Respon Pertumbuhan dan Hasil Koro Pedang dengan Aplikasi Tambahan Pupuk Kalium

Abstract

Kebutuhan kedelai di Indonesia meningkat, sementara produksi di dalam negeri belum mampu mencukupi sehingga masih bergantung pada impor. Meskipun berbagai upaya seperti ekstensifikasi, intensifikasi dan diversifikasi, namun belum dapat meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Oleh karena itu, diperlukan alternatif sumber pangan lain, salah satunya adalah koro pedang yang memiliki kandungan protein dan asam amino esensial yang tinggi, dan dapat diolah menjadi produk pangan seperti tepung, tempe, tahu dan olahan lainnya. Koro pedang memiliki umur panen yang panjang, yaitu 130-158 hari setelah tanam, dengan tipe pertumbuhan indeterminate yang menyebabkan pembungaan tidak serempak, hal ini menyebabkan masa panen berlangsung lama karena saat polong awal dipanen, masih terdapat bunga dan polong yang berkembang. Pada fase generatif ini, tanaman membutuhkan kalium untuk mendukung pembentukan bunga dan biji. Meskipun rata-rata tanaman menghasilkan tujuh infloresen, hanya sedikit yang produktif karena banyaknya bunga yang rontok. Terdapat 6-16 bakal bunga per infloresen, namun hanya 0-3 yang menjadi polong hingga panen. Kalium penting dalam proses fisiologis tanaman, termasuk mencegah gugurnya daun, bunga, dan buah, serta mendukung fotosintesis. Tujuan penelitian ini untuk menguji sumber pupuk kalium tambahan dan waktu pemberian pupuk pada fase generatif terhadap hasil tanaman koro pedang. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dua faktor, faktor pertama yaitu sumber pupuk kalium dengan 5 taraf yaitu (tanpa pupuk dasar, pupuk dasar, pupuk dasar+kandang kambing tambahan, pupuk dasar+abu sekam padi tambahan dan pupuk dasar+pupuk KCl) tambahan) dan waktu pemupukan dengan 3 taraf yaitu (pemupukann pada 46, 121 dan 158 hari setelah tanam). Data yang diamati meliputi pengamatan fase vegetatif (tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun dan jumlah cabang), pengamatan fase generatif (umur berbunga, jumlah infloresen per tanaman, jumlah bunga jadi polong per infloresen, jumlah polong per tanaman, bobot 100 biji, bobot ubinan, produktivitas dan kandungan protein biji). Hasil penelitian menunjukan kombinasi perlakuan memberikan pengaruh pada beberapa parameter pengamatan di fase generatif tanaman. Pada panen pertama, sumber pupuk dari pupuk kandang kambing dan abu sekam padi mampu meningkatkan bobot biji per polong dan bobot 100 biji. Meskipun terdapat kecenderungan pengaruh terhadap jumlah cabang produktif dan fruitset, perlakuan umumnya tidak memengaruhi umur berbunga, jumlah polong, atau hasil total.sedangkan pada panen kedua terdapat interaksi signifikan antara sumber pupuk kalium tambahan dan waktu pemupukan terhadap panjang polong, jumlah polong per tanaman, bobot biji per polong, bobot biji per tanaman, jumlah biji rusak, dan bobot ubinan. Abu sekam padi konsisten menghasilkan polong terpanjang dan bobot biji per polong tertinggi, sedangkan pupuk kandang kambing unggul pada beberapa waktu aplikasi. Bobot ubinan tertinggi dicapai oleh pupuk kandang kambing dan pemupukan dasar. Pada penelitian ini perlakuan pemupukan kalium tambahan pada fase generatif mampu meningkatkan kandungan protein pada biji yang berkisar 30-38 %.

The demand for soybeans in Indonesia is increasing, while domestic production has been unable to meet it, so it is still dependent on imports. Despite various efforts such as extensification, intensification, and diversification, it has not been able to increase domestic soybean production. Therefore, alternative food sources are needed, one of which is koro pedang, which has a high protein and essential amino acid content, and can be processed into food products such as flour, tempeh, tofu, and other preparations. Koro pedang has a long harvest period of 130 to 158 days after planting, with an indeterminate growth type that causes flowering not to be simultaneous. This causes the harvest period to last long because when the initial pods are harvested, flowers and pods are still developing. In this generative phase, plants need potassium to support flower and seed formation. Although the average plant produces seven inflorescences, only a few are productive due to the many flowers falling off. There are 6-16 ovules per inflorescence, but only 0-3 become pods until harvest. Potassium is essential in plant physiological processes, including preventing leaf, flower, and fruit drop and supporting photosynthesis. This study aimed to examine the source of additional potassium fertilizer and the timing of fertilizer application in the generative phase on the yield of koro pedang plants. The design used in this research is a two-factor Randomized Complete Group Design, the first factor is the source of potassium fertilizer with five levels, namely (No base fertilizer, base fertilizer, base fertilizer + additional goat cage, base fertilizer + additional rice husk and base fertilizer + additional KCl fertilizer) and fertilization time with three levels, namely (fertilization at 46, 121 and 158 days after planting). Data observed included vegetative phase observations (plant height, number of leaves, leaf area and number of branches), generative phase observations (flowering age, number of inflorescences per plant, number of flowers so pods per inflorescence, number of pods per plant, weight of 100 seeds, seedling weight, productivity, and seed protein content). The results of the study indicate that the combination of treatments has an effect on several observation parameters in the generative phase of the plant. In the first harvest, the fertilizer sources of goat manure and rice husk ash were able to increase the weight of seeds per pod and the weight of 100 seeds. Although there was a tendency for the treatment to influence the number of productive branches and fruit set, it generally did not affect flowering time, pod number, or total yield. In the second harvest, there was a significant interaction between the source of additional potassium fertilizer and the timing of fertilization on pod length, pod number per plant, seed weight per pod, seed weight per plant, number of damaged seeds, and total yield. Rice husk ash consistently produced the longest pods and highest seed weight per pod, while goat manure was superior at certain application times. The highest grain weight was achieved by goat manure and basal fertilization. In this study, additional potassium fertilization during the generative phase was able to increase protein content in seeds ranging from 30–38%.