster mushrooms (Pleurotus sp. HS isolate) to assess their potential as a dye and their application to textile materials, particularly natural fibers. The methods used in this study include white oyster mushroom fruiting body production, fruiting body extraction for eight weeks, fluorescence emission measurement of the extract, and application of the extract on empty fruit bunch (EFB) fibers, rattan fibers, banana fibers, wool yarns, and cotton yarns. The color absorption was measured by calculating luminance or the intensity of light reflected from the material's surface. The extraction of the mushroom fruiting body dye resulted in an orange-brown solution with no color change over time. The fluorescence emission measurement of the Pleurotus extract over eight weeks showed an optimum wavelength ranging from 502 to 509 nm. The dyeing results indicated the highest color absorption on banana fibers, with a luminance change percentage of 30.26%, and the lowest on cotton yarns, with a percentage of 10.03%.