Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/161559
Title: Infeksi Campuran Virus pada Tanaman Cabai dan Respons Beberapa Genotipe Cabai terhadap Infeksi Papper yellow leaf curl virus
Other Titles: Mixed Infection Virus in Chili Plants and Response of Several Chili Genotypes to Pepper yellow leaf curl virus
Authors: Hendrastuti, Elisabeth Sri
Giyanto
Nurulita, Sari
Saputra, Andri
Issue Date: 2025
Publisher: IPB University
Abstract: Tanaman cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam di Indonesia karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus berpotensi menyebabkan kehilangan hasil pada tanaman cabai. Penyakit daun keriting kuning yang disebabkan oleh Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV) merupakan penyakit penting pada tanaman cabai. Laporan pertama infeksi PYLCV yang termasuk anggota genus Begomovirus, famili Geminiviridae di Indonesia terjadi pada pertanaman cabai di daerah Jawa Barat pada tahun 1999, tetapi saat ini penyakit daun keriting kuning sudah menyebar di semua wilayah pertanaman cabai di Indonesia. Penggunaan varietas tahan selalu direkomendasikan untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh virus, termasuk untuk penyakit daun keriting kuning cabai. Penelitian dilakukan dengan dua tujuan utama, (1) mengidentifikasi virus yang berasosiasi dengan penyakit daun keriting kuning dan (2) mengetahui respons beberapa genotipe cabai terhadap infeksi PYLCV berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan titer virus. Survei lapangan ke beberapa lahan cabai di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur dilakukan untuk mengamati insidensi penyakit daun keriting kuning dan mengumpulkan sampel tanaman. Sampel lapangan kemudian digunakan sebagai bahan identifikasi virus yang diawali dengan tahap skrining dengan metode DAS-ELISA (Double antibody sandwich enzyme-linked immunosorbent assay) menggunakan antibodi spesifik untuk Chili veinal motlle virus (ChiVMV), Potato virus Y (PVY), Cucumber mosaic virus (CMV), dan Tobacco mosaic virus (TMV). Selanjutnya tahap identifikasi dilanjutkan dengan metode NGS (next generation sequencing) untuk menentukan spesies virus. Teknik NGS dipilih sebagai metode deteksi virus dari sampel lapangan karena NGS merupakan metode deteksi yang sangat efektif dan dapat menghasilkan data sekuen yang sangat besar dalam waktu relatif singkat. Pengujian genotipe cabai dilakukan di rumah kaca menggunakan genotipe cabai dari koleksi plasma nutfah Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Terdapat delapan genotipe cabai yang diuji yaitu Adelina, Anies, Bara, F8 012328-6-2-1-1-3-1, F10-074-2-1-B, IPB C12-13, Red Chupentinho dan Red Habanero. Inokulasi virus dilakukan dengan metode penularan melalui serangga vektor (kutukebul, Bemisia tabaci). Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap dengan genotipe cabai sebagai perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dengan 10 tanaman pada tiap ulangan. Pengamatan meliputi gejala penyakit, periode inkubasi, insidensi dan keparahan penyakit. Sampel daun dari masing-masing genotipe cabai uji digunakan untuk pengukuran titer virus dengan metode quantitative polymerase chain reaction (qPCR) pada 2 minggu setelah inokulasi (MSI), 4 MSI dan 6 MSI. Berdasarkan survei lapangan ditemukan tiga gejala yang dominan, yaitu mosaik hijau, mosaik kuning, dan mosaik kuning keputihan dengan insidensi penyakit berkisar 23,7% - 100%. Hasil skrining dengan metode DAS-ELISA menunjukkan infeksi campuran antara ChiVMV, PVY, dan CMV dari sampel dengan gejala mosaik hijau; sedangkan dari sampel dengan gejala mosaik kuning dan mosaik kuning keputihan tidak diperoleh hasil yang positif. Analisis hasil NGS menunjukkan perbedaan jumlah read antara gejala yang berbeda. Gejala mosaik kuning menghasilkan jumlah read paling tinggi, yaitu sebesar 1,54% dari total read; sedangkan dari gejala mosaik hijau dan mosaik kuning keputihan diperoleh jumlah read berturut-turut sebesar 0,99% dan 0,75%. Lebih lanjut, menggunakan metode PCR berhasil dikonfirmasi beberapa spesies virus, yaitu Pepper yellow leaf curl Indonesia virus (PYLCIV), Tomato yellow leaf curl Khancanaburi virus (TYLCKaV), Ageratum yellow vein virus (AYVV), ChiVMV, PVY, CMV, dan Pepper vein yellow virus (PeVYV) dari sampel dengan gejala mosaik kuning; PYLCIV, TYLCKaV, PVY, ChiVMV, CMV dan PeVYV dari sampel dengan gejala mosaik hijau; PYLCIV, TYLCKaV, PeVYV, AYVV, dan ChiVMV dari sampel dengan gejala mosaik kuning keputihan. Analisis lebih lanjut menunjukkan adanya perbedaan spesies virus yang dominan, yaitu PYLCIV pada gejala mosaik kuning dan mosaik kuning keputihan serta ChiVMV pada gejala mosaik hijau. Variasi gejala pada delapan genotipe cabai yang diuji di rumah kaca dapat dikelompokkan menjadi empat jenis gejala, yaitu mosaik kuning, tepi daun melengkung kebawah; mosaik kuning; mosaik hijau, daun mengecil; dan mosaik hijau, tepi daun melengkung ke bawah atau ke atas, daun mengecil. Selain gejala, periode inkubasi penyakit pada tanaman uji juga menunjukkan variasi waktu. Periode inkubasi paling singkat terjadi pada var. Bara yaitu 7-14 hari, sedangkan periode inkubasi paling panjang terjadi pada IPB C12-13, Red Chupentinho dan Red Habanero, yaitu berkisar 8-42 hari. Pada pengukuran insidensi penyakit, terdapat tiga genotipe (IPB C12-13, Red Chupetinho, Red Habanero) yang menunjukkan insidensi penyakit rendah di awal dan perkembangannya lambat serta masih terdapat tanaman sehat hingga minggu ke-6. Insidensi penyakit pada genotipe lainnya sudah tinggi sejak awal pengamatan dan pada akhir pengamatan nilai insidensi penyakit mencapai 100%. Hasil pengukuran keparahan penyakit menunjukkan bahwa nilai keparahan penyakit meningkat pada semua genotipe hingga 5 MSI, namun mengalami penurunan pada 6 MSI untuk genotipe Anies, Adelina, F10, F8 dan IPB C12-13. Nilai keparahan penyakit tertinggi adalah pada var. Bara sedangkan nilai keparahan penyakit paling rendah terjadi pada IPB C12-13. Interaksi tanaman dan virus pada berbagai genotipe dianalisis lebih lanjut berdasarkan nilai Cq hasil pengujian dengan metode qPCR sebagai indikator titer virus. Semakin tinggi nilai Cq, maka nilai titer virus semakin rendah. Berdasarkan pengukuran nilai Cq tersebut diketahui bahwa secara umum titer virus tertinggi terjadi pada 2 MSI dan akan menurun pada 4 MSI dan 6 MSI. Pengecualian terjadi pada genotipe F8, var. Red Habanero dan var. Red Chupetinho, yaitu nilai Cq menurun pada 4 MSI, tetapi meningkat kembali pada 6 MSI. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi penting terutama mengonfirmasi insidensi infeksi campuran beberapa virus pada tanaman cabai di Jawa dengan PYLCV merupakan virus yang paling dominan. Sayangnya, genotipe cabai yang diuji tidak ada yang menunjukkan respons tahan terhadap PYLCV. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan penyakit pada tanaman cabai, terutama penyakit yang disebabkan oleh virus.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/161559
Appears in Collections:MT - Agriculture

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover_A3502212014_00bcd412bafb4161860e0d88c22af866.pdfCover556.62 kBAdobe PDFView/Open
fulltext_A3502212014_8f84148b3d6240b09e34f81a55e09b05.pdf
  Restricted Access
Fulltext1.97 MBAdobe PDFView/Open
lampiran_A3502212014_f5ca7df4834748b3b631a5c08de3f6d9.pdf
  Restricted Access
Lampiran326.14 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.