Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/166307
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorDharmawan, Arya Hadi-
dc.contributor.advisorSunito, Satyawan-
dc.contributor.authorHalomoan, Muhammad Reza-
dc.date.accessioned2025-07-31T06:53:54Z-
dc.date.available2025-07-31T06:53:54Z-
dc.date.issued2025-
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/166307-
dc.description.abstractPulau Sumatra merupakan salah satu wilayah Indonesia yang kehilangan tutupan hutan alaminya yang diakibatkan oleh kebijakan Hak Penguasaan Hutan (HPH) yang memberikan izin kepada pihak swasta untuk melakukan aktifitas ekstraksi kayu hutan. Hal ini direspons melalui kebijakan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang diharapkan dapat mengatasi kerusakan ekologi sekaligus memanfaatkan kawasan hutan produksi yang sudah tidak produktif. Masalah muncul karena kawasan hutan yang diberikan izin konsesi ini secara de facto dikuasai, dikelola dan diambil manfaatnya oleh masyarakat. Klaim yang tumpang tindih antar pihak ini kemudian menimbulkan konflik antara masyarakat lokal dan perusahaan. Kompleksitas konflik menjadi semakin meningkat akibat aktivitas ekspansi kelapa sawit yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di dalam kawasan konsesi HTI dikarenakan tingginya nilai ekonomi kelapa sawit dibandingkan karet yang merupakan komoditi yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebelumnya. Kelapa sawit sendiri dilarang dibudidayakan di kawasan hutan. Pemerintah Indonesia saat ini mengakomodasi upaya penyelesaian konflik lahan di kawasan HTI melalui program perhutanan sosial dengan skema kemitraan kehutanan. Namun dalam praktiknya, masyarakat tidak menemukan skema ini sebagai solusi penyelesaian konflik yang efektif. Hal ini dikarenakan masyarakat menginginkan upaya penyelesaian konflik yang juga dapat mengakomodasi perkebunan kelapa sawit mereka. Berdasarkan pemaparan tersebut penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika konflik yang terjadi di kawasan HTI di Napal Putih mulai dari bentuk konflik yang terjadi hingga relasi kuasa antar aktor yang terlibat dalam konflik. Selain itu penelitian ini juga menganalisis bagaimana perhutanan sosial sebagai solusi mempengaruhi dinamika konflik yang terjadi. Untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang diajukan, penelitian ini melakukan beberapa teknik pengumpulan data dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan berupa wawancara mendalam dengan para subjek penelitian serta diperkaya dengan hasil pengamatan di lapangan dan studi literatur yang berkaitan dengan topik penelitian. Pengumpulan data ditutup setelah saturasi data tercapai yaitu ketika tidak ada lagi informasi baru yang muncul, dan data yang terkumpul secara keseluruhan membentuk sebuah cerita yang lengkap. Hasil penelitian menemukan bahwa konflik yang terjadi di Napal Putih dilatarbelakangi oleh benturan ragam kepentingan dan paradigma para aktor. Hal ini terjadi sejak kawasan hutan di Napal Putih berada pada era open access (2001-2010) dimana masyarakat bebas mengakses kawasan hutan negara. Benturan ragam kepentingan ini kemudian memunculkan beberapa bentuk konflik berdasarkan aktor yang terlibat antara lain, konflik vertikal antara masyarakat dan perusahaan; konflik horizontal antara masyarakat yang berbeda respons terhadap perhutanan sosial dan; konflik multipihak yang berupaya mencapai tujuan dan kepentingannya masing-masing. Dari beberapa bentuk konflik tersebut muncul empat aktor utama di tingkat tapak yaitu, Masyarakat, PT LAJ, LSM SPI dan Pemerintah daerah. Melalui analisis iii relasi kuasa yang muncul diantara para aktor, diketahui bahwa para aktor memiliki relasi kuasa dengan aktor lain yang tidak terlibat langsung dalam konflik. Para aktor ini turut mendapatkan keuntungan dan karenanya ikut mengakses lahan kawasan hutan dan juga menggunakan kekuatannya untuk mengeksklusi aktor lain. Berdasarkan analisis relasi kuasa tersebut penelitian ini mengategorisasi aktor menjadi dua yaitu aktor “dari atas” dan aktor “dari bawah”. Aktor dari atas antara lain Pemerintah Pusat, Perusahaan dan Investor yang memiliki modal kekayaan sebagai kekuatan utama sehingga secara langsung dapat mengakses teknologi, pasar, pengetahuan dan otoritas dalam mendapatkan akses terhadap lahan kawasan hutan. Selain itu para aktor ini juga menggunakan kekuatan eksklusi berupa regulasi, paksaan, pasar dan legitimasi untuk merebut kembali akses lahan dari masyarakat. Sedangkan aktor dari bawah yaitu Pemerintah Desa, Masyarakat, Elit Lokal dan LSM mendapatkan akses dengan mengandalkan kekuatan identitas dan hubungan sosial yang melekat diantara mereka. Para aktor dalam mempertahankan aksesnya mengandalkan paksaan dan legitimasi sebagai kekuatan eksklusi. Dinamika aktor yang terjadi juga mempengaruhi bagaimana program perhutanan sosial diartikan oleh masyarakat Napal Putih. Skema kemitraan kehutanan di Napal Putih telah menciptakan dilema: memberi akses kepada sebagian petani tapi eksklusif bagi yang menolak, dan memicu konflik laten. Penolakan disebabkan oleh tuntutan hak milik dan larangan tanam kelapa sawit oleh masyarakat, sementara sebagian kecil lain mendukung karena peluang pengelolaan lahan. Kebijakan ini juga menimbulkan pandangan negara lebih mendukung swasta dan memperkuat eksklusi yang dilakukan terhadap masyarakat.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.titleKonflik Agraria di Kawasan Konsesi Hutan Tanaman Industri dan Solusi Perhutanan Sosial: Studi Kasus Ekspansi Kelapa Sawit di Desa Napal Putih Kabupaten Tebo Provinsi Jambiid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordAgrarian conflictid
dc.subject.keywordforest areaid
dc.subject.keywordaccessid
dc.subject.keywordexclusionid
dc.subject.keywordsocial forestryid
Appears in Collections:MT - Human Ecology

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
Cover.pdf
  Restricted Access
Cover492.51 kBAdobe PDFView/Open
Tesis Reza_Halomoan.pdf
  Restricted Access
Fulltext11.11 MBAdobe PDFView/Open
Lampiran.pdf
  Restricted Access
Lampiran1.75 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.