Analisis Serangan Blue Stain pada Tiga Jenis Rotan Komersial Berdasarkan Penurunan Berat dan Perubahan Warna

Abstract

Industri pengolahan rotan di Indonesia menghadapi tantangan akibat serangan cendawan pewarna (blue stain), terutama pada rotan segar pasca panen. Cendawan ini menyebabkan perubahan warna dan penurunan mutu fisik yang berdampak pada estetika dan nilai jual rotan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh serangan blue stain terhadap penurunan berat dan perubahan warna pada tiga jenis rotan komersial. Parameter yang diamati meliputi kadar air, penurunan berat, serta perubahan warna berdasarkan sistem CIELab. Hasil menunjukkan bahwa penurunan berat rotan tanpa kulit pada umumnya lebih cepat dibanding rotan berkulit, dengan penurunan terbesar ditunjukkan pada jenis rotan batang, diikuti lambang, dan tohiti. Perubahan warna akibat serangan cendawan pada bagian ujung lebih cepat dan lebih besar daripada bagian permukaan sisi rotan. Perubahan warna pada rotan tanpa kulit lebih besar daripada rotan berkulit. Rotan tohiti lebih cepat dan lebih banyak diserang cendawan pewarna daripada rotan lambang dan batang. Uji statistik menunjukkan bahwa jenis perlakuan (kulit dan tanpa kulit) dan bagian rotan (ujung dan sisi) berpengaruh signifikan terhadap perubahan warna. Data pendukung berupa suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya menunjukkan bahwa kondisi iklim di Kabupaten Bogor mendukung pertumbuhan optimal cendawan penyebab blue stain.

The rattan processing industry in Indonesia faces challenges due to blue stain fungal attacks, particularly on freshly harvested rattan. These fungi cause discoloration and a decline in physical quality, which affects the aesthetics and market value of the rattan. This study aims to analyze the effect of blue stain infection on weight loss and color change in three species of commercial rattan. The observed parameters include moisture content, weight loss, and color change based on the CIELab system. The results show that weight loss in debarked rattan generally occurs faster than in bark-covered rattan, with the greatest loss found in batang rattan, followed by lambang and tohiti. Color changes caused by fungal infection occur faster and more intensely at the ends than on the side surfaces of the rattan. Debarked rattan also shows greater color change than bark-covered rattan. Tohiti rattan is more rapidly and extensively attacked by blue stain fungi compared to lambang and batang. Statistical tests indicate that treatment type (barked vs debarked) and rattan part (end vs side) have a significant effect on color change. Supporting environmental data including temperature, humidity, and light intensity indicated that the climatic conditions in Bogor Regency were favorable for the optimal growth of blue stain fungi.