Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/165458| Title: | Bentuk dan Peranan Kelembagaan Masyarakat dalam Menjaga Keberlangsungan Kebudayaan Betawi (Kasus Perkampungan Budaya Betawi di Daerah Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta) |
| Authors: | Rusli, Said Megawanti, Priarti |
| Issue Date: | 2005 |
| Publisher: | IPB University |
| Abstract: | Pembangunan kota Jakarta sebagai kota metropolitan yang bergerak begitu cepat, ternyata belum diimbangi dengan pembangunan penduduk Jakarta seutuhnya, khususnya pembangunan penduduk inti Jakarta, yaitu Betawi. Hampir sebagian besar dari penduduk inti tersebut menggusur diri ataupun tergusur akibat proyek pembangunan yang tengah dilakukan di Jakarta. Selain itu, semakin meningkatnya jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta juga menyebabkan sebagian masyarakat Betawi pindah dan menetap di pinggiran Jakarta. Masyarakat Betawi yang kemudian harus hidup berdampingan dengan pendatang, menjadi bagian dari masyarakat Jakarta yang pluralistik (Sugiarti, 1999). Akibat kepluralistikkan tersebut, batas-batas kebudayaan yang dibawa pendatang dan kebudayaan yang dimiliki masyarakat Betawi menjadi samar, sehingga pergeseran kebudayan Betawi dan perubahan Jakarta secara fisik pun tak dapat dielakkan. Kebudayaan merupakan pencerminan dari kepribadian suatu bangsa atau merupakan salah satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan. Oleh karenanya, jika masyarakat Betawi tidak lagi memiliki kebudayaan, maka masyarakat Betawi akan kehilangan kepribadiannya sebagai penduduk inti Jakarta yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan pembangunan Jakarta. Kebudayaan masyarakat Betawi banyak berwujud dalam bentuk adat-istiadat, tradisi, dan kesenian. Kepatuhan terhadap adat-istiadat dan pelaksanaan tradisi serta kesenian Betawi ternyata mempunyai efek samping yaitu memperkuat tali persaudaraan antar sesama masyarakat Betawi. Semakin kuatnya tali persaudaraan yang dirasakan diantara mereka, maka semakin kuat kelembagaan sosial hidup dalam masyarakat Betawi. Dalam mempelajari suatu masyarakat Betawi beserta kebudayaannya, harus turut memperhatikan kelembagaan-kelembagaan sosial yang hidup dalam masyarakat tersebut sebagai bagian yang tak terpisahkan. Pada kehidupan nyata, masyarakat dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan, karena masyarakat adalah orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Kelembagaan sosial merupakan kumpulan norma-norma, nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat dan berfungsi untuk mencapai kebutuhan bersama dari masyarakat tersebut. Dalam upaya mempertahankan kebudayaan Betawi yang mulai berangsur-angsur hilang dibutuhkan suatu kelembagaan sosial yang dapat memperat tali persaudaraan di antara masyarakat Betawi dan dapat menumbuhkan kembali kebutuhan akan perlunya mempertahankan kebudayaan Betawi. Terbentuknya kelembagaan sosial masyarakat Betawi setidaknya dapat bertahan dan hidup beriringan dengan pesatnya pembangunan Jakarta. Hak cip Kelurahan Srengseng Sawah ditetapkan sebagai Perkampungan Budaya Betawi berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 92 tahun 2005. Perkampungan Budaya Betawi ini menggantikan Condet yang gagal mempertahankan alam dan kebudayaan Betawi. Daerah Condet dicanangkan sebagai daerah resapan air dan cagar alam oleh Pemda DKI melalui Surat Keputusan Gubernur KDKI Nomor: D.IV-1511/e/3/74. Intruksi Gubernur Nomor: D.IV-99/d/11/76, yang berisikan penyusunan rencana pola kebijakan Pemerintah DKI Jakarta dan tata kerja proyek cagar budaya Condet, semakin memperkuat penetapan Condet sebagai daerah yang dilindungi secara hukum untuk kepentingan warga Jakarta. Namun, setelah masa jabatan Gubernur Ali Sadikin berakhir, warga Condet tidak lagi mengindahkan Surat Keputusan itu. Kebudayaan dan lingkungan alam Condet yang seharusnya dijaga, kian hari kian hilang berganti dengan kebudayaan yang dibawa pendatang multi kultural dan yang tersisa sekarang hanya bangunan-bangunan mewah, tempat-tempat usaha, dan pemukiman warga setempat yang padat dan rapat. Pada akhirnya, Condet tidak lagi dapat dipertahankan oleh Pemerintah DKI Jakarta sebagai daerah cagar budaya dan cagar alam. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kuantitatif (survei) dengan kualitatif. Data yang diambil berupa data primer, seperti kuesioner, pengamatan, dan wawancara mendalam, dan data sekunder yang merupakan hasil penelusuran dokumen-dokumen penting. Unit analisisnya adalah individu, dimana responden ditentukan dengan menggunakan teknik Stratified Random Sampling, dimana kriterianya adalah masyarakat Betawi dan pendatang. Penentuan informan menggunakan teknik Purposive dan Snow Balling. Teknik analisis data kuantitatif dengan menggunakan tabel frekuensi dan tabulasi silang, sedangkan untuk data kualitatif menggunakan catatan harian. Kelembagaan masyarakat yang teridentifikasi sebagai wadah kegiatan yang paling sering dilakukan oleh warga masyarakat di Setu Babakan adalah arisan, pengajian, karang taruna, kelompok tani, dan kelompok kesenian. Berdasarkan pada pencirian, yang termasuk kelembagaan tradisional, hanya arisan dan pengajian. Karang taruna, kelompok tani, dan kelompok kesenian jika dilihat dari ciri-cirinya, termasuk ke dalam ciri-ciri organisasi. Inti dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh warga masyarakat adalah untuk memenuhi kebutuhan untuk bisa bersosialisasi dengan orang lain. Seperti misalnya di dalam karang taruna, kelompok tani, dan kelompok kesenian, walaupun bercirikan organisasi, masih terdapat trust atau kepercayaan yang kuat antar setiap anggotanya. Arisan, pengajian karang taruna, kelompok tani, dan kelompok kesenian masing-masing memiliki peranan dalam menjaga kelestarian kebudayaan Betawi, baik secara Langsung maupun tak langsung. Kebudayaan yang diupayakan untuk dilestarikan tersebut mencakup tiga wujud kebudayaan, yaitu wujud ideal yang dapat berupa adat-istiadat, wujud sistem sosial yang terdiri atas aktivitas-aktivitas manusia berdasarkan pada adat tata kelakuan, dan wujud kebudayan fisik yang berupa hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat. Pengajian memiliki peranan dalam menjaga wujud ideal. Pengajian, arisan, karang taruna, kelompok tani, dan kelompok kesenian memiliki peranan dalam menjaga wujud kebudayaan sosial. Kelompok tani dan kelompok kesenian juga memiliki peranan dalam menjaga wujud kebudayaan fisik, dengan cara pembuatan bir pletok dan jus belimbing, serta memperkenalkan kesenian Betawi kepada khalayak Juns Warga masyarakat Setu Babakan, baik masyarakat asli maupun pendatang, memiliki keterbatasan pengetahuan dan pemahaman terhadap kebudayaan Betawi. Salah satu penyebabnya adalah semakin cepatnya modernisasi yang masuk ke Jakarta dan menggeser kebudayaan yang telah lebih dulu ada. Kebudayaan Betawi cenderung dipingirkan dibanding kebudayaan yang dibawa masuk bersamaan dengan modernisasi kota Jakarta. Namun, sebagian besar warga masyarakat memandang perlu untuk tetap melestarikan kebudayaan Betawi. Adanya Perkampungan Budaya Betawi membawa "angin segar, bagi masyarakat Betawi secara khusus, untuk dapat mempertahankan kebudayaan Betawi. Kinerja pengurus Perkampungan Budaya Betawi masih dirasa kurang, karena sosialisasi yang dilakukan selama ini belum sampai kepada seluruh warga masyarakat Setu Babakan. Hal tersebut masih dianggap wajar oleh beberapa warga masyarakat di Setu Babakan, mengingat Perkampungan Budaya Betawi masih dalam tahap pembangunan dan belum selesai seratus persen. |
| URI: | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/165458 |
| Appears in Collections: | UT - Communication and Community Development |
Files in This Item:
| File | Description | Size | Format | |
|---|---|---|---|---|
| A05pme.pdf Restricted Access | Fulltext | 36.55 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.