Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/164033| Title: | Pendekatan Tradisional dalam Prakiraan Musim Studi Kasus Penentuan Masa Tanam Jagung (Zea mays) di Kabupaten Temanggung |
| Authors: | Rozari, Manuel Blantran de Murdiyarso, Daniel Purwandani |
| Issue Date: | 1997 |
| Publisher: | IPB University |
| Abstract: | Pranata mangsa yang terdiri dari 12 mangsa masih diterapkan di Kabupaten Temanggung, terutama di bidang pertanian. Dalam pertanian jagung, dikenal dua musim tanam, musim tanam pertama disebut rendengan dan musim tanam kedua disebut marengan. Musim tanam pertama dilakukan bertepatan dengan awal musim hujan atau pada mangsa 5. Petani menduga awal musim hujan dengan memperhatikan indikator mangsa 3, yaitu merambatnya tumbuhan gadung (Dioscorea hispice Dennst.). Tumbuhan gadung akan merambat jika batangnya sudah mencapai panjang lebih dari 2m. Jika tumbuhan ini merambat pada mangsa 3, maka umbi gadung akan bertunas pada pertengahan hingga akhir mangsa 2. Pertunasan umbi gadung pada mangsa 2 dipengaruhi oleh suhu yang relatif rendah pada mangsa 1. Berdasarkan grafik suhu tahunan suhu udara mangsa 1 adalah suhu yang terendah. Ketersediaan air tidak mempengaruhi pertunasan umbi gadung, pertunasan bertepatan dengan bulan defisit; kadar air tanah yang lebih kecil dari 0 mm pada mangsa 2, defisit air yang masuk ke dalam tanah (ditunjukkan oleh nilai CH-ETP yang negatif) dan jumlah curah hujan yang minimum. Tumbuhan gadung yang merambat pada mangsa 3 menjadi tanda bagi petani bahwa musim hujan akan tiba kurang lebih satu bulan kemudian, sehingga petani dapat melakukan persiapan lahan bagi penanaman jagung. Berdasarkan neraca air-tanaman Kabupaten Temanggung, awal musim hujan yang diprakirakan terjadi pada bulan Oktober merupakan awal bulan surplus. Jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman jagung akan tercukupi bila penanaman pertama dilakukan pada awal musim hujan. Musim tanam kedua dilakukan setelah panen pertama, sekitar akhir Pebruari hingga awal Maret, dan harus segera dilaksanakan karena menjelang periode kering. Awal periode kering ditandai oleh petani dengan bunyi tonggeret (famili Cicadidae) pada mangsa 9 (sekitar bulan Maret). Periode kering ditunjukkan oleh peningkatan suhu dan evaporasi serta penurunan jumlah curah hujan, kelembaban relatif, jumlah air yang masuk ke dalam tanah dan kadar air tanah. Dengan berbunyinya tonggeret, maka petani harus segera mulai penanaman jagung yang kedua. Jika tidak, maka kemungkinan besar tanaman jagung akan kekurangan air pada akhir perkembangannya. Berdasarkan neraca air-tanaman, jika penanaman kedua dilakukan setelah bulan Maret maka jumlah air yang tersedia bagi tanaman jagung kurang dari 500 mm. |
| URI: | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/164033 |
| Appears in Collections: | UT - Geophysics and Meteorology |
Files in This Item:
| File | Description | Size | Format | |
|---|---|---|---|---|
| G97PUR.pdf Restricted Access | Fulltext | 43.91 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.