Pengembangan Model Bisnis dan Perhitungan Biaya Bahan Produk Dried Breadcrumb dengan Substitusi Parsial Tepung Lokal di PT LBM

Abstract

Desain model bisnis produk dried breadcrumb di PT LBM dikembangkan menggunakan pendekatan BMC dengan substitusi sebagian tepung terigu oleh tepung beras. BMC Iterasi 0 merepresentasikan model B2B yang telah berjalan, sedangkan BMC iterasi 1 menyasar pasar B2B dengan nilai tambah melalui inovasi formulasi. Biaya bahan dihitung melalui dua pendekatan, berdasarkan BoM dengan asumsi yield setara dan berdasarkan yield aktual formula F4. Hasil menunjukkan biaya bahan meningkat dari Rp7.112/kg (F0) menjadi Rp9.573/kg (F4), disebabkan penurunan yield dan harga tepung beras yang lebih tinggi. Meskipun demikian, formula F4 tetap memiliki daya saing karena menghasilkan produk dengan daya serap minyak lebih rendah dan tekstur lebih renyah. Produk ini dinilai masih kompetitif di pasar B2B menengah ke atas, terutama pada industri makanan olahan dan katering yang mengutamakan kualitas. Hasil ini menunjukkan bahwa substitusi tepung lokal berpotensi menjadi strategi inovatif dalam pengembangan bisnis pangan berkelanjutan.

The business model design for dried breadcrumb products at PT LBM was developed using the BMC approach with partial substitution of wheat flour by rice flour. BMC Iteration 0 represents the existing B2B model, while BMC Iteration 1 targets the B2B market with added value through formulation innovation. Material costs were calculated using two approaches, based on the BoM assuming equal yield and based on the actual yield of formula F4. The results showed that material costs increased from Rp7,112/kg (F0) to Rp9,573/kg (F4), due to a decrease in yield and higher rice flour prices. Nevertheless, formula F4 remains competitive because it produces a product with lower oil absorption and a crispier texture. This product is considered still competitive in the middle to upper B2B market, especially in the processed food and catering industries that prioritize quality. These results indicate that local flour substitution has the potential to be an innovative strategy in developing a sustainable food business.