Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/169459
Title: Kelayakan Ekonomi Restorasi Gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung Kabupaten Ogan Komering Ilir
Other Titles: Economic Feasibility of Peatland Restoration in Peat Hydrological Unit Burnai-Sibumbung Ogan Komering Ilir Regency
Authors: Putri, Eka Intan Kumala
Nuva
Veronica, Olce
Issue Date: 2025
Publisher: IPB University
Abstract: Lahan gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung saat ini sebagian besar terdegradasi akibat alih fungsi lahan, kebakaran, dan pembangunan kanal yang masif oleh pemilik izin usaha perkebunan. Lahan gambut di KHG ini menunjukkan kondisi terdegradasi dengan kriteria kerusakan berupa gambut lindung berkanal, dan kebakaran berulang. Lahan gambut yang terdegradasi akan mengalami penurunan fungsi ekologis, dan release emisi ke udara yang berkaitan dengan perubahan iklim. Oleh karena itu, restorasi gambut dibutuhkan untuk memulihkan fungsi ekosistem gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung, dan menekan laju emisi akibat degradasi lahan gambut. Restorasi gambut tercantum dalam Rencana Operasional Indonesia’s FoLU Net Sink 2030. Restorasi gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung sebagai upaya memulihkan ekosistem gambut dari kerusakan dapat tercapai dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait di dalamnya. Kolaborasi antar pemangku kepentingan menjadi penting untuk mencapai keberhasilan restorasi gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung. Oleh karena itu, penilaian jasa ekosistem penyerapan karbon, analisis kelayakan restorasi gambut, dan analisis interaksi stakeholders terhadap restorasi gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung dapat menjadi dasar penyusunan strategi untuk mencapai indikator keberhasilan restorasi gambut. Penelitian ini menjawab tiga tujuan utama. Pertama, hasil estimasi potensi serapan karbon di KHG S.Burnai-S.Sibumbung adalah 5,8 juta ton, dengan nilai ekonomi karbon sebesar Rp479.171.031.241 jika dilakukan restorasi menggunakan pendekatan kawasan hutan. Nilai tersebut didapatkan dari penyerapan karbon pada carbon pool atas dan bawah permukaan gambut. Nilai ekonomi serapan karbon paling besar dihasilkan oleh carbon pool bawah, yaitu sebesar Rp461.418.708.228, sementara carbon pool atas sebesar Rp17.752.323.014. Hal tersebut menunjukkan bahwa restorasi gambut harus dilakukan secara terintegrasi untuk memulihkan tutupan lahan dan membasahi kembali lahan gambut yang kering akibat pengeringan melalui kanal. Kedua, restorasi gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung menunjukkan dua kondisi kelayakan yang berbeda. Skema 1 dengan nilai ekonomi serapan karbon pada carbon pool atas saja, sementara, skema 2 dengan nilai ekonomi serapan karbon pada carbon pool atas dan bawah. Skema 1 tidak layak untuk dijalankan dengan kriteria kelayakan NPV sebesar Rp-158.048.522.048, BCR sebesar 0,1, dan IRR sebesar -22,7%. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh skema 2 dengan kriteria kelayakan NPV sebesar Rp99.605.274.597, BCR sebesar 1,6, dan IRR sebesar 11,6%. Nilai NPV pada kedua skema tersebut didapatkan dengan asumsi nilai ekonomi serapan karbon dimasukkan dalam skema perdagangan karbon, dan terdapat buyer dalam perdagangan karbon tersebut. Penelitian ini juga melakukan analisis sensitivitas terhadap kelayakan restorasi gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung. Sensitivitas restorasi gambut didasarkan pada faktor iklim, yaitu fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan panjang dan meningkatkan risiko kebakaran gambut. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan penurunan pada kriteria kelayakan restorasi gambut. Skema 1 menunjukkan kriteria kelayakan NPV menurun menjadi Rp-166.751.365.356, BCR sebesar 0,03, dan IRR sebesar -28.7%. Sementara, skema 2 dengan kriteria kelayakan NPV yang juga menurun menjadi Rp66.670.738.327, BCR sebesar 1,4, dan IRR sebesar 9,9%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelayakan restorasi gambut sensitif terhadap risiko kebakaran gambut. Hasil analisis sensitivitas tersebut menunjukkan bahwa restorasi gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung dengan skema 2 tetap layak untuk dijalankan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa restorasi gambut memerlukan perencanaan yang komprehensif dengan mempertimbangkan kriteria kerusakan gambut dan kondisi ekosistem gambut, pelaksanaan teknis di lapangan yang melibatkan berbagai stakeholders, serta pemeliharaan intensif agar meminimalisir risiko kegagalan restorasi akibat faktor iklim. Ketiga, berdasarkan hubungan antar stakeholders terhadap restorasi gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung, aktor yang memiliki pengaruh dan ketergantungan paling tinggi terhadap aktor lainnya adalah peneliti dan Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Provinsi Sumatera Selatan. Peneliti memiliki hasil kajian ilmiah yang berperan dalam penentuan strategi dan kebijakan restorasi gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung. Peneliti juga berperan dalam pengawasan indikator keberhasilan restorasi gambut yang berpengaruh terhadap penetapan strategi restorasi gambut, dan pelaksanaan teknis di lapangan. Sementara, DLHP Provinsi Sumatera Selatan merupakan aktor utama yang berperan dalam pengambilan keputusan strategi dan kebijakan restorasi gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung. Selanjutnya, berdasarkan hubungan antar aktor terhadap tujuan restorasi gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung, DLHP dan NGO memiliki konvergensi yang sangat kuat, sehingga kedua aktor tersebut dapat bersinergi dalam restorasi gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung. Penelitian ini mengusulkan dua strategi yang dapat diterapkan oleh DLHP Provinsi Sumatera Selatan dalam melaksanakan restorasi gambut di KHG S.Burnai-S.Sibumbung, dengan mempertimbangkan karakteristik dan kondisi kerusakan gambut di KHG S.Burnai-S.Sibumbung. Pertama, perencanaan restorasi perlu melibatkan peneliti, NGO, dan masyarakat lokal untuk mengidentifikasi serta mengintegrasikan praktik dan nilai-nilai lokal yang telah mengakar di masyarakat sebagai bagian dari strategi restorasi. Dalam pelaksanaannya, DLHP dapat berkolaborasi dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah V Lempuing Mesuji sebagai pengelola kawasan KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung, serta dengan Manggala Agni sebagai aktor yang memiliki peran strategis dalam penanganan hotspot dan kebakaran di lahan gambut. Kedua, sebagai aktor utama restorasi gambut di KHG Sungai Burnai-Sungai Sibumbung, DLHP dapat mengembangkan tindak lanjut restorasi gambut melalui integrasi ke dalam skema perdagangan karbon. Pendekatan tersebut tidak hanya ditujukan untuk memperoleh manfaat ekonomi, tetapi juga untuk memperkuat upaya perlindungan kawasan restorasi dari ancaman deforestasi melalui insentif yang dihasilkan dari perdagangan karbon.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/169459
Appears in Collections:DT - Economic and Management

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover_H4501241014_d355ffad1da84614b14b172ac4c4f02d.pdfCover3.51 MBAdobe PDFView/Open
fulltext_H4501241014_7181b23fe99a4de5944c246d6df993cc.pdf
  Restricted Access
Fulltext1.7 MBAdobe PDFView/Open
lampiran_H4501241014_2540727df01544deb7097cc1158eb688.pdf
  Restricted Access
Lampiran5.52 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.