Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/169059Full metadata record
| DC Field | Value | Language |
|---|---|---|
| dc.contributor.advisor | Mardiana, Rina | - |
| dc.contributor.advisor | C., Titik Sumarti M. | - |
| dc.contributor.author | Nurismawan, Fajar Imani | - |
| dc.date.accessioned | 2025-08-13T14:35:28Z | - |
| dc.date.available | 2025-08-13T14:35:28Z | - |
| dc.date.issued | 2025 | - |
| dc.identifier.uri | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/169059 | - |
| dc.description.abstract | Desa Watesjaya di Kabupaten Bogor menjadi salah satu wilayah yang mengalami konflik agraria akibat proyek pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lido oleh PT MNC Land. Proyek ini mendorong terjadinya konversi lahan secara masif yang berdampak langsung pada keberlangsungan hidup masyarakat lokal, khususnya petani di kawasan hutan dan non kawasan hutan. Lahan-lahan yang secara turun-temurun digarap masyarakat menjadi sasaran pembangunan KEK sehingga memunculkan gerakan perlawanan dari masyarakat petani penggarap. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola gerakan perlawanan petani di Desa Watesjaya dalam pengembangan KEK Lido. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan teknik wawancara mendalam dengan aktor-aktor kunci, pengamatan langsung di lapangan, dan studi pencarian arsip. Fokus penelitian adalah pada kasus di dua kelompok masyarakat yaitu petani penggarap di kawasan hutan Kampung Ciwaluh serta petani penggarap di non kawasan hutan Kampung Ciletuh. Kedua kelompok ini menunjukan representasi gerakan perlawanan dengan respon berbeda. Kelompok petani penggarap di kawasan hutan Kampung Ciwaluh cenderung memberikan respon secara advokatif dengan memanfaatkan program Perhutanan Sosial melalui Skema Kemitraan Konservasi dan pengelolaan ekowisata. Sementara itu, petani di non kawasan hutan Kampung Ciletuh merespon secara langsung dengan melakukan aksi protes dan demonstrasi terhadap upaya pembangunan kawasan karena menimbulkan dampak sosial dan lingkungan. Aksi ini dilakukan dilatarbelakangi oleh kondisi sosial dan ekonomi. Dengan masalah utamanya yaitu kompensasi dan ganti rugi lahan yang kurang sesuai serta mengancam mata pencaharian masyarakat petani dan sengketa tanah makam keramat. Perbedaan respon ini terjadi dikarenakan status penguasaan lahan dan legalitas pemanfaatan lahan yang berbeda. Petani penggarap di Kampung Ciwaluh masih dapat memanfaatkan lahan karena didorong legalitas dan berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Sedangkan petani penggarap di Kampung Ciletuh, praktik akuisisi terjadi pada lahan garapan petani yang diprivatisasi untuk pengembangan KEK. Agar memperkuat dampaknya, gerakan perlawanan petani juga dibantu oleh pihak eksternal yaitu pendampingan dari Yayasan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) kepada petani di kawasan hutan dan LBH Sembilan Bintang pada petani di non kawasan hutan. Hal ini membuat gerakan perlawanan petani menjadi lebih terstruktur melalui mobilisasi sumber daya dan menavigasi gerakannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola gerakan perlawanan petani di Desa Watesjaya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi semata, tetapi juga oleh struktur sosial, jaringan komunitas, dan pengetahuan lokal yang dimiliki oleh masing-masing kelompok. Peran aktor antara masyarakat, negara, dan korporasi membentuk medan konflik yang asimetris. Petani di kawasan hutan Ciwaluh yang mencoba bersinergi dengan kebijakan pemerintah justru mengalami dilema. Dimana mereka memperoleh legitimasi sebagian, namun tetap berada dalam posisi ‘lemah’ karena akses penuh atas lahan dan pengambilan keputusan tetap dikendalikan oleh otoritas dari atas. Di sisi lain, petani non kawasan hutan memiliki keterbatasan akses terhadap legalitas dan sumber daya, namun kekuatan kolektif dan ikatan budaya menjadi modal penting dalam mempertahankan lahan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi gerakan sosial di tingkat lokal sangat bergantung pada konteks penghimpunan kekuatan dan mobilisasi sumber daya yang tersedia. Perlawanan kolektif-aksi yang dilakukan petani Ciletuh mampu menunda penggusuran lahan, namun tidak menjamin perubahan struktural. Sementara perlawanan kolektif-advokasi yang dilakukan petani Ciwaluh terlihat cukup menjanjikan keberlanjutan sebagai bagian resolusi konflik, namun demikian skalanya masih terbatas dan rentan karena tidak adanya bargaining power dari masyarakat. | - |
| dc.description.sponsorship | null | - |
| dc.language.iso | id | - |
| dc.publisher | IPB University | id |
| dc.title | Pola Gerakan Perlawanan Petani dalam Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lido (Studi Kasus di Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor) | id |
| dc.title.alternative | Patterns of Peasant Resistance in the Development of the Lido Special Economic Zone (KEK Lido) (Case Study in Watesjaya Village, Cigombong Subdistrict, Bogor Regency) | - |
| dc.type | Tesis | - |
| dc.subject.keyword | Agrarian Conflict | id |
| dc.subject.keyword | KEK Lido | id |
| dc.subject.keyword | Land Access | id |
| dc.subject.keyword | Land Acquisition | id |
| dc.subject.keyword | Resistance Movement | id |
| Appears in Collections: | MT - Human Ecology | |
Files in This Item:
| File | Description | Size | Format | |
|---|---|---|---|---|
| cover_I3503211009_a8ee2b3cc5254f18b722ddf391ee4f00.pdf | Cover | 1.09 MB | Adobe PDF | View/Open |
| fulltext_I3503211009_9df9afd269d8405c8b775831dbbfaeff.pdf Restricted Access | Fulltext | 3.57 MB | Adobe PDF | View/Open |
| lampiran_I3503211009_d56ac70158e24bb19257c3660459303d.pdf Restricted Access | Lampiran | 8.16 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.