Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/163282
Title: Strategi Bisnis Biomassa di Perum Perhutani
Other Titles: Biomass Business Strategy at Perum Perhutani Supervised
Authors: Sumarwan, Ujang
Nazli, Rizal Sjarief Sjaiful
Prawira, Angga
Issue Date: 2025
Publisher: IPB University
Abstract: Perkembangan energi biomassa sebagai energi terbarukan di Indonesia dimana energi biomassa dianggap sebagai energi yang berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbarui secara alami dalam jangka waktu yang relatif singkat serta sumber energi ini tidak akan habis jika digunakan secara berkelanjutan karena proses alaminya yang terus berulang, energi biomassa telah dicanangkan oleh Pemerintah sejak tahun tahun 2006 yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dengan target bauran energi yang optimal pada tahun 2025 sebesar 23% sebagai bagian dari upaya transisi energi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan perbaikan lingkungan dengan mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari bahan bakar fosil. Salah satu upaya untuk meningkatkan total bauran energi dengan energi baru terbarukan salah satunya melalui sekema cofiring dimana hal tersebut dianggap sebagai quick win percepatan target bauran energi nasional sebesar 23% di 2025. Teknologi cofiring dianggap paling reliable karena tidak membutuhkan investasi baru pada PLTU. Pencapaian bauran energi sebesar 12,3% terutama dengan metode cofiring di PLTU dengan penggunaan biomass masih terkendala pasokan biomass untuk cofiring yang belum bisa sustain (tidak secara rutin dapat tersedia) bahan bakunya karena masih menggunakan waste (limbah), tercatat sampai dengan tahun 2022 penggunaan biomass baru tercukupi 0,54 Juta ton. Perum Perhutani sebagai pengelola hutan di Pulau Jawa dan Madura seluas 2.4 Juta hektar menangkap peluang bisnis tersebut dalam pemenuhan bahan baku cofiring ke PLTU dengan cara melaksanakan inovasi model bisnis melalui pengembangan strategi bisnis hulu-hilir biomassa, hal tersebut diharapkan akan menjadikan strategi bisnis baru Perusahaan sehingga menghasilkan revenue stream baru untuk Perhutani disamping pendapatan dari core bisnis Perhutani, namun selama 2 tahun terakhir pada tahun 2022 dan 2023 belum sesuai dengan target yang sudah ditetapkan. Strategi bisnis hulu-hilir yang dikembangkan oleh Perhutani adalah pengembangan bisnis biomassa yang terpadu dari mulai penanaman tanaman energi, pemeliharaan dan produksi hasil tanaman energi (hulu), dimana sampai dengan tahun 2023 sudah tertanam seluas 39.110,07 hektar dan potensi biomassa yang dihasikan sejumlah 2,2 juta ton. Pada bagian hilir Perhutani akan membangun 3 pabrik pengolahan biomassa dengan memperhatikan lokasi dari pasokan bahan baku biomassa (lokasi Hutan Tanaman Energi) sehingga proses pengolahan dan produksi biomassa dapat lestari dan berkesinambungan dengan jumlah volume yang sesuai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi bisnis biomassa yang dilaksanakan oleh Perhutani, menjelaskan kondisi bisnis biomassa serta merumuskan strategi pengembangan bisnis biomassa di Perhutani untuk memperkuat strategi bisnis sebagai upaya peningkatan pendapatan Perusahaan serta akan memberikan informasi terhadap perusahaan lain yang akan melaksanakan bisnis biomassa hulu-hilir yang terintegrasi. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan di lingkungan Perum Perhutani dengan menggunakan dua jenis data, yakni data primer dan data sekunder baik data kualitatif maupun data kuantitatif. Data primer digunakan untuk menganalisis SWOT dan IE metrik yang dikumpulkan secara khusus melalui in depth interview kepada Direktur Komersial Perum Perhutani Bapak Anggar Widiyatmoko, Kepala Departemen Penilai Harga Perum Perhutani Ibu Citasari Hendrasetia, Vice President Pengembangan Bisnis Pemasaran & Perencanaan Biomassa PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Ibu Anita Puspitasari, dan Ahli dan Akademisi bidang Biomassa Bapak Prof. Prof. Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc., F.Trop. Sementara data sekunder terdiri dari laporan keuangan perusahaan, laporan kinerja, dan dokumen lain untuk memperkuat analisis SWOT dalam menentukan startegi yang akan dihasilkan. Analisis SWOT menunjukan bahwa terdapat 4 kekuatan (strength) untuk dimaksimalkan (leverage), 7 kelemahan (weakness) yang harus dihadapi (confront), 5 peluang (opportunity) yang harus dimanfaatkan (exploit), dan 4 ancaman (threats) yang harus dikurangi (mitigate), serta berdasarkan hasil perhitungan IFE dan EFE pada matrik IE bisnis biomassa Perhutani berada pada kuadran IV yang memiliki posisi internal yang kuat, dan posisi eksternal yang baik dengan unit usaha yang dalam kondisi grow and built, strategi yang tepat untuk Perhutani adalah mempertahankan posisi pasar yang sudah ada dan fokus pada upaya pengembangan produk. Market penetration (penetrasi pasar) dan strategi product development (pengembangan produk), atau strategi integratif baik backward strategy, foreward strategy, dan horizontal strategy akan membantu menjaga dan mempertahankan posisi perusahaan. Selanjutnya Perhutani perlu lebih mengembangangkan dan memaksimalkan kapasitas internal (SDM, sumberdaya tanaman energi sebagai bahan baku biomassa, teknologi pabrik menghasilkan biomassa sesuai standar, pengelolaan hutan yang Lestari dalam bentuk perolehan sertifikat pengelolaan hutan lestari dari nasional dan internasional) dan mengelola eksternal (kepastian pasar dengan perjanjian jangka panjang, kepercayaan publik/stakeholder, komunikasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan dan kebijakan untuk mendapatkan dukungan kebijakan yang mendukung dan menguntungkan bisnis biomassa hulu-hilir) karena faktor utama dari keberhasilan bisnis biomassa hulu-hilir adalah bahan baku yang berkelanjutan, tata kelola industri yang efektif dan efisien dengan penggunaan teknologi terkini, kapabilitas SDM nya yang mumpuni, serta dukungan dari pemangku kebijakan (pemerintah/Kementerian/lembaga) dalam mendukung berjalannya bisnis biomassa hulu-hilir yang layak dijalankan oleh sebuah perusahaan.
The development of biomass energy as renewable energy in Indonesia, where biomass energy is considered as energy derived from natural resources that can be naturally renewed within a relatively short period and will not be depleted if used sustainably due to its recurring natural process, has been declared by the Government since 2006. This is stated in Presidential Regulation No. 5/2006 concerning the National Energy Policy with an optimal energy mix target of 25% by 2025 as part of the energy transition efforts to reduce dependence on fossil fuels and improve the environment by reducing carbon emissions generated from fossil fuels. One of the efforts to increase the total energy mix with new renewable energy is through the cofiring scheme, which is considered a quick win to accelerate the national energy mix target of 23% by 2025. Cofiring technology is considered the most reliable as it does not require new investments in coal-fired power plants (PLTU). The achievement of a 12.3% energy mix, primarily through the cofiring method at PLTUs with biomass usage, still faces supply challenges since biomass materials are not yet sustainable (not consistently available) as they are still sourced from waste. As of 2022, biomass usage only reached 0.54 million tons. Perum Perhutani, as a forest management company in Java and Madura covering an area of 2.4 million hectares, seized this business opportunity to supply biomass raw materials for cofiring at coal power plant by implementing an innovative business model through the development of an integrated upstream-downstream biomass business strategy. This strategy is expected to become a new business strategy for the company, generating new revenue streams for Perhutani in addition to its core business income. However, in the past three years (2021, 2022, and 2023), the business outcomes have not yet met the established targets. The upstream-downstream business strategy developed by Perhutani includes integrated biomass business development starting from planting energy crops, maintaining and producing energy crop yields (upstream). As of 2023, 39,110.07 hectares have been planted, with a biomass potential of 2.2 million tons. On the downstream side, Perhutani plans to build three biomass processing plants with locations strategically placed near biomass raw material sources (Energy Plantation Forest locations) to ensure sustainable and continuous biomass production in appropriate volumes. This research aims to analyze the biomass business strategy implemented by Perhutani, explain the biomass business conditions, and formulate biomass business development strategies for Perhutani to strengthen its business strategy as an effort to increase company revenue. It will also provide information for other companies planning to implement an integrated upstream-downstream biomass business. The research was conducted over five months in the Perum Perhutani environment using two types of data: primary and secondary data, including both qualitative and quantitative data. Primary data was used to analyze SWOT and IE metrics collected specifically through in-depth interviews with Perum Perhutani's Commercial Director Mr. Anggar Widiyatmoko, Perum Perhutani's Head of Pricing Department Mrs. Citasari Hendrasetia, Vice President of Business Development, Marketing & Biomass Planning at PT. PLN Mrs. Anita Puspitasari, and Biomass Expert and Academic Prof. Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc., F.Trop. Meanwhile, secondary data includes company financial reports, performance reports, and other documents to support the SWOT analysis in determining the resulting strategy. The SWOT analysis shows that there are 4 strengths to maximize (leverage), 7 weaknesses to address (confront), 5 opportunities to exploit, and 4 threats to mitigate. Based on the IFE and EFE calculations in the IE matrix, Perhutani's biomass business is positioned in quadrant IV, indicating a strong internal position and a good external position with a "grow and build" business condition. The appropriate strategy for Perhutani is to maintain its existing market position and focus on product development efforts. Market penetration and product development strategies, or integrative strategies such as backward strategy, forward strategy, and horizontal strategy will help maintain and strengthen the company's position. Furthermore, Perhutani needs to further develop and maximize internal capacity (human resources, energy crop resources as biomass raw materials, biomass-producing plant technology that meets standards, and sustainable forest management certified nationally and internationally) and manage external factors (market certainty through long-term agreements, public/stakeholder trust, communication and coordination with stakeholders, and policies to secure supportive and beneficial biomass business policies). The key success factors for the integrated upstream-downstream biomass business are sustainable raw materials, effective and efficient industrial governance using advanced technology, competent human resource capabilities, and support from policymakers (government/ministries/agencies) to ensure the viability of the integrated upstream-downstream biomass business model run by a company.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/163282
Appears in Collections:MT - Business

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover_K1501231024_62d660e207ab4da0a1f3275f621d5a3b.pdfCover1.01 MBAdobe PDFView/Open
fulltext_K1501231024_eb00a2a48f4e4ec7a0efb42c5365f20e.pdf
  Restricted Access
Fulltext3.09 MBAdobe PDFView/Open
lampiran_K1501231024_6b42a920fabf40ada9c75326656429d9.pdf
  Restricted Access
Lampiran1.66 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.