Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/170963
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorKhomsan, Ali-
dc.contributor.advisorDwiriani, Cesilia Meti-
dc.contributor.authorFatimah, Hana-
dc.date.accessioned2025-08-29T06:24:15Z-
dc.date.available2025-08-29T06:24:15Z-
dc.date.issued2025-
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/170963-
dc.description.abstractMasalah kemiskinan merupakan bagian dari tantangan besar negara maju dan negara berkembang yang dapat memengaruhi segala aspek rumah tangga Kabupaten Cianjur sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang mendapatkan mandat Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Indonesia. Ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi ketika kebutuhan pangan dapat dipenuhi mulai dari tingkat nasional hingga individu, yang ditandai dengan ketersediaan pangan dalam jumlah dan mutu yang memadai, aman, beragam, bergizi, merata, terjangkau, serta sesuai dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga mendukung kehidupan sehat, aktif, dan produktif secara berkesinambungan (Sutrisno 2022). Penelitian ini merupakan comparative study dengan menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada 12-20 Februari 2025 pada rumah tangga miskin kota dan desa yang tinggal di Kabupaten Cianjur dan telah mendapat Persetujuan Etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang No. 761/KE/11/2024. Responden pada penelitian ini merupakan ibu rumah tangga dengan subjek balita kota dan desa di Cianjur, Jawa Barat. Kriteria inklusi responden yaitu penduduk asli dan menetap di kota dan desa terpilih, penerima bantuan sosial (bansos)/program keluarga harapan (PKH)/penerima beras miskin (raskin), memiliki anak balita, dan mengisi informed consent. Jumlah responden yang diambil sebanyak 126 responden yang terdiri dari 64 responden di kota dan 62 responden di desa. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang meliputi karakteristik rumah tangga (usia ibu, usia ayah, pendidikan terakhir ibu, pendidikan terakhir ayah, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, jumlah anggota keluarga), karakteristik subjek (usia, jenis kelamin), pendapatan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, status gizi balita, status gizi ibu, pola konsumsi (kebiasaan makan, asupan gizi balita, asupan gizi ibu, keragaman pangan keluarga, preferensi pangan keluarga), ketahanan pangan, pengetahuan gizi ibu, efikasi diri ibu, dan strategi food coping keluarga. Data ketahanan pangan rumah tangga dikumpulkan dengan wawancara menggunakan indikator Household Food Insecurity Access Scale (HFIAS). Data asupan gizi balita dikumpulkan melalui metode food recall balita 1x24. Data asupan gizi ibu dikumpulkan melalui metode food recall ibu 2x24 jam. Data keragaman pangan dan preferensi pangan keluarga dikumpulkan melalui wawancara Food Frequency Questionnare (FFQ). Analisis yang digunakan adalah uji deskriptif Chi-square test, independent t-test, dan Mann-Whitney test. Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas orang tua memiliki tingkat pendidikan rendah. Sebagian besar ayah di kota (42,2%) dan desa (53,2%) memiliki pendidikan terakhir jenjang SD/MI/sederajat. Sebagian besar ibu di kota (43,8%) dan desa (58,1%) juga memiliki pendidikan terakhir jenjang SD/MI/sederajat. Balita yang tergolong stunting lebih banyak ditemukan di kota (37,4%) dibandingkan desa (32,2%). Balita dengan underweight juga lebih tinggi di kota (32,8%) dibandingkan di desa (22,5%). Status gizi ibu menunjukkan sebagian besar normal di kota (45,3%), namun obesitas lebih dominan di desa (40,3%). Ketahanan pangan rumah tangga secara umum tergolong rendah di kedua wilayah dan didominasi oleh kategori rawan pangan ringan (Kota: 23,4%; Desa: 43,5%), rawan pangan sedang (Kota: 35,9%; Desa: 25,8%), dan rawan pangan berat (Kota: 32,8%; Desa: 27,4%). Kebiasaan makan menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga baik di kota maupun desa terbiasa selalu sarapan (70,6%), makan dua kali sehari (59,5%), makan bersama keluarga (38,9%), dan memasak sendiri di rumah (50%). Konsumsi lauk hewani (42,9%) selalu diolah dengan cara digoreng atau ditumis (66,7%). Konsumsi sayuran dilakukan kadang-kadang (41,3%) yang rata-rata dikonsumsi dalam bentuk sayur bening atau ditumis (79,4%), sedangkan konsumsi buah (50,8%) dan makanan cepat saji (54%) tergolong jarang. Tingkat kecukupan energi balita di kota (80%) dan di desa (84,3%) termasuk kategori baik. Tingkat kecukupan protein balita di kota (102,3%) dan di desa (107,7%) termasuk kategori baik. Asupan zat gizi mikro seperti zat besi (53,4%), fosfor (49,3%), dan kalsium (25,2%) masih jauh di bawah angka kecukupan. Tingkat kecukupan energi (70%), protein (69%), zat besi (39,9%), fosfor (34,3%), dan kalsium (14,2%) pada ibu tergolong rendah. Nasi merupakan makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi (100%) setiap hari oleh seluruh rumah tangga (100%) dengan frekuensi dua kali sehari. Ikan asin dikonsumsi oleh lebih banyak rumah tangga di desa (85,5%) dibanding kota (68,8%) dengan frekuensi 2–3 kali seminggu. Telur ayam lebih banyak dikonsumsi di kota (96,9%) sebanyak lima kali seminggu dibandingkan di desa (87,1%) sebanyak dua kali seminggu. Konsumsi makanan pada rumah tangga miskin di kota dan desa tergolong sebagian besar beragam. Tahu paling banyak dikonsumsi di kota (96,9%) dan desa (95,2%) sebanyak 2–4 kali per minggu. Sayuran wortel dikonsumsi oleh mayoritas rumah tangga di kota (68,8%) dan desa (71%) sebanyak 1–2 kali per minggu. Pisang adalah buah yang sering dikonsumsi oleh mayoritas rumah tangga kota (70,3%) dan desa (66,1%) sebanyak 1–2 kali per minggu. Biskuit merupakan jenis jajanan yang paling banyak dikonsumsi (73,8%) oleh rumah tangga di kedua wilayah. Teh merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi (62,7%) secara rutin sebanyak 2–3 kali seminggu. Sebagian besar ibu memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik di kota (60,9%) maupun desa (64,5%), namun efikasi diri ibu terhadap konsumsi pangan keluarga masih tergolong rendah di kedua wilayah, baik di kota (93,8%) dan di desa (93,5%). Efikasi diri terhadap konsumsi pangan balita lebih tinggi di desa (93,5%) dibandingkan di kota (92,2%) walaupun keduanya masih didominasi kategori rendah. Efikasi diri juga merupakan variabel yang paling memengaruhi ketahanan pangan rumah tangga (p = 0,013; OR = 53,616; 95% CI: 2,304–1247,942). Strategi food coping yang digunakan oleh rumah tangga miskin di kota (62,5%) dan desa (67,7%) sebagian besar tergolong rendah. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk pemerintah melakukan intervensi sesuai dengan permasalahan ketahanan pangan yang masih mencerminkan rawan pangan di kota dan desa. Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian dengan desain yang berbeda, seperti desain kohort untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko lain yang menimbulkan kerawanan pangan dan asupan gizi kurang di kota maupun desa.-
dc.description.sponsorshipNeys-van Hoogstraten Foundation (NHF) the Netherlands-
dc.language.isoid-
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleAnalisis Ketahanan Pangan, Efikasi Diri, Food Coping, dan Status Gizi Balita pada Rumah Tangga Miskin di Cianjurid
dc.title.alternativeAnalysis of Food Security, Self-Efficacy, Food Coping, and Children’s Nutritional Status of Poor Households in Cianjur-
dc.typeTesis-
dc.subject.keyworddesaid
dc.subject.keywordketahanan panganid
dc.subject.keywordkotaid
dc.subject.keywordRumah Tanggaid
Appears in Collections:MT - Human Ecology

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover_I1504231019_cc35994c2bc64d409959f73f3fb0000a.pdfCover2.21 MBAdobe PDFView/Open
fulltext_I1504231019_ced53cba15704347bfa4d7f1a446874e.pdf
  Restricted Access
Fulltext3.31 MBAdobe PDFView/Open
lampiran_I1504231019_123bb1f7204d4eebbd129c8756005c3a.pdf
  Restricted Access
Lampiran2.21 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.