Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/161613| Title: | Rantai Nilai Global Sektor Pertanian dan Pengaruhnya terhadap Ketahanan Pangan |
| Other Titles: | Global Value Chain of The Agriculture Sector and Its Influence to Food Security |
| Authors: | Nurmalina, Rita Achsani, Noer Azam Suroso, Arif Imam Suprehatin Nugraha, Herry |
| Issue Date: | 2025 |
| Publisher: | IPB University |
| Abstract: | Perdagangan internasional saat ini mengalami pola yang semakin kompleks. Perusahaan dihadapkan pada keputusan strategis untuk memproduksi sendiri atau melakukan pembelian dari perusahaan lain guna menekan biaya dan memaksimalkan keuntungan. Bahkan, aktivitas produksi dan perdagangan di berbagai negara dapat berbeda, dengan tujuan mengelola sumber daya serta spesialisasi antarnegara. Fenomena ini merupakan dinamika dalam Rantai Nilai Global (Global Value Chain/GVC), yang telah menjadi salah satu metode terkini dalam menganalisis nilai tambah produksi dan perdagangan bagi setiap negara yang terlibat dalam arus perdagangan internasional. Sektor pertanian Indonesia, yang berkontribusi sebesar 13,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap 30% tenaga kerja, memiliki peran vital dalam perekonomian nasional. Namun, partisipasi Indonesia dalam GVC sektor pertanian menghadapi tantangan yang signifikan, terutama dalam pengembangan agroindustri dan integrasi ke dalam produksi bernilai tinggi. Selain itu, peringkat Indonesia dalam Global Food Security Index (GFSI) masih menunjukkan peningkatan yang terbatas. Meskipun meningkat dari peringkat ke-74 pada tahun 2016 menjadi peringkat ke-63 dari 113 negara pada tahun 2022, indeks ketahanan pangan Indonesia tetap relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama. Pertama, mengidentifikasi posisi dan tingkat partisipasi dan tren partisipasi Indonesia dalam GVC sektor pertanian dibandingkan dengan negara lain menggunakan analisis statistik deskriptif dan regresi linier. Kedua, menelaah dampak partisipasi GVC terhadap ketahanan pangan nasional melalui analisis regresi beta. Ketiga, mengevaluasi ketahanan dan adaptabilitas rantai nilai unggas Indonesia sebagai studi kasus, selama dan setelah pandemi COVID-19. Data penelitian ini bersumber dari database GVC Index yang dikembangkan oleh University of International Business and Economics (UIBE) China, yang mengukur tingkat partisipasi GVC di sektor pertanian menggunakan tabel Inter-Country Input-Output (ICIO) dari Asian Development Bank (ADB) untuk periode 2007–2022. Analisis rantai nilai unggas Indonesia didasarkan pada data sekunder dari Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia untuk periode 2017–2023. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia telah mencapai kemajuan signifikan dalam mengurangi ketergantungan pada input impor, sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan substansial dalam partisipasi ke belakang (backward participation). Namun, partisipasi ke depan (forward participation), terutama dalam hubungan yang kompleks, masih terbatas dan mengungkapkan tantangan struktural yang kritis dalam agroindustri dan produksi bernilai tambah. Hambatan ini membatasi daya saing global Indonesia serta kemampuannya untuk sepenuhnya memanfaatkan potensi sektor pertanian. Temuan ini mengidentifikasi kesenjangan utama dalam infrastruktur, kapasitas teknologi, dan kebijakan yang menghambat integrasi Indonesia ke dalam ekspor pertanian bernilai tinggi dan GVC. Oleh karena itu, intervensi strategis dan investasi yang terarah diperlukan untuk membuka potensi sektor pertanian Indonesia dan memperkuat perannya dalam GVC. Hasil penelitian kedua menunjukkan bahwa partisipasi GVC berpengaruh secara signifikan terhadap ketahanan pangan. Partisipasi sederhana ke depan (simple forward participation) dan partisipasi kompleks ke belakang (complex backward participation) berdampak positif terhadap ketahanan pangan, sementara partisipasi kompleks ke depan (complex forward participation) memiliki efek negatif. Ketahanan pangan bervariasi berdasarkan wilayah dan tingkat pendapatan, di mana negara-negara di Eropa & Asia Tengah serta Amerika Utara, serta negara-negara berpenghasilan tinggi, menunjukkan tingkat ketahanan pangan yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara Asia Selatan, Asia Timur, dan negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah. Temuan ini menekankan pentingnya kebijakan dan intervensi yang disesuaikan dengan kondisi wilayah dan tingkat pendapatan untuk mengoptimalkan partisipasi GVC secara berkelanjutan. Selain itu, evaluasi rantai nilai unggas Indonesia mengungkapkan gangguan (disruption) signifikan akibat pandemi COVID-19, termasuk penurunan produksi ayam broiler, investasi asing langsung, dan ekspor. Namun, sektor ini menunjukkan ketahanan yang cukup baik dalam produksi telur dan konsumsi rumah tangga. Pemulihan pascapandemi ditandai dengan pertumbuhan investasi domestik yang kuat, yang mencerminkan meningkatnya kepercayaan terhadap potensi sektor ini. Studi ini menekankan pentingnya peningkatan rantai nilai, penguatan infrastruktur rantai dingin, serta penerapan strategi adaptasi berbasis lokal. Kebijakan publik yang mendukung pembibitan, stabilisasi harga, dan adopsi pemasaran digital memainkan peran kunci dalam menjaga keberlanjutan sektor ini. Langkah-langkah tersebut memungkinkan pemulihan signifikan, dengan produksi ayam broiler yang kembali meningkat dan produksi telur yang melampaui tingkat pra-pandemi. Dominasi perusahaan multinasional dalam GVC sektor pertanian menciptakan ketimpangan nilai tambah, di mana Indonesia tetap bergantung pada impor bahan baku strategis seperti jagung dan kedelai. Studi kasus industri unggas menunjukkan bahwa keterbatasan kapasitas pengolahan dalam negeri menghambat peningkatan nilai tambah, memperkuat ketergantungan pada kebijakan perdagangan negara maju. Untuk mengatasi ketidakseimbangan ini, diperlukan industrialisasi pertanian yang proaktif, termasuk penguatan agroindustri, peningkatan teknologi pengolahan, serta diversifikasi pasar ekspor. Kebijakan proteksi yang cerdas dan harmonisasi regulasi internasional diperlukan agar Indonesia lebih kompetitif dalam perdagangan pangan global. Selain keterbukaan perdagangan, aspek tata kelola, infrastruktur, dan kebijakan adaptif juga berperan dalam ketahanan pangan. Oleh karena itu, strategi optimal adalah memperkuat agroindustri domestik, meningkatkan daya saing produk bernilai tambah tinggi, serta memastikan regulasi perdagangan yang seimbang antara stabilitas harga pangan nasional dan daya saing global. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan panduan dan rekomendasi bagi para pembuat kebijakan dalam memilih strategi partisipasi GVC sektor pertanian yang selektif yang menguntungkan kepentingan nasional. Rekomendasi ini mencakup perbaikan tata kelola (governance) dan peningkatan (upgrading) rantai nilai sektor pertanian dan pangan di Indonesia, serta strategi dan kebijakan yang memperkuat posisi Indonesia dalam GVC sektor pertanian global yang di waktu bersamaan meningkatkan ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan. Kata kunci: Indeks Ketahanan Pangan Global, Ketahanan Pangan, Pertanian, Partisipasi GVC, Rantai Nilai Global, Regresi Beta |
| URI: | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/161613 |
| Appears in Collections: | DT - Economic and Management |
Files in This Item:
| File | Description | Size | Format | |
|---|---|---|---|---|
| cover_H4603202006_2ed346e2f46c4dfc98016a4aaa3add00.pdf | Cover | 399.31 kB | Adobe PDF | View/Open |
| fulltext_H4603202006_5dab84ea903247a09e658a2c48d8b6e1.pdf Restricted Access | Fulltext | 19.95 MB | Adobe PDF | View/Open |
| lampiran_H4603202006_fcd90a7c632e4a2181d4f602607c028b.pdf Restricted Access | Lampiran | 290.91 kB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.