Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/170674
Title: Model Konseptual Tata Kelola Tanah Ulayat Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal di Provinsi Sumatera Barat
Other Titles: 
Authors: Zain, Alinda Fitriany Malik
Soetarto, Endriatmo
Ekayani, Meti
Widiatmaka
Irawan, Bimbi
Issue Date: 2025
Publisher: IPB University
Abstract: Pengelolaan tanah ulayat di Sumatera Barat menghadapi tekanan akibat modernisasi ekonomi dan intervensi negara. Tanah ulayat merupakan milik komunal yang diwariskan menurut sistem matrilineal dan memiliki makna sebagai simbol identitas, struktur sosial, dan eksistensi adat istiadat. Namun, pembangunan dan kepentingan ekonomi negara, mendorong keterlibatan pihak eksternal seperti korporasi yang menyebabkan tergesernya peran Masyarakat Hukum Adat (MHA). Kondisi ini memunculkan berbagai konflik agraria, kerusakan lingkungan, dan melemahnya kelembagaan adat. Kebijakan negara lebih menekankan pada privatisasi dan hak individual, tanpa mengakomodasi sistem komunal dan prinsip-prinsip adat Minangkabau yang tidak mengenal jual beli atas tanah ulayat, sehingga masyarakat kehilangan akses terhadap tanah, mengalami kerugian ekonomi, dan terkadang bahkan mengalami kehilangan identitas kultural karena pelepasan hak atas tanah mereka. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model konseptual tata kelola tanah ulayat berkelanjutan berbasis kearifan lokal di Provinsi Sumatera Barat. Tahapan dalam penelitian ini yaitu melakukan analisis dampak kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak eksternal terhadap MHA; melakukan pemetaan aktor dan fungsi kearifan lokal dalam pengelolaan saat ini; melakukan analisis keberlanjutan pengelolaan tanah ulayat; dan merumuskan model konseptual tata kelola tanah ulayat berkelanjutan berbasis kearifan lokal yang dilakukan pihak eksternal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mix-method dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, Interpretative Structural Modeling, Rap-Communal-Land, dan pendekatan Soft System Methodology versi Checkland. Analisis dampak pengelolaan tanah ulayat oleh pihak eksternal menunjukkan dampak multidimensi bagi MHA. Secara sosial, masyarakat mengalami marginalisasi karena sistem negara tidak mengakui struktur tenurial adat secara menyeluruh yang membuat hilangnya akses, kepemilikan, dan kewenangan ninik mamak terhadap tanah ulayat. Sektor perkebunan menyebabkan hilangnya eksistensi tanah ulayat yang mencapai 87,50% di Nagari Abai, Sungai Kunyit (90,91%), dan Sungai Kunyit (94,24%), serta kelistrikan dengan sistem ganti rugi yang ditolak masyarakat Nagari Batu Bajanjang, sedangkan pertambangan di Nagari Halaban dengan sistem sewa dan pariwisata di Ulakan dan Salibutan dengan sistem bagi hasil berhasil mempertahankan kepemilikan komunal. Dari aspek ekonomi, meski kegiatan ekonomi oleh pihak eksternal membawa potensi peningkatan manfaat ekonomi, namun hasilnya tidak terdistribusi secara adil. Banyak masyarakat justru kehilangan akses terhadap tanah, sehingga semakin mempersempit ruang hidup dan sumber penghidupan. Dari aspek lingkungan, kegiatan ekonomi seperti perkebunan menyebabkan kerusakan ekologis yang berdampak pada hilangnya tumbuhan yang bernilai ekonomi dan terjadinya bencana alam seperti banjir dan kekeringan. Hilangnya kepemilikan komunal dan distribusi manfaat ekonomi yang tidak adil menjadi akar konflik dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pihak eksternal di Provinsi Sumatera Barat selama ini. Aktor yang terlibat dalam sistem pengelolaan tanah ulayat sangat beragam, mulai dari masyarakat lokal, pemerintah, hingga badan usaha atau korporasi. Dalam struktur aktor ini, ninik mamak memegang otoritas tertinggi pada tahap perizinan adat, tetapi melemah saat tanah diserahkan kepada pihak eksternal. Di tahap pelaksanaan kegiatan ekonomi, dominasi berpindah ke pihak eksternal dan pemerintah sebagai pemberi legalitas. Melemahnya peran dan kewenangan aktor lokal menjelaskan bahwa tata kelola negara tidak memperhatikan aktor dan nilai lokal yang hidup di tengah MHA dan mengandung ketimpangan struktural. Di tengah melemahnya tata kelola lokal, masyarakat tetap berusaha menerapkan praktik kearifan lokal dalam berbagai bentuk, seperti siliah jariah, siriah pinang, dan sejumlah aturan adat tentang pembagian hasil. Namun, implementasi nilai-nilai ini sangat bergantung pada kekuatan modal sosial dan dukungan kelembagaan formal di nagari. Dalam banyak kasus, nilai-nilai ini dilemahkan oleh intervensi kelembagaan negara yang bersifat seragam, tidak kontekstual, dan tidak memperhatikan sistem tenurial masyarakat. Analisis keberlanjutan pengelolaan tanah ulayat melibatkan dimensi sosial, ekonomi, lingkungan, kelembagaan, dan teknologi menunjukkan bahwa keberlanjutan tercapai saat masyarakat berhasil mempertahankan hak kolektif atas tanah dan terbangunnya lembaga pengelola yang inklusif, sehingga mampu mendistribusikan manfaat sosial ekonomi secara adil bagi MHA, seperti di nagari Ulakan dan Salibutan (sektor pariwisata) dan Halaban (pertambangan). Sistem perkebunan menjadi sektor dengan nilai keberlanjutan yang paling rendah. Sungai Kunyit dan Lubuk Malako memiliki keberlanjutan yang tinggi dibandingkan Nagari Abai karena mampu mempertahankan kepemilikan komunal pada kebun plasma dan terbangunnya lembaga inkusif. Atribut kunci yang membangkitkan keberlanjutan meliputi kepemilikan tanah ulayat, kesejahteraan, pelestarian kawasan lindung, terhindar dari kekeringan, pranata hukum adat, dan teknologi meningkatkan produktivitas. Model konseptual yang dibangun dalam disertasi ini mencakup lima tahapan pengelolaan: pertama, inventarisasi tanah ulayat oleh nagari yang didukung oleh pemerintah yang bertujuan untuk memetakan kepemilikan, status hukum, dan potensi ekonomi secara partisipatif; kedua, perizinan adat melalui proses musyawarah mufakat yang dipimpin oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN) sebagai lembaga adat tertinggi di nagari; ketiga, penyerahan pengelolaan kepada pihak eksternal dengan skema saling menguntungkan dan tidak menghilangkan hak ulayat; keempat, pelaksanaan kegiatan ekonomi dengan pengawasan sosial dan lingkungan dari MHA; dan kelima, manajemen hasil serta evaluasi berkala secara partisipatif dan transparan. Model ini tidak sekedar prosedur teknokratis, melainkan alat restoratif dan transformasional yang bertujuan memperkuat posisi masyarakat hukum adat dalam tata kelola yang selama ini didominasi logika negara dan pasar. Dengan menempatkan MHA sebagai subjek utama, model ini membalik relasi kuasa dan membuka ruang deliberasi, negosiasi, serta kontrol sosial terhadap aktor negara dan pihak eksternal. Model yang disusun dengan pendekatan Soft System Methodology versi Checkland ini menjadi perangkat belajar kolektif dalam arena sosial yang sarat konflik nilai dan kepentingan. Dalam perspektif governmentality ala Foucault, model ini dapat dilihat sebagai bentuk counter governmentality, yakni pengetahuan yang tumbuh dari lokalitas dan digunakan untuk merebut kembali kedaulatan atas ruang hidup masyarakat hukum adat. Disertasi ini memberikan kontribusi pada pengembangan paradigma baru pengelolaan sumber daya agraria yang inklusif, partisipatif, dan kontekstual.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/170674
Appears in Collections:DT - Multidiciplinary Program

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover_P0602202018_b033ae99fe3a49b8a2c772f432d99ce8.pdfCover1.64 MBAdobe PDFView/Open
fulltext_P0602202018.pdf
  Restricted Access
Fulltext7.38 MBAdobe PDFView/Open
lampiran_P0602202018_7cda02f092404f7f9fdef2ee506516ab.pdf
  Restricted Access
Lampiran835.84 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.