Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/170696
Title: Analisis Genetik Ketahanan Pecah Polong pada Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)
Other Titles: Genetic Analysis of Pod-shattering in Mungbean (Vigna radiata (L.) Wilczek)
Authors: Sutjahjo, Surjono Hadi
Wirnas, Desta
Suwarno, Willy Bayuardi
Kusumo, Yudiwanti Wahyu Endro
Hapsari, Ratri Tri
Issue Date: 2025
Publisher: IPB University
Abstract: Kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek) merupakan komoditas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein nabati murah untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Salah satu faktor pembatas produksi kacang hijau adalah kehilangan hasil akibat pecah polong. Upaya untuk mengurangi kehilangan hasil kacang hijau dapat dilakukan melalui perakitan varietas tahan pecah polong. Keberhasilan program pemuliaan kacang hijau bergantung pada ketersediaan variasi genetik untuk sifat-sifat yang ditargetkan dan penerapan metode seleksi yang efektif dan efisien. Pecah polong merupakan peristiwa terbukanya polong masak yang menyebabkan biji tanaman tersebar keluar saat tanaman mencapai umur masak atau selama panen. Pecah polong telah banyak diteliti pada tanaman legume seperti pada kedelai, kacang merah, kacang panjang dan kacang adzuki. Hingga saat ini, penelitian pecah polong pada kacang hijau masih terbatas dan belum banyak yang mengkaji hubungan ketahanan pecah polong dengan karakter morfo-agronomi, pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan (G×E), dan pewarisan sifatnya, khususnya menggunakan materi genetik kacang hijau asal Indonesia. Serangkaian penelitian dilakukan sebagai informasi dasar dalam perakitan varietas kacang hijau tahan pecah polong. Penelitian mencakup tiga percobaan. Percobaan pertama bertujuan untuk mendapatkan informasi keragaman sifat ketahanan pecah polong dan morfo-agronomi kacang hijau serta mengevaluasi genotipe melalui pendekatan seleksi multivariat dan multisifat. Percobaan dilakukan di Malang pada bulan Agustus-Desember 2022. Percobaan menggunakan 58 genotipe dalam rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) augmented. Evaluasi karakter pecah polong dilakukan secara alami dan metode oven. Keragaman genetik 58 genotipe kacang hijau yang diamati cukup luas untuk karakter pecah polong dan morfo-agronomi. Koefisien kemiripan antar genotipe berkisar antara 0,39-0,96. Tiga komponen utama (KU) pertama menyumbang variasi kumulatif sebesar 68%. Lima karakter yang paling berkontribusi terhadap variabilitas genetik pada ketiga KU tersebut adalah jumlah cluster, jumlah polong isi, polong tidak pecah secara alami, bobot 100 biji, dan umur masak. Terpilih 12 genotipe berdasarkan 12 karakter menggunakan metode seleksi MGIDI (Multi-Trait Genotype–Ideotype Distance Index), yaitu G15 (MLGV 0829), G24 (T-131), G30 (MLGV 0377), G11 (MLGV 1066), G18 (MLGV1075), G40 (Walet), G36 (No. 129), G43 (Sriti), G28 (MLGV0350), G29 (MLGV 0371), G21 (P-81), dan G45 (Kenari). Genotipe-genotipe tersebut dapat dipertimbangkan sebagai tetua dalam program pemuliaan ketahanan terhadap pecah polong dengan performa agronomi yang baik. Percobaan kedua bertujuan untuk memperoleh informasi pengaruh interaksi G×E karakter pecah polong dan potensi hasil tinggi kacang hijau serta memperoleh informasi karakter morfo-agronomi, anatomi dan biokimia terkait ketahanan kacang hijau terhadap pecah polong. Percobaan dilakukan di dua lokasi (Malang dan Probolinggo) dan dua musim (MK 1 dan MK2) pada bulan Februari-Agustus 2023. Percobaan menggunakan 40 genotipe dalam RKLT dengan tiga ulangan. Evaluasi karakter pecah polong dilakukan dengan metode oven. Terdapat interaksi G×E secara signifikan yang mempengaruhi karakter pecah polong dan hasil biji kacang hijau di empat lingkungan uji. Lingkungan E3 (Probolinggo-MK1) menunjukkan kemampuan yang kuat dalam membedakan polong tidak pecah antar genotipe, sedangkan lingkungan E1 (Malang-MK1) dapat membedakan potensi hasil genotipe-genotipe kacang hijau unggul berdasarkan analisis GGE biplot. Genotipe G8 (MLGV 0377), G10 (MLGV 0371), G21 (MLGV 1052), G31 (Murai), dan G36 (Vima 3) diidentifikasi sebagai genotipe potensial karena ketahanannya yang stabil terhadap pecah polong didukung oleh hasil biji tinggi dan stabil pada semua parameter stabilitas yang diuji. Korelasi positif yang signifikan antara sifat lebar polong dan polong tidak pecah menunjukkan bahwa genotipe dengan polong yang lebih besar cenderung memiliki ketahanan terhadap sifat pecah polong. Studi terkait struktur anatomi kulit dan biokimia kacang hijau dilakukan pada genotipe tahan (No.129, Sriti, dan Vima 3) dan genotipe peka (Vimil 1, Vimil 2, dan Vima 2) pada lingkungan E3 untuk mengetahui mekanisme sifat pecahnya polong pada kacang hijau. Secara anatomi, genotipe tahan cenderung memiliki vascular bundle lebih lebar, dan fiber cap cell lebih sempit. Secara biokimia, diketahui genotipe tahan memiliki kadar lignin lebih rendah dibandingkan genotipe peka. Jika dikaitkan dengan karakter morfo-agronomi, maka diketahui bahwa sifat polong tidak pecah berkorelasi positif nyata dengan sifat tebal polong, lebar polong, panjang polong, bobot 100 biji, tinggi tanaman, umur berbunga, dan lebar vascular bundle. Korelasi negatif nyata diketahui terdapat antara polong tidak pecah dengan kadar lignin, lebar FCC, jumlah polong/tanaman, dan jumlah polong isi/tanaman. Percobaan ketiga bertujuan untuk memperoleh informasi pola pewarisan sifat pecah polong kacang hijau. Populasi persilangan (No.129×Vimil 2) dan (Vima 3×Vimil 2) dianalisis menggunakan nilai tengah enam generasi (P1, P2, F1, BCP1, BCP2, dan F2). Evaluasi pecah polong dilakukan dengan metode oven. Berdasarkan percobaan ini, diketahui bahwa pewarisan model genetik polong tidak pecah diduga melibatkan aksi gen non-aditif dengan interaksi gen yang kompleks. Terdapat aksi gen epistasis atau interaksi antar lokus (non-alelik) pada pola pewarisan sebagian besar sifat yang diamati. Implikasi dari keseluruhan penelitian yang dilakukan diantaranya adalah informasi ketahanan pecah polong yang melibatkan beragam latar belakang genetik, termasuk didalamnya varietas unggul dapat menjadi informasi praktis bagi pengguna dalam memilih varietas tahan pecah polong. Genotipe yang terseleksi menggunakan pendekatan MGIDI dan parameter stabilitas dapat dipertimbangkan sebagai tetua dalam program perakitan varietas unggul kacang hijau tahan pecah polong. Kacang hijau yang tahan pecah polong, cenderung memiliki polong tebal, polong yang lebar dan panjang, umur berbunga lebih dalam, tanaman yang tinggi, jumlah polong isi dan jumlah polong total rendah, serta vascular bundle yang lebar, fiber cap cell sempit dan kadar lignin yang lebih rendah.
Mungbean is a potential commodity that can be exploited as an inexpensive supplier of plant-based protein for promoting national food security. One of the limiting factors in mungbean production is yield loss due to pod shattering. Yield losses in mungbean can be mitigated through the development of pod shatter-resistant varieties. The success of mungbean breeding programs depends on the availability of genetic variation for targeted traits and the application of effective and efficient selection methods. Pod shattering refers to the dehiscence of mature pods, resulting in seed dispersal either at plant maturity or during harvest. This phenomenon has been widely studied in leguminous crops such as soybean, common bean, cowpea, and adzuki bean. However, research on pod shattering in mungbean remains limited. However, limited attention has been given to understanding the relationship between pod shattering resistance and morpho-agronomic traits, the influence of genotype-by-environment (G×E) interactions, and the genetic inheritance of this characteristic—particularly in the context of mungbean genotype originating from Indonesia. A series of studies was conducted to provide basic information for the development of mungbean varieties resistant to pod shattering. The research comprised three experiments. The first experiment aimed to assess the diversity of pod shattering resistance and morpho-agronomic traits in mungbean, as well as to evaluate genotypes using multivariate and multi-trait selection approaches. This experiment was carried out in Malang from August to December 2022, involving 58 genotypes arranged in an augmented randomized complete block design (RCBD). Pod shattering was evaluated both under natural conditions and using the oven method. The 58 mungbean genotypes exhibited broad genetic variability in pod shattering resistance and morpho-agronomic characteristics. The similarity coefficient between genotypes ranges from 0.39 to 0.96. Three principal components (PCs) accounted for a cumulative variation of 68%. The five traits that contributed most to genetic variability in the first three PC were number of clusters, number of filled pods, natural pod shattering resistance, hundred seed weight, and days to maturity. Based on 12 traits, 12 genotypes were selected using the MGIDI (Multi-Trait Genotype–Ideotype Distance Index) selection method: G15 (MLGV 0829), G24 (T-131), G30 (MLGV 0377), G11 (MLGV 1066), G18 (MLGV1075), G40 (Walet), G36 (No. 129), G43 (Sriti), G28 (MLGV0350), G29 (MLGV 0371), G21 (P-81), dan G45 (Kenari). These genotypes are considered promising candidates for use as parental lines in mungbean breeding programs. The second experiment aimed to investigate the effects of G×E interactions on pod shattering and high-yield potential in mungbean. It also aimed to characterize the morpho-agronomic, anatomical, and biochemical traits associated with resistance to pod shattering. The experiment was conducted across two locations (Malang and Probolinggo) and two growing seasons (dry season 1 and dry season 2) from February to August 2023. A total of 40 genotypes were evaluated using an RCBD with three replications. Pod shattering traits were assessed using the oven method. A significant G×E interaction was observed, influencing both pod shattering and seed yield across the four test environments. Among them, environment E3 (Probolinggo–Dry Season 1) demonstrated strong discriminative ability for identifying genotypes with non-shattering pods, while environment E1 (Malang–Dry Season 1) was effective in differentiating genotypes based on yield potential, as revealed by GGE biplot analysis. Genotypes G8 (MLGV 0377), G10 (MLGV 0371), G21 (MLGV 1052), G31 (Murai), and G36 (Vima 3) were identified as promising candidates due to their stable resistance to pod shattering and consistently high seed yield across all tested environments and stability parameters. A significant positive correlation between pod width and pod shattering was also observed, indicating that genotypes with wider pods tend to exhibit greater resistance to pod shattering. Studies on the anatomical structure and biochemical composition of the pod wall in mungbean were conducted on resistant genotypes (No. 129, Sriti, and Vima 3) and susceptible genotypes (Vimil 1, Vimil 2, and Vima 2) under the E3 environment to investigate the mechanism of pod shattering in mungbean. Anatomically, resistant genotypes tend to have wider vascular bundles and narrower fiber cap cells. Biochemically, resistant genotypes are known to have lower lignin content than susceptible genotypes. When examined in relation to morpho-agronomic traits, the non-shattering pod characteristic was positively correlated with pod thickness, pod width, pod length, 100-seed weight, plant height, flowering time, and vascular bundle width. Conversely, significant negative correlations were observed between pod shattering resistance and lignin content, FCC width, number of pods per plant, and number of filled pods per plant. The third experiment aimed to investigate the inheritance pattern of pod shattering in mungbean. Two cross populations, No. 129 × Vimil 2 and Vima 3 × Vimil 2, were analyzed based on the mean values of six generations: P1, P2, F1, BCP1, BCP2, and F2. Pod shattering was assessed using the oven method. The results indicated that the inheritance of pod shattering is thought to involve non-additive gene action, involving complex genetic interactions. There is epistasis or interaction between loci (non-allelic) in the inheritance pattern of most observed traits. The findings of this study provide valuable insights into pod shattering resistance across diverse genetic backgrounds, including high-yielding genotypes, offering practical guidance for users in selecting pod shattering-resistant varieties. Genotypes identified through the MGIDI and stability parameters can be considered as potential parental lines in breeding programs aimed at developing high-yielding, pod-shattering-resistant mungbean varieties. Resistant genotypes are generally characterized by thick, wide, and long pods; longer flowering; taller plants; a lower number of filled and total pods, as well as wide vascular bundles, narrow fiber cap cells, and lower lignin content.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/170696
Appears in Collections:DT - Agriculture

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover_A2603202005_b2f3f72d8fc348f4a6c95e6d4e3165a2.pdfCover595.81 kBAdobe PDFView/Open
fulltext_A2603202005_ed82909e2e514f5cb80757dba3d95066.pdf
  Restricted Access
Fulltext2.44 MBAdobe PDFView/Open
lampiran_A2603202005_21bb154f9d014b858de924316a319852.pdf
  Restricted Access
Lampiran364.62 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.