Analisis Jangka Panjang Interaksi Faktor Meteorologi dengan SO2 dan CO di Jakarta Menggunakan Metode STL dan CCF (Studi Kasus: 2014-2024)

Abstract

Pencemaran udara di wilayah perkotaan merupakan isu yang semakin menjadi perhatian. Pencemar udara berupa SO2 dan CO di wilayah perkotaan dijadikan indikator kontribusi sumber emisi industri dan transportasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tren jangka panjang dan pola fluktuasi konsentrasi SO2 dan CO serta hubungannya dengan faktor meteorologi, dengan studi kasus wilayah DKI Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah SeasonalTrend decomposition using LOESS (STL) dan Cross-Correlation Function (CCF). Metode tersebut masih jarang digunakan dalam analisis kualitas udara. Data yang digunakan adalah data konsentrasi SO2 dan CO periode tahun 2014-2024. Hasil STL menunjukkan tren SO2 meningkat di seluruh lokasi, kecuali DKI1 Bundaran HI yang menurun sejak akhir 2023. Sebaliknya, tren CO menurun di awal periode, namun meningkat kembali 2023 terutama di DKI5 Kebon Jeruk sejak 2022. Komponen musiman SO2 meningkat saat musim kemarau dan menurun saat musim hujan dengan amplitudo terbesar 25 µg/m³ di DKI2 Kelapa Gading yang terus menguat hingga akhir periode. Sementara itu, amplitudo musiman CO cenderung melemah pada akhir periode dengan pola naik di musim kemarau dan turun di musim hujan (awal periode) serta amplitudo tertinggi berada DKI2 Kelapa Gading dan DKI5 Kebon Jeruk berkisar antara +0,5 hingga -0,25 mg/m³. Hasil CCF menunjukkan SO2 berkorelasi negatif dengan kelembapan (? = -0,50 lag 0), kecepatan angin (? = -0,30 lag 2 jam), dan curah hujan (? = -0,14 lag 1 jam) serta berkorelasi positif dengan radiasi matahari (? = 0,31 lag 0) dan suhu udara (? = 0,38 lag 0). CO berkorelasi positif dengan kelembapan (? = 0,60 lag 0) dan curah hujan (? = 0,09 lag 3 jam) serta berkorelasi negatif dengan radiasi matahari (? = -0,45 lag 2 jam), suhu udara (? = -0,52 lag 1 jam) dan kecepatan angin (? = -0,58 lag 1 jam).

Air pollution in urban areas is becoming an increasingly concerning issue. Air pollutants such as SO2 and CO in urban areas are used as indicators of emission sources from industry and transportation. This study aims to analyze the long-term trends and fluctuation patterns of SO2 and CO concentrations and their relationships with meteorological factors, with a case study in the DKI Jakarta region. The methods used in this study are Seasonal-Trend decomposition using LOESS (STL) and Cross-Correlation Function (CCF). These methods are still rarely used in air quality analysis. The data used are SO2 and CO concentration data for the 2014–2024 period. The STL results show that SO2 trends increased at all locations, except for DKI1 Bundaran HI, which has declined since the end of 2023. Conversely, CO trends decreased at the beginning of the period but increased again in 2023, especially in DKI5 Kebon Jeruk since 2022. The seasonal component of SO2 increased during the dry season and decreased during the rainy season, with the highest amplitude of 25 µg/m³ in DKI2 Kelapa Gading, which continued to strengthen until the end of the period. Meanwhile, the seasonal amplitude of CO tended to weaken toward the end of the period, with an upward pattern in the dry season and a downward pattern in the rainy season (early period), and the highest amplitudes occurred in DKI2 Kelapa Gading and DKI5 Kebon Jeruk, ranging from +0,5 to -0,25 mg/m³. The CCF results show that SO2 is negatively correlated with humidity (? = -0,50 lag 0), wind speed (? = -0,30 lag 2 hours), and rainfall (? = -0,14 lag 1 hour), and positively correlated with solar radiation (? = 0,31 lag 0) and air temperature (? = 0,38 lag 0). CO is positively correlated with humidity (? = 0,60 lag 0) and rainfall (? = 0,09 lag 3 hours), and negatively correlated with solar radiation (? = -0,45 lag 2 hours), air temperature (? = -0,52 lag 1 hour), and wind speed (? = -0,58 lag 1 hour).