Analisis Neraca Air Lahan Pada 4 Jenis Tanah Dominan Daerah Tangkapan Waduk Jatigede DAS Cimanuk Jawa Barat

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui neraca air bulanan di Daerah Tangkapan Waduk Jatigede, DAS Cimanuk Jawa Barat. Pelaksanaannya dimulai bulan Januari sampai Juli 1993. Data yang digunakan merupakan data sekunder meliputi peta lokasi, data iklim (curah hujan dan suhu udara), dan sifat fisik tanah. Data curah hujan yang digunakan dalam perhitungan neraca air adalah data curah hujan pada peluang terlampaui 50%, 75%, dan 90% yang didapatkan dari 12 stasiun yang terdapat di Kabupaten Garut dan Sumedang. Curah hujan wilayah didapatkan dengan meng-günakan metoda aritmetika. Sedangkan data suhu udara yang digunakan adalah data suhu udara hasil pengukuran di Jatiwangi (45 m dpl) dan Waspada (1230 m dpl). Iklim daerah ini bertipe B dan C menurut Schmidt dan Ferguson dan bertipe iklim Af dan Am menurut Koppen, Sedangkan menurut klasifikasi iklim Oldeman, berdasarkan rata-rata curah hujan bulanannya daerah ini bertipe C2 dengan 6 bulan basah dan 2 bulan kering berturut-turut. Berdasarkan peluang CH >= 50% daerah ini juga bertipe C2, tetapi berdasarkan peluang CH >= 75% dan 90% daerah ini bertipe iklim E. Pola tanam yang dianjurkan pada tipe iklim ini adalah padi-palawija-palawija. Dan. pada peluang CH >= 75% dan 90%, daerah ini termasuk bertipe iklim E. Pola tanam yang dianjurkan adalah palawija-bera-bera. Permulaan masa tanam pada peluang CH >= 50% dapat dimulai bulan September, peluang CH >= 75% dimulai bulan Oktober, dan pada peluang CH >= 90% dimulai bulan No-vember. Curah hujan maksimum terjadi pada bulan Maret dan Desember dengan curah hujan. tahunannya 2306 mm per tahun. Terjadinya hujan rata-rata minimal 23 hari hujan tiap bu-lannya. Pola curah hujan daerah ini dipengaruhi oleh angin musim dan geografis daerah seperti adanya barisan gunung-gunung. Walaupun curah hujan relatif tinggi, tetapi terdapat bulan-bulan dengan ke.lh12 tersediaan air tanah (KAT) di bawah titik layu permanen. Keadaan ini terutama terjadi di daerah dataran rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi KAT adalah curah hujan, topo-grafi, jenis tanah, dan penggunaan lahan. Curah hujan sebagai masukan utama, pada peri-ode kering lebih kecil daripada evapotranspirasi potensial (ETP). Sehingga curah hujan. yang sampai dipermukaan, digunakan untuk penguapan dan limpasan. Periode kering lebih lama terjadi pada peluang CH >= 75% dan 90% dan sebaliknya terjadi pada peluang CH >= 50% antara 4 jenis tanah yang dihitung neraca airnya, yaitu latosol, asosiasi andosol dan regosol, andosol, dan aluvial, jenis tanah latosol mempunyai nilai kapasitas lapang yang tertinggi dan kapasitas lapang terendah adalah jenis tanah asosiasi andosol dan regosol. Limpasan yang terjadi pada periode kering disebabkan faktor topografi yang sangat curam serta adanya penggunaan lahan yang kurang tepat. Secara umum limpasan lebih be-sar terjadi di dataran tinggi pada peluang CH dan jenis tanah yang sama. Limpasan sama dengan nol terjadi di dataran rendah pada peluang tilde CH >= 90% pada jenis tanah latosol, ando-sol, dan aluvial.