Distribusi dan Karakteristik Habitat Bersama Elang Jawa, Macan Tutul Jawa, dan Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Abstract

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) diakui sebagai habitat penting bagi spesies kunci di Pulau Jawa seperti elang jawa, macan tutul jawa, dan owa jawa. Ketiga spesies ini memiliki pola pergerakan yang berbeda (aerial, arboreal, dan terrestrial) yang tumpang tindih secara spasial dalam suatu habitat sehingga memungkinkan adanya interaksi dalam struktur trofik. Struktur trofik dalam habitat bersama spesies kunci di TNGHS menunjukkan berbagai bentuk interaksi antar-organisme yang saling memengaruhi keberlangsungan hidup masing-masing. Elang jawa dan macan tutul jawa berperan sebagai predator puncak yang memangsa burung kecil, mamalia, atau reptil, sedangkan owa jawa merupakan herbivora yang mengonsumsi buah dan daun dari beragam jenis tumbuhan. Persamaan preferensi mangsa mamalia kecil untuk elang jawa dan macan tutul jawa, menjadikan owa jawa sebagai salah satu mangsa potensial bagi kedua predator ini. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi habitat bersama, mendeskripsikan kondisi habitat bersama, menganalisis karakteristik habitat bersama, serta menyusun rekomendasi pengelolaan habitat bersama spesies kunci. Analisis spasial digunakan untuk menganalisis tumpang tindih distribusi habitat bersama berdasarkan data sekunder dari masing-masing distribusi habitat spesies kunci di TNGHS. Selain itu, analisis statistik dengan metode regresi logistik serta rekapitulasi INP dan H’ berdasarkan data literatur digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik habitat bersama spesies kunci. Sintesis dari penelitian ini berupa rekomendasi pengelolaan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya serta hasil literatur review dokumen atau regulasi untuk mengetahui Strategi dan Rencana Aksi Konservasi dan aktivitas kegiatan di zonasi taman nasional. Taman Nasional Gunung Halimun Salak mencakup 55,84% habitat bersama bagi tiga spesies kunci, serta 28,78% habitat bersama dua spesies kunci berdasarkan keseluruhan luas kawasan. Habitat bersama tiga spesies kunci dominan ditemukan di zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona rehabilitasi, sementara habitat bersama dua spesies kunci terkonsentrasi di zona pemanfaatan, zona rimba, zona rehabilitasi, dan zona inti. Habitat bersama dua spesies kunci umumnya berada pada ketinggian 500 – 1.000 mdpl dan habitat bersama tiga spesies kunci pada ketinggian 1.000 – 1.500 mdpl dengan topografi habitat bersama terletak pada lereng curam dengan kemiringan antara 25 – 45% yang didominasi oleh tutupan hutan. Analisis karakteristik habitat bersama spesies kunci menggunakan pendekatan Backward Stepwise (Likelihood Ratio) menghasilkan nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,079 dan Nagelkerke R Square sebesar 0,644. Empat variabel utama yang memengaruhi keberadaan habitat bersama yaitu X8 (jarak dari perkebunan), X5 (jarak dari sungai), X6 (jarak dari sumber pakan), dan X14 (curah hujan). Keempat variabel ini menjelaskan hubungan antara spesies kunci dengan ketersediaan sumber pakan atau penentuan lokasi berkembang biak dengan pengaruh intensitas aktivitas manusia dari aktivitas perkebunan untuk keberlangsungan hidup ketiga spesies kunci ini di TNGHS. Karakteristik vegetasi menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada fase pancang dengan tergolong ke dalam kategori keragaman sedang (H’ = 2,32). Vegetasi dengan nilai INP tertinggi yaitu Ficus annulata pada fase tiang, Agathis dammara pada fase pohon, Bambusa sp. pada fase semai, dan Daemonorops melanochaetes pada fase pancang. Hal ini mengindikasikan bahwa vegetasi yang terdapat pada habitat bersama spesies kunci didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan yang memiliki peran penting dalam mendukung kelangsungan hidup spesies kunci di habitat alaminya. Fungsi vegetasi tersebut tidak hanya terbatas sebagai tempat bersarang atau berlindung, tetapi juga berperan sebagai sumber pakan bagi spesies kunci. Rekomendasi pengelolaan habitat bersama spesies kunci disusun berdasarkan klasifikasi aktivitas yang diatur dalam Permen LHK No. P.76/2015. Fokus utama diarahkan pada upaya perlindungan dan pengamanan kawasan, inventarisasi, monitoring, dan evaluasi sumber daya alam, pengelolaan populasi dan habitat, pelestarian keanekaragaman hayati, peningkatan kapasitas riset dan pengetahuan konservasi, serta pembangunan fasilitas dan infrastruktur pendukung. Kegiatan restorasi ekosistem, pelepasliaran satwa kunci, pengembangan wisata alam juga direkomendasikan di beberapa zonasi TNGHS. Lalu, meningkatkan kolaborasi dan kapasitas stekeholder serta pendanaan konservasi dalam pengelolaan kawasan secara terpadu, termasuk perluasan rencana aksi konservasi baik di dalam (in-situ) maupun di luar kawasan (ex-situ) di wilayah Pulau Jawa.

Gunung Halimun Salak National Park (NP) is recognized as an important habitat for keystone species in Java, such as the Javan hawk-eagle, Javan leopard, and Javan gibbon. These three species exhibit different movement patterns (aerial, arboreal, and terrestrial) that spatially overlap within the same habitat, allowing for potential interactions within the trophic structure. The trophic structure in their shared habitat reflects various types of interactions among organisms that influence each other's survival. The Javan hawk-eagle and Javan leopard act as apex predators preying on small birds, mammals, or reptiles, while the Javan gibbon is a herbivore that feeds on fruits and leaves from a wide variety of plants. The similarity in prey preferences, particularly for small mammals, suggests that the Javan gibbon could be a potential prey species for both predators. Therefore, this study aims to identify shared habitats, describe the conditions of these shared habitats, analyze shared habitat characteristics, and develop management recommendations for the shared habitats of keystone species in Gunung Halimun Salak NP. Spatial analysis was used to examine the distribution of shared habitats based on secondary data for each keystone species' distribution habitat in Gunung Halimun Salak NP. In addition, statistical analysis using logistic regression, along with the compilation of Importance Value Index (INP) and Shannon-Wiener diversity index (H’) data from existing literature, was employed to determine the characteristics of the shared habitats. The synthesis of this research includes management recommendations based on previous analyses and a literature review of relevant documents and regulations to align with the Conservation Strategy and Action Plan and the zonation activities of the national park. Gunung Halimun Salak NP comprises 55.84% of the area that serves as shared habitat for three keystone species, and 28.78% for shared habitat two keystone species. The habitat shared by three species is predominantly found in the core zone, forest zone, use zone, and rehabilitation zone, while the habitat for two keystone species is concentrated in the use zone, forest zone, rehabilitation zone, and core zone. The shared habitat two species is generally located at an elevation of 500 – 1,000 meters above sea level, while that of all three species lies at 1,000 – 1,500 meters above sea level. These habitats are found on steep slopes with gradients of 25 – 45% and are dominated by forest cover. The analysis of shared habitat characteristics using the Backward Stepwise (Likelihood Ratio) method yielded a significance value (p-value) of 0.079 and a Nagelkerke R Square of 0.644. Four variables influence the presence of shared habitats: X8 (distance from plantations), X5 (distance from rivers), X6 (distance from food sources), and X14 (rainfall). These variables illustrate the relationship between keystone species and the availability of food sources or the selection of breeding locations, as well as the influence of human activity intensity particularly from plantation activities on the survival of the three keystone species in Gunung Halimun Salak NP. Vegetation characteristics show that the highest diversity index (H’) was found in the sapling stage, classified as moderate diversity (H’ = 2.32). The highest INP values were recorded for Ficus annulata in the pole stage, Agathis dammara in the tree stage, Bambusa sp. in the seedling stage, and Daemonorops melanochaetes in the sapling stage. This indicates that the vegetation in the shared habitat of keystone species is dominated by plant species that play a vital role in supporting the survival of these species in their natural habitats. The function of these plant species is not only limited to providing nesting or shelter sites but also includes serving as a food source for keystone species. Management recommendations for the shared habitat of keystone species were developed based on activity classifications outlined in the Minister of Environment and Forestry Regulation No. P.76/2015. The main focus includes area protection and security, natural resource inventory, monitoring and evaluation, population and habitat management, biodiversity conservation, strengthening research and conservation knowledge, and development of supporting facilities and infrastructure. Ecosystem restoration activities, wildlife release or reintroduction, and the development of nature-based tourism are also recommended for certain zones within Gunung Halimun Salak NP. Furthermore, enhancing stakeholder collaboration, building institutional capacity, and securing conservation funding are crucial for integrated area management, including the expansion of in-situ and ex-situ conservation action plans across Java Island.