Deteksi Vigor Benih Kacang Tunggak (Vigna unguiculata) dengan Mengukur Laju Respirasi menggunakan Kosmotektor dan Titrasi

Abstract

Kacang tunggak merupakan tanaman yang berpotensi sebagai sumber pangan, tetapi produksinya di Indonesia masih rendah. Pengujian vigor umumnya dilakukan dengan metode konvensional yang memerlukan waktu lama. Oleh karena itu, diperlukan metode uji cepat yang efisien, seperti pengujian laju respirasi yang dapat mengukur jumlah gas CO2 yang dilepaskan oleh benih. Penelitian ini bertujuan membandingkan metode uji mutu benih kacang tunggak dengan mengukur laju respirasi menggunakan kosmotektor dan titrasi dengan berbagai tingkat kadar air serta mempelajari hubungan laju respirasi kedua metode dengan viabilitas dan vigor benih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian dan Penyimpanan Mutu Benih, dan Laboratorium Biologi dan Biofisika Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB pada Agustus hingga Desember 2024. Percobaan 1 menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal yaitu lot benih yang terdiri atas lima taraf, diantaranya Albina, Gunung Kidul, Tampi, Arghavan, dan Uno. Percobaan 2 menggunakan RKLT faktorial, faktor pertama yaitu lot benih lima taraf dan faktor kedua yaitu kadar air (20–25%, 25–30%, dan 30–35%). Hasil percobaan pertama, menunjukkan bahwa kelima lot benih memiliki viabilitas dan vigor yang berbeda nyata. Kelima lot benih menunjukkan dua level viabilitas dan vigor yang berbeda. Laju respirasi menggunakan metode titrasi dari kelima lot benih juga menunjukkan dua level yang berbeda nyata. Viabilitas dan vigor benih berbanding lurus dengan laju respirasi CO2 yang dihasilkan. Percobaan kedua menunjukkan bahwa peningkatan KA 20–25% benih kacang tunggak menghasilkan laju respirasi menggunakan metode titrasi yang berkorelasi positif dengan viabilitas (DB), dan vigor (KCT) benih. Peningkatan KA pada level 25–30% menghasilkan laju respirasi menggunakan metode titrasi yang berkorelasi positif dengan vigor (KCT) benih kacang tunggak. Akan tetapi, benih yang diukur laju respirasinya menggunakan metode titrasi sudah berkecambah (53,2–60,2%). Pengukuran laju respirasi benih kacang tunggak menggunakan kosmotektor belum dapat digunakan untuk mendeteksi vigor benih kacang tunggak, tetapi alat ini memiliki potensi pada penelitian sebelumnya. Penambahan kadar air pada benih sebelum inkubasi akan mempengaruhi laju respirasi yang dihasilkan, semakin tinggi kadar air yang ditambahkan maka laju respirasi yang dihasilkan akan semakin besar.

Cowpea is a crop with potential as an important food source, but its production in Indonesia is still low. Vigor testing is generally done with conventional methods that take a long time. Therefore, an efficient rapid test method is needed, such as respiration rate testing that can measure the amount of CO2 released by seed. This research aimed to compare the quality testing methods for cowpea seeds by measuring the respiration rate using a cosmotector and titration with various water content levels and studying the relationship between the respiration rate of the two methods with seed viability and vigor. The research was conducted at the Seed Quality Testing and Storage Laboratory, and Biology and Biophysics Laboratory of the Department of Agronomy and Horticulture, IPB from August to December 2024. The first experiment used Randomized Complete Group Design (RKLT) with single factor was seed lots that consist of five levels including Albina, Gunung Kidul, Tampi, Arghavan, and Uno. The second experiment used factorial RKLT, the first factor was seeds lot and the second factor was moisture content (20–25%, 25–30%, dan 30–35%). The results of the first experiment showed that the five seed lots had significantly different viability and vigor. The five seed lots showed two different levels of viability and vigor. The respiration rate using the titration method of the five seed lots also showed two significantly different levels. Seed viability and vigor were directly proportional to the CO2 respiration rate produced. The second experiment showed that increasing the KA to 20-25% of cowpea seeds resulted in a respiration rate using the titration method that was positively correlated with seed viability (DB) and vigor (KCT). Increasing the KA level to 25-30% resulted in a respiration rate using the titration method that was positively correlated with the vigor (KCT) of cowpea seeds. However, the seeds whose respiration rate was measured using the titration method had already germinated (53.2-60.2%). Measurement of cowpea seed respiration rate using cosmotectors cannot be used to detect cowpea seed vigor, but this tool has potential on previous research. The addition of water content to the seeds before incubation will affect the respiration rate produced, the higher the water content added, the greater the respiration rate produced.