Prioritas dan Strategi Lahan Sawah Dilindungi (LSD) di Kawasan Strategis Nasional Mamminasata Pada Wilayah Kabupaten Maros

Abstract

Integrasi Kawasan Strategis Nasional (KSN) Mamminasata yang mencakup Kabupaten Maros, Gowa, Takalar, dan Kota Makassar melalui Peraturan Presiden No. 55 tahun 2011, KSN memiliki tiga fungsi utama yang ditetapkan yaitu pusat pertumbuhan ekonomi dan sentra pengolahan hasil produksi; pusat pengembangan sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan; serta pusat orientasi pelayanan. Kabupaten Maros merupakan salah satu sentra produksi tanaman pangan di Sulawesi Selatan yang memiliki pengusahaan pertanian strategis memiliki potensi yang besar untuk mengalami alih fungsi menjadi lahan non sawah akibat penetapan KSN ini. Kondisi ini jika dibiarkan terjadi tanpa perencanaan dan pengendalian akan memberikan dampak negatif terhadap keberadaan lahan dan mengancam ketahanan pangan serta para petani yang bergantung terhadap lahan sawah. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui dampak lahan sawah terhadap penetapan KSN Mamminasata melalui evaluasi kebijakan regulasi dari arahan tata ruang dan persepsi petani terkait perlindungan lahan sawah; (2) dinamika perubahan luas lahan sawah di KSN Mamminasata Kabupaten Maros tahun 2007-2024; (3) merekomendasikan prioritas lahan sawah dilindungi; (4) menyusun strategi perlidungan lahan sawah. Metode penelitian dalam penelitian ini melalui analisis spasial Boolean overlay untuk mengevaluasi keselarasan arahan pola ruang dengan lahan sawah. Pemetaan potensi konversi lahan sawah ke lahan terbangun yang terbagi menjadi mudah terkonversi, agak mudah terkonversi, dan sulit terkonversi yang didasarkan dari letak lahan sawah dari jarak jalan, letak sawah pada arahan pola ruang KSN Mamminasata dan RTRW Kabupaten Maros dan keselarasan lahan sawah pada kedua pola ruang tersebut. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner untuk menjaring persepsi petani terhadap perlindungan lahan sawahnya pada tiga lokasi potensi konversi secara multistage sampling. Interpretasi visual menggunakan citra Landsat 7 untuk tahun 2007 dan 2011 dan menggunakan Landsat 8 OLI untuk tahun 2015 dan 2019 yang bersumber dari US Geological Survey (USGS) untuk mengetahui tren perubahan lahan sawah tahun 2007-2024. Penyeleksian secara spasial/spatial query dilakukan untuk menyeleksi lahan-lahan sawah yang terbagi menjadi 3 prioritas yang didasarkan pada jenis sawah irigasi, indeks pertanaman, produktivitas, rencana tata ruang Kabupaten Maros, dan potensi konversi. Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi perlindungan lahan sawah yang didasarkan pada potensi konversi lahan sawah. Keselarasan lahan sawah yang selaras pada rencana pola ruang KSN maminasata dan rencana pola ruang RTRW Kabupaten Maros adalah sebesar 12.706,44 Ha atau 58,57%, sedangkan yang tidak terdapat keselarasan antar kedua arahan pola ruang sebesar 8.986,45 Ha atau 41,43%. Hal ini menunjukkan bahwa keselarasan rencana pola ruang tersebut memiliki proporsi yang kurang ideal. Diperlukan adanya evaluasi atau peninjauan kembali terhadap rencana pola ruang KSN Mamminasata dan RTRW Kabupaten Maros agar dapat selaras dengan rencana pembangunan di wilayah Kabupaten. Potensi lahan sawah yang sulit terkonversi sebesar 14.890,67 Ha atau 68,6%, agak mudah terkonversi 6.146,75 Ha atau sebesar 28,3%, dan mudah terkonversi sebesar 673,74 Ha atau 3,1%. Karakteristik petani di lokasi penelitian didominasi oleh petani berusia 50 tahun keatas dan minat bertani generasi muda yang masih rendah. Sebagian besar petani masih bergantung kepada sawah dan bertani sebagai mata pencaharian utama. Pemahaman petani terhadap kebijakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) masih rendah, terutama di lahan mudah terkonversi. Sebagian besar petani mendukung perlindungan sawah dan bersedia lahan mereka ditetapkan sebagai LSD dengan harapan mendapat insentif. Dalam kurun waktu 2007–2024, terjadi penurunan luas lahan sawah yang terutama disebabkan oleh ekspansi lahan terbangun di kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Makassar. Temuan ini menguatkan hipotesis bahwa penetapan KSN Mamminasata mempercepat risiko alih fungsi lahan sawah di Maros melalui ketidaksinkronan spasial dan lemahnya implementasi kebijakan perlindungan lahan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan tata ruang yang terintegrasi dan dukungan kelembagaan yang kuat untuk menjaga keberlanjutan lahan sawah serta perlindungan kesejahteraan petani di wilayah terdampak. Prioitas lahan sawah dilindungi terbagi menjadi 3 prioritas, dengan prioritas 1 sebesar 4.284,07 Ha yang diprioritaskan untuk mencukupi kebutuhan pangan di tingkat lokal dan diprioritaskan untuk terintegrasi dalam RTRW menjadi kawasan LP2B. Prioritas 2 sebesar 10.481,3 Ha yang diharapkan mampu memberi kontribusi cadangan pangan untuk wilayah yang lebih besar dan mensuplai daerah lainnya. Lahan sawah dilindungi prioritas 3 seluas 6.489,13 Ha dapat ditinjau kembali oleh pemerintah untuk dipertahankan atau diarahkan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur mengingat lokasi lahan sawah prioritas 3 terletak diluar arahan tanaman pangan baik pada RTR KSN dan RTRW Kabupaten Maros. Strategi yang tepat untuk digunakan dalam perlindungan lahan sawah di KSN Mamminasata Kabupaten Maros disesuaikan dengan potensi konversi lahan sawah. Strategi yang dapat dilakukan pada lahan sawah mudah terkonversi diantaranya memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman petani pentingnya mempertahankan lahan sawah di tengah tekanan pembangunan. Lahan sawah agak mudah terkonversi dengan program regenerasi petani dan beasiswa bagi generasi muda yang mau bertani, dan pada lahan sawah sulit terkonversi dengan meningkatkan produktivitas lahan sawah agar lebih produktif dengan pemeliharaan saluran irigasi dan penyediaan alsintan yang modern.

Integration of the Mamminasata National Strategic Area (KSN) covering Maros, Gowa, Takalar, and Makassar City Regencies through Presidential Regulation No. 55 of 2011, KSN has three main functions that are determined, namely the center of economic growth and production processing center; center for social, cultural, defense, and security development; and center for service orientation. Maros Regency is one of the centers of food crop production in South Sulawesi which has strategic agricultural businesses that have great potential to experience a change in function into non-rice fields due to the determination of this KSN. If this condition is allowed to occur without planning and control, it will have a negative impact on the existence of land and threaten food security and farmers who depend on rice fields. Based on this, the purpose of this study is (1) to determine the impact of rice fields on the determination of the Mamminasata KSN through an evaluation of regulatory policies from spatial planning directives and farmer perceptions regarding rice field protection; (2) dynamics of changes in the area of rice fields in the Mamminasata KSN in Maros Regency in 2007-2024; (3) recommending priority protected rice fields; (4) developing rice field protection strategies. The research method used in this study was a Boolean overlay spatial analysis to evaluate the alignment of spatial pattern directives with rice fields. Mapping the potential for conversion of rice fields to built-up land which is divided into easily converted, somewhat easily converted, and difficult to convert based on the location of rice fields from the distance of the road, area status, and the location of rice fields in the spatial pattern directives of the Maros Regency RTRW. Primary data collection was carried out by interviewing using a questionnaire to capture farmers' perceptions of protecting their rice fields at three potential conversion locations using multistage sampling. Visual interpretation using Landsat 7 imagery for 2007 and 2011 and using Landsat 8 OLI for 2015 and 2019 sourced from the US Geological Survey (USGS) to determine the trend of changes in rice fields in 2007-2024. Spatial selection/spatial query was carried out to select rice fields which were divided into 3 priorities based on the type of irrigated rice fields, planting index, productivity, Maros Regency spatial plan, and conversion potential. SWOT analysis was used to formulate a rice field protection strategy based on the potential for rice field conversion. The alignment of rice fields that are in line with the KSN Maminasata spatial pattern plan and the Maros Regency RTRW spatial pattern plan is 12,706.44 Ha or 58.57%, while there is no alignment between the two spatial pattern directions of 8,986.45 Ha or 41.43%. This shows that the alignment of the spatial plan has a less than ideal proportion. An evaluation or review of the KSN Mamminasata spatial plan and the Maros Regency RTRW is needed so that it can be in line with the development plan in the Regency area. The characteristics of farmers at the research location are dominated by farmers aged 50 years and over and the interest in farming among the younger generation is still low. Most farmers still depend on rice fields and farming as their main livelihood. Farmers' understanding of the Protected Rice Fields (LSD) policy is still low, especially on easily converted land. Most farmers support rice field protection and are willing for their land to be designated as LSD in the hope of getting incentives. In the period 2007–2024, there was a decrease in the area of rice fields, mainly caused by the expansion of built-up land in sub-districts directly bordering Makassar City. This finding strengthens the hypothesis that the determination of the KSN Mamminasata accelerates the risk of conversion of rice fields in Maros through spatial asynchrony and weak implementation of land protection policies. Therefore, an integrated spatial planning policy and strong institutional support are needed to maintain the sustainability of rice fields and protect the welfare of farmers in the affected areas. The priority of protected rice fields is divided into 3 priorities, with priority 1 of 4.284,07 Ha which is prioritized to meet food needs at the local level and prioritized to be integrated into the RTRW into the LP2B area. Priority 2 of 10.481,3 Ha which is expected to be able to contribute food reserves for a larger area and supply other areas. The protected rice fields of priority 3 covering an area of 6.489,13 Ha can be reviewed by the government to be maintained or directed for infrastructure development interests considering that the location of priority 3 rice fields is outside the direction of food crops in the Maros Regency RTRW. The right strategy to be used in protecting rice fields in the KSN Mamminasata, Maros Regency is adjusted to the potential for rice field conversion. Strategies that can be carried out on easily convertible rice fields include utilizing the knowledge and experience of farmers on the importance of maintaining rice fields amidst development pressures. Rice fields are relatively easy to convert with farmer regeneration programs and scholarships for the younger generation who want to farm, and rice fields are difficult to convert by increasing the productivity of rice fields to be more productive with irrigation channel maintenance and the provision of modern agricultural machinery.