Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/170632Full metadata record
| DC Field | Value | Language |
|---|---|---|
| dc.contributor.advisor | Setiawan, Budi | - |
| dc.contributor.advisor | Nasution, Zuraidah | - |
| dc.contributor.advisor | Astawan, Made | - |
| dc.contributor.author | Widyastuti, Rini | - |
| dc.date.accessioned | 2025-08-27T08:12:28Z | - |
| dc.date.available | 2025-08-27T08:12:28Z | - |
| dc.date.issued | 2025 | - |
| dc.identifier.uri | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/170632 | - |
| dc.description.abstract | Tren pola makan berbasis nabati terus mengalami peningkatan seiring dengan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Meski pola makan nabati berpotensi terhadap peningkatan kesehatan, namun dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti defisiensi asupan protein dan ketidakseimbanan asupan asam amino, defisiensi Fe dan vitamin B12. Tempe yang merupakan makanan olahan kedelai asli Indonesia dapat menjadi alternatif pilihan sumber protein bagi kelompok vegan karena tingginya kandungan protein, serta ketersediaan vitamin B12. Namun, ketersediaan kedelai sebagai bahan baku tempe di Indonesia belum mencukupi kebutuhan dan masih didominasi oleh impor kedelai. Padahal sebetulnya terdapat jenis kacang-kacang lokal yang dapat diolah menjadi tempe salah satunya seperti kacang gude. Kacang gude (Cajanus cajan) merupakan jenis kacang lokal yang memiliki toleransi tinggi terhadap kekeringan. Jika dibandingkan dengan jenis kacang lokal lain, kacang gude memiliki kandungan tinggi protein (>20%), zat besi (Fe), serat pangan dan senyawa bioaktif yang memiliki potensi terapeutik. Pemanfaatan kacang gude sebagai bahan substitusi dalam pembuatan tempe kedelai diharapkan dapat berpotensi mengatasi tantangan ketersediaan bahan baku tempe, serta menjadi pilihan alternatif sumber protein bergizi tinggi bagi vegan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pemanfaatan kacang gude sebagai bahan substitusi pada produksi tempe, dengan fokus pada karakteristik fisik, kandungan gizi, sifat antioksidan, serta pertimbangan penerimaan panelis dan karakteristik sensori. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan desain percobaan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu variasi kombinasi kedelai dan kacang gude (%) pada setiap formula, yaitu: F1 (60:40), F2 (50:50), dan F3 (40:60). Penelitian ini meliputi beberapa tahapan yaitu pemilihan bahan baku, penentuan formula, pembuatan produk. Selanjutnya dilakukan evaluasi sensori pada tempe, analisis sifat fisik, analisis kandungan kimia serta penentuan formula terbaik berdasarkan kesukaan panelis dan kandungan gizi untuk dilanjutkan uji deskriptif. Analisis fisik meliputi pertumbuhan miselium, daya iris, warna, dan rendemen. Evaluasi kandungan gizi meliputi air, abu, lemak, protein, karbohidrat, serat pangan, vitamin B12, Fe dan bioaksesibilitasnya, daya cerna protein in-vitro, profil asam amino dan estimasi PDCAAS. Senyawa bioaktif yang analisis yaitu total kandungan fenolik dan flavonoid, serta aktivitas antioksidan menggunakan uji penangkapan radikal DPPH (konsentrasi ekstrak 10 g/L). Evaluasi sensoris meliputi uji hedonik dan mutu hedonik serta uji deskriptif pada formula terbaik menggunakan metode konsensus. Hasil penelitian ini menunjukkan semua formula tempe yang dihasilkan menghasilkan kualitas fisik yang baik meliputi pertumbuhan miselium yang baik, kecenderungan warna menggelap seiring penambahan rasio kacang gude serta daya iris dan rendemen yang tidak berbeda signifikan antar sampel. Hampir seluruh formula memiliki kandungan gizi yang telah memenuhi persyaratan SNI tempe kedelai kecuali kandungan lemak pada F2 dan F3 yang berada dibawah standar (>7%). Peningkatan kandungan kacang gude secara signifikan (p < 0,05) meningkatkan aktivitas antioksidan (53,44 – 77,99%), total fenolik (13,26 – 15,92 %), dan flavonoid (5,17 – 6,78 %), namun mengurangi bioaksesibilitas besi dan kandungan serat pada substitusi tertinggi (F3). Kandungan asam amino seluruh formula cukup lengkap dengan asam amino pembatas utama yakni metionin (4,44 – 5,91 mg/g). Kecenderungan peningkatan daya cerna protein ditunjukkan seiring penambahan rasio kacang gude (87,73 – 88,54%), namun skor PDCAAS rendah (0,17 – 0,22) akibat rendahnya kandungan asam amino pembatas pada sampel. Analisis karakteristik sensori menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat kesukaan signifikan pada seluruh atribut tempe substitusi kacang gude F1 dan F2, namun perbedaan signifikan nampak pada sampel F3. Berdasarkan berbagai pertimbangan dari analisis sifat fisik, kandungan gizi, mutu gizi, serta penerimaan panelis maka formula terpilih pada penelitian ini yakni formula F2 (50:50). Hasil uji deskriptif sensori tempe substitusi kacang gude formula terpilih menunjukkan tempe substitusi kacang gude segar menunjukkan aroma fermentasi yang dominan, yang kemudian berkurang setelah proses penggorengan. Sementara rasa dominan pada tempe substitusi kacang gude yaitu pigeon pea-like, beany dan rasa tempe. Satu porsi tempe substitusi kacang gude formula terpilih (50 g/ 2 potong tempe ukuran sedang) memiliki kandungan energi 91 kkal, protein 9,24 g, 3,41 g lemak, 5,92 g karbohidrat, 3,83 g serat pangan, 0,44 µg vitamin B12, 4,26 mg zat besi. Kandungan gizi ini berkontribusi terhadap 3 – 4 % energi, 14 – 15% protein, 5 – 6% lemak, 1 – 2% karbohidrat, 10 – 13% serat pangan, 11% vitamin b12, 47% zat besi (laki-laki), 24% zat besi (perempuan) dari kebutuhan dewasa usia 19 – 49 tahun. Selain itu, tempe substitusi kacang gude berpotensi untuk diklaim sebagai pangan olahan sumber protein, tinggi serat, vitamin B12 dan zat besi. Secara keseluruhan, temuan penelitian ini memberikan gambaran bahwa tempe substitusi kacang gude ini dapat dijadikan sebagai sumber protein tambahan untuk vegan. Namun, keterbatasan terhadap kualitas protein yang rendah pada produk ini sehingga harus dikonsumsi secara kombinasi dengan pangan nabati lain yang saling melengkapi profil asam aminonya, yakni serealia berupa jewawut dan beras dengan kombinasi minimal 80% sealia dan 20% legum (polong-polongan). Dengan demikian, meskipun kualitas proteinnya rendah, produk ini tetap relevan untuk vegan karena dapat berperan sebagai pangan alternatif berbasis nabati dengan manfaat gizi dan fungsional yang lebih luas. | - |
| dc.description.abstract | The growing global awareness of health has led to a consistent rise in plant-based dietary trends. While plant-based diets offer significant health benefits, they can pose challenges such as protein deficiency, amino acid imbalance, and deficiencies in iron (Fe) and vitamin B12. Tempe, an indigenous Indonesian fermented soybean product, serves as a viable alternative protein source for vegans due to its high protein content and natural presence of vitamin B12. However, the domestic supply of soybeans for tempe production is insufficient, with Indonesia heavily relying on imports. Interestingly, various local legumes, including pigeon pea possess potential as alternative tempe raw materials. Pigeon peas (Cajanus cajan) exhibit high drought tolerance and, compared to other local legumes, boast a notably high protein content (>20%), significant levels of iron (Fe), dietary fiber, and bioactive compounds with therapeutic potential. Given these considerations, this study aimed to evaluate the utilization of pigeon peas as a substitute in tempe production. The research focused on assessing the physical characteristics, nutritional content, antioxidant properties, and sensory attributes, including panelist acceptance and descriptive characteristics. This experimental study employed a completely randomized design (CRD) with three replications. Treatments involved variations in soybean and pigeon pea combinations (percentages) in each formula: F1 (60:40), F2 (50:50), and F3 (40:60). The research encompassed several stages: raw material selection, formulation determination, and product manufacturing. Subsequently, sensory evaluation, physical property analysis, chemical content analysis, and the selection of the best formula based on panelist preference and nutritional content were conducted for further descriptive testing. Physical analyses included mycelial growth, cutting force, color, and yield. Nutritional evaluations comprised analyses of water, ash, fat, protein, carbohydrates, dietary fiber, vitamin B12, Fe and its bioaccessibility, in-vitro protein digestibility, amino acid profile, and estimated Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS). Bioactive compounds analyzed were total phenolic and flavonoid content, and antioxidant activity using the DPPH radical scavenging assay. Sensory evaluation involved hedonic and quality intensity tests, and a descriptive test on the best formula using the consensus method. The results indicated that all tempe formulas produced exhibited good physical quality, including robust mycelial growth, a tendency for color darkening with increasing pigeon pea ratio, and no significant differences in cutting force or yield among samples. Nearly all formulas met the SNI (Indonesian National Standard) requirements for soybean tempe, except for fat content in F2 and F3, which fell below the standard (>7%). Increasing pigeon pea content significantly (p < 0.05) enhanced antioxidant activity (53.44–77.99%), total phenolics (13.26–15.92%), and flavonoids (5.17–6.78%), but conversely reduced iron bioaccessibility and fiber content at the highest substitution level (F3). The amino acid profile of all formulas was relatively complete, with methionine identified as the limiting amino acid (4.44–5.91 mg/g). A tendency for increased protein digestibility was observed with higher pigeon pea ratios (87.73–88.54%); however, estimated PDCAAS scores remained low (0.17–0.22) due to the limited methionine content. Sensory characteristic analysis revealed no significant differences in hedonic preference across all attributes for pigeon pea-substituted tempe F1 and F2, but significant differences were apparent in sample F3. Based on various considerations from physical properties, nutritional content, nutritional quality, and panelist acceptance, Formula F2 (50:50) was selected as the best formula in this study. Descriptive sensory test results for the chosen pigeon pea-substituted tempe formula indicated that fresh substituted tempe exhibited a dominant fermentation aroma, which was subsequently mitigated by the frying process. Meanwhile, the dominant flavors in the fried pigeon pea-substituted tempe were described as pigeon pea-like, beany, and fried-tempe taste. A single serving of the selected pigeon pea-substituted tempe formula (F2 50:50) (50 g/2 medium-sized tempe pieces) provides 91 kcal of energy, 9.24 g protein, 3.41 g fat, 5.92 g carbohydrates, 3.83 g dietary fiber, 0.44 µg vitamin B12, and 4.26 g iron. This nutritional content contributes 3–4% of energy, 14–15% of protein, 5–6% of fat, 1–2% of carbohydrates, 10–13% of dietary fiber, 11% of vitamin B12, 47% of iron (for males), and 24% of iron (for females) to the daily requirements of adults aged 19–49 years. Furthermore, pigeon pea-substituted tempe has the potential to be claimed as a processed food product that is a source of protein, high in fiber, vitamin B12, and iron. Overall, the findings of this study indicate that pigeon pea-substituted tempe can serve as an additional protein source for vegans. However, due to its limitation of low protein quality, it should be consumed in combination with other plant-based foods that complement its amino acid profile, particularly cereals such as millet and rice, with a minimum proportion of 80% cereals and 20% legumes. Thus, despite its low protein quality, this product remains relevant for vegans as a plant-based alternative food with broader nutritional and functional benefits. | - |
| dc.description.sponsorship | Direktorat Riset dan Inovasi (DRI) IPB University, dan Badan zakat Nasional (BAZNAS) | - |
| dc.language.iso | id | - |
| dc.publisher | IPB University | id |
| dc.title | Substitusi Kacang Gude Pada Pembuatan Tempe sebagai Alternatif Produk Sumber Protein untuk Vegan | id |
| dc.title.alternative | Utilization of Pigeon Pea in Tempe Production as an Alternative Protein Source for Vegans | - |
| dc.type | Tesis | - |
| dc.subject.keyword | alternatif protein | id |
| dc.subject.keyword | kacang gude | id |
| dc.subject.keyword | kedelai | id |
| dc.subject.keyword | tempe | id |
| dc.subject.keyword | Vegan | id |
| dc.subject.keyword | soybean | id |
| dc.subject.keyword | alternative protein | id |
| dc.subject.keyword | pigeon pea | id |
| Appears in Collections: | MT - Human Ecology | |
Files in This Item:
| File | Description | Size | Format | |
|---|---|---|---|---|
| cover_I1504222036_109c858a512d48b399bd3c6a772c0000.pdf | Cover | 3.9 MB | Adobe PDF | View/Open |
| fulltext_I1504222036_edabee9035e94f1c867883c0be9b96ec.pdf Restricted Access | Fulltext | 3.93 MB | Adobe PDF | View/Open |
| lampiran_I1504222036_bc7697b5819141039ce7bde2e96bae95.pdf Restricted Access | Lampiran | 3.95 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.