Pemanfaatan Berudu Katak oleh Masyarakat Kampung Adat Miduana, Kabupaten Cianjur

Abstract

Pemanfaatan berudu katak Wijayarana masonii atau yang dikenal secara lokal sebagai ikan payo merupakan praktik tradisional masyarakat Kampung Adat Miduana, Kabupaten Cianjur. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pemanfaatan, teknik penangkapan, serta habitat dan sebaran berudu di alam. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan lima narasumber menggunakan metode snowball sampling, serta observasi langsung di Sungai Cipandak menggunakan metode quantitative larval amphibian sampling pada 35 plot. Hasil menunjukkan bahwa ikan payo kini lebih sering dikonsumsi dalam konteks budaya dan sosial, menggunakan tiga teknik penangkapan utama: nyair, marak, dan setrum. Berudu W. masonii ditemukan hanya pada mikrohabitat sungai berarus deras, dengan substrat batu besar dan kedalaman maksimum 50 cm, serta ditemukan pada tahapan Gosner 24-46. Suhu dan kelembapan lingkungan mendukung perkembangan berudu. Temuan ini menunjukkan pentingnya integrasi pengetahuan lokal dan ekologi dalam konservasi spesies endemik secara berkelanjutan.

The utilization of Wijayarana masonii tadpoles, locally known as ikan payo, is a traditional practice of the Miduana Indigenous Community in Cianjur Regency. This study aims to describe the utilization process, capture techniques, as well as the natural habitat and distribution of the tadpoles. Data were collected through indepth interviews with five informants using a snowball sampling method, and direct observations in the Cipandak River using the quantitative larval amphibian sampling method across 35 plots. The results indicate that ikan payo is now more frequently consumed in cultural and social contexts, employing three main capture techniques: nyair, marak, and electric stunning. W. masonii tadpoles were found exclusively in fast-flowing river microhabitats, with large rock substrates and a maximum depth of 50 cm, and observed at Gosner stages 24–46. The environmental temperature and humidity were supportive of tadpole development. These findings highlight the importance of integrating local knowledge and ecological understanding for the sustainable conservation of this endemic species.