Karakteristik Perubahan Luasan Mangrove Berdasarkan Indeks NDVI Dan Produktivitas Ikan Di Kabupaten Kubu Raya (1995-2024).

Abstract

Ekosistem mangrove berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim melalui penyerapan karbon biru, namun mengalami tekanan akibat aktivitas manusia dan iklim. Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, memiliki luasan mangrove yang dinamis selama tahun 1995-2024. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan kerapatan vegetasi mangrove berbasis indeks NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) serta keterkaitannya dengan faktor iklim, kepadatan penduduk, dan produktivitas perikanan. Metode yang digunakan meliputi analisis citra satelit Landsat (1995–2024), interpolasi spasial data iklim (CHIRPS dan ERA5), klasifikasi terbimbing, serta analisis data sekunder kependudukan dan perikanan. Data iklim dikoreksi bias untuk meningkatkan keakuratan, dan klasifikasi dievaluasi menggunakan uji akurasi spasial. Hasil menunjukkan peningkatan luasan mangrove dengan kerapatan sangat rapat sebesar 30,75% (dari 61.586,10 ha menjadi 95.043,94 ha) dengan total kenaikan mangrove eksisting 49,24 ha. Desa Batu Ampar mengalami pemulihan vegetasi signifikan (+8.712,9 ha), sedangkan Desa Sepuk Laut mengalami penurunan NDVI (-0,58) yang dipengaruhi suhu udara tinggi (28,05°C) dan curah hujan rendah. Luasan tambak meningkat hingga 6.997,25 ha dan berdampak pada fluktuasi hasil perikanan. Perlu diterapkan zonasi berbasis tekanan ekologis serta dukungan rehabilitasi partisipatif untuk menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove.

Mangrove ecosystems play an important role in climate change mitigation through blue carbon sequestration but continue to experience pressure from human activities and climatic factors. Kubu Raya Regency, West Kalimantan, has shown dynamic mangrove coverage between 1995 and 2024. This study aims to analyze changes in mangrove vegetation density using the Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) and its relationship with climate variables, population density, and fisheries productivity. The methods involved the analysis of Landsat satellite imagery (1995–2024), spatial interpolation of climate data (CHIRPS and ERA5), supervised classification, and secondary data analysis of population and fisheries. Climate data were bias-corrected to improve accuracy, and classification results were evaluated using spatial accuracy assessment. Results showed a 30,75% increase in very dense mangrove area (from 61.586,10 ha to 95.043,94 ha), with a total mangrove gain of 49,24 ha. Batu Ampar Village experienced significant vegetation recovery (+8.712,9 ha), while Sepuk Laut Village experienced a decrease in NDVI (-0,58), influenced by high air temperatures (28,05°C) and low rainfall. Aquaculture pond areas increased to 6.997,25 ha, contributing to fluctuations in fishery yields. Ecological stress–based zoning and participatory rehabilitation efforts are recommended to ensure the sustainability of mangrove ecosystems.