Performa Lotus pada Lahan Basah Mengapung untuk Fitoremediasi Air Asam Tambang di PT Bukit Asam Tbk

Abstract

Air Asam Tambang (AAT) merupakan konsekuensi lingkungan dari aktivitas pertambangan batubara yang dilakukan secara terbuka. Limbah ini dicirikan oleh tingkat keasaman (pH < 4) dan konsentrasi tinggi logam berat terlarut seperti besi (Fe) dan mangan (Mn). Kondisi AAT yang bersifat toksik berpotensi menyebabkan kerusakan serius pada ekosistem perairan, mengurangi keanekaragaman hayati, dan memengaruhi kualitas air di sekitar areal penambangan. Maka, diperlukan pengelolaan AAT menjadi imperatif untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan kesehatan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang lebih ramah lingkungan, hemat biaya, dan berkelanjutan. Fitoremediasi merupakan salah satu teknik remediasi yang memanfaatkan tanaman untuk menghilangkan kontaminan dari lingkungan. Dalam penelitian ini, tanaman lotus (Nelumbo nucifera G.) akan diuji sebagai spesies yang berpotensi untuk fitoremediasi AAT. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektifitas tanaman lotus dalam sistem lahan basah mengapung untuk menurunkan kadar logam berat dan meningkatkan pH AAT di lokasi pertambangan PT Bukit Asam Tbk. Metode penelitian meliputi pra-fitoremediasi (penyemaian dan aklimatisasi benih lotus) dan konstruksi rakit apung dengan dua media tanam, yaitu bokashi dan topsoil. Pengamatan meliputi mengamati pertumbuhan morfologi lotus, perubahan lotus, perubahan pH air, dan konsentrasi logam berat. Analisis logam pada tanaman dan media menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), Inductively Coupled Plasma – Mass Spectrophotometry (ICP-MS), dan X-Ray Diffraction (XRD). Evaluasi juga mencakup perhitungan bioconcentration factor (BCF) dan translocation factor (TF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa media tanam bokashi dan topsoil secara signifikan mendukung pertumbuhan morfologi lotus. Lotus terbukti efektif menurunkan konsentrasi Fe dan Mn serta meningkatkan pH AAT. Konsentrasi Fe pada topsoil turun dari 13,69 mg/L menjadi 1,70 mg/L dan pada bokashi dari 6,04 mg/L menjadi 1,21 mg/L. Sedangkan Mn pada topsoil turun dari 28,11 mg/L menjadi 7,39 mg/L dan pada bokashi dari 14,36 mg/L menjadi 7,64 mg/L. Perhitungan BCF dan TF mengindikasikan bahwa lotus memiliki mekanisme fitoremediasi seperti fitoekstraksi atau fitostabilisasi terhadap Fe dan Mn. Analisis biaya-manfaat meunjukkan bahwa penerapan FTW berbasis lotus dengan media bokashi layak secara ekonomi. Hal ini menjadikan lotus sebagai solusi berkelanjutan dan efisien untuk rehabilitasi lingkungan pasca-tambang batubara. Penelitian ini merekomendasikan lotus dengan media bokashi dalam FTW sebagai solusi berkelanjutan untuk mengatasi pencemaran AAT.

Acid Mine Drainage (AMD) is an environmental consequence of open-pit coal mining activities. This waste is characterized by high acidity (pH < 4) and elevated concentrations of dissolved heavy metals such as iron (Fe) and manganese (Mn). The toxic nature of AMD poses a serious threat to aquatic ecosystems, reduces biodiversity, and affects water quality in areas surrounding mining operations. Therefore, effective AMD management is imperative to ensure environmental sustainability and safeguard public health in mining regions. Environmentally friendly, cost-effective, and sustainable solutions are urgently needed. Phytoremediation is one remediation technique that utilizes plant to remove contaminants from the environment. In this study, lotus (Nelumbo nucifera G.) is evaluated as a potential species for AMD phytoremediation. The research aims to asses the effectiveness of lotus in a floating wetland system for reducing heavy metal concentrations and increasing AMD pH at the mining site of PT Bukit Asam Tbk. The research methodology includes pre-phytoremediation activities (lotus seed germination and acclimatization) and the construction of floating rafts with two types of growing media: bokashi and topsoil. Observation cover lotus morphological growth, changes in lotus condition, water pH variation, ad heavy metal concentrations. Metal analysis in plant tissues and media was conducted using Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometry (ICP-MS), and X-Ray Diffraction (XRD). Evaluation also includes the calculation of the Bioconcentration Factor (BCF) and Translocation Factor (TF). The results indicate that bokashi and topsoil media significantly support lotus morphological growth. Lotus effectively reduced Fe and Mn concentrations and increased AMD pH. Fe concentrations in topsoil decreased from 13.69 mg/L to 1.70 mg/L, and in bokashi from 6.04 mg/L to 1.21 mg/L. Mn concentrations in topsoil decreased from 28.11 mg/L to 7.49 mg/L, and in bokashi from 14.36 mg/L to 7.64 mg/L. BCF and TF calculations suggest that lotus exhibits phytoremediation mechanisms such as phytoextraction and phytostabilization for Fe and Mn. A cost-benefit analysis shows that implementing lotus-based FTW with bokashi media is economically feasible. This positions lotus as a sustainable and efficient solution for post-coal mining environmental rehabilitation. The study recommends lotus with bokashi media in FTW systems as a sustainable approach to mitigate AMD pollution.