Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/160813
Title: Keefektifan Asam Semut dari Ekstrak Semut Rangrang Oecophylla smaragdina terhadap Tungau Tetranychus kanzawai Kishida (Acari: Tetranychidae)
Other Titles: Effectiveness of Formic Acid from Weaver Ants Oecophylla Smaragdina Extract Against Tetranychus Kanzawai Kishida (Acari: Tetranychidae)
Authors: Santoso, Sugeng
Harahap, Idham Sakti
Ismail, Muhammad
Issue Date: 2025
Publisher: IPB University
Abstract: Tungau merah (Tetranychus kanzawai Kishida) merupakan hama kosmopolitan yang sangat merusak. Serangan T. kanzawai dapat menyebabkan gejala bercak keputihan atau kekuningan pada daun, dan dapat menjadi kecoklatan dan rontok. Tungau ini merupakan hama penting pada berbagai tanaman budidaya, seperti ubi kayu, teh, stroberi, pepaya, melon, dan terong. Serangan pada tanaman ubi kayu dapat menyebabkan penurunan produksi yang signifikan. Tungau ini dapat menyebabkan kerusakan hingga 95,17% pada tanaman ubi kayu kultivar Mentega, khususnya di masa vegetatif. Pengendalian tungau di Indonesia sampai saat ini masih bergantung pada penggunaan akarisida sintetik. Penggunaan akarisida sintetik dalam jangka panjang dapat menyebabkan dampak negatif, khususnya resisten tungau terhadap akarisida. Oleh karena itu, upaya pengembangan akarisida alternatif yang ramah lingkungan perlu terus dilakukan. Asam semut telah dibuktikan dapat mengendalikan tungau parasit pada lebah madu. Oleh karena itu, asam semut diduga dapat digunakan untuk pengendalian tungau T. kanzawai pada tanaman ubi kayu. Asam semut yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil penelitian sebelumnya. Ekstraksi dilakukan dengan menggerus semut rangrang yang dikoleksi dari pertanaman mangrove. Ekstrak yang diperoleh dari hasil gerusan semut rangrang kemudian disaring dan dijadikan sebagai ekstrak murni yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Oktober 2024 di Laboratorium Bionomi dan Ekologi Serangga serta rumah kaca, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perbanyakan masal tungau T. kanzawai dilakukan pada bibit tanaman ubi kayu yang ditanam dalam ember kecil dengan media air. Percobaan laboratorium dilaksanakan pada suhu 25-29 ºC dengan kelembapan relatif 60-70%. Uji toksisitas dilakukan dalam tujuh perlakuan dengan konsentrasi asam formiat dari ekstrak rangrang (0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5%), akuades sebagai kontrol dan akarisida komersial (bahan aktif piridaben) sebagai pembanding. Percobaan dilakukan dengan empat ulangaan. Uji toksisitas asam semut dilakukan terhadap telur, nimfa dan imago T. kanzawai. Arena percobaan berupa potongan daun ubi kayu yang ditempatkan pada lapisan kapas dan busa dijenuh air yang diletakkan dalam cawan petri. Asam semut disemprotkan langsung terhadap tungau dalam arena percobaan dengan alat semprot dengan droplet sangat halus. Pengamatan mortalitas dilakukan pada 24, 48, 72 dan 96 jam setelah perlakuan. Tungau yang tidak mati pada perlakuan konsentrasi tertinggi terus dipelihara untuk mengetahui efek subletal terhadap biologi T. kanzawai. Pengamatan efek subletal dilakukan terhadap generasi pertama (F0) dan generasi keturunan (F1). Uji semilapangan di rumah kaca dilakukan dengan konsentrasi asam semut yang paling efektif. Uji semilapangan dilakukan dengan 20 ulangan. Percobaan di rumah kaca dilakukan pada tanaman ubi kayu dalam polibag. Tanaman ubi kayu berumur 2 minggu diinfestasi dengan 5 imago betina T. kanzawai. Aplikasi asam semut dilakukan setiap minggu dimulai sejak satu minggu setelah infestasi tungau. Pengamatan populasi imago tungau pada pada tanaman dilakukan setiap minggu, sejak satu minggu setelah aplikasi asam semut.Asam semut menyebabkan tingkat kematian yang rendah terhadap telur T. kanzawai. Pada 96 jam setelah perlakuan mortalitas tertinggi oleh asam semut ditunjukkan oleh konsentrasi 0,5%, dengan mortalitas mencapai 4,65%. Asam semut menyebabkan tingkat mortalitas yang lebih tinggi pada deutonimfa. Pada konsentrasi tertinggi (0,5%), mortalitas deutonimfa oleh asam semut mencapai 88,54%, tidak berbeda nyata dengan perlakuan akarisida (87,50%). Pelakuan asam semut dengan konsentrasi 0,5% mnyebabkan kematian imago sebesar 85,42%. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan tingkat mortalitas akibat perlakuan akarisida (84,38%). Lama hidup dan keperidian tungau betina yang terkena efek subletal dibandingka kontrol. Populasi tungau pada tanaman ubi kayu dengan perlakuan asam semut konsentrasi 0,5% nyata lebih rendah dibandingkan kontrol selama masa pengujian di rumah kaca. Asam semut ekstrak rangrang sama baik dengan akarisida komersial dalam menekan populasi T. kanzawai pada tanaman ubi kayu di rumah kaca. Perlakuan asam semut dapat menekan tingkat kerusakan tanaman ubi kayu akibat serangan T. kanzawai di rumah kaca. Perlakuan asam semut mempunyai efektivitas yang sama dengan akarisida komersial dalam menekan tingkat krusakan tanaman ubi kayu oleh T. kanzawai di rumah kaca.
The red mite (Tetranychus kanzawai Kishida) is a highly destructive cosmopolitan pest. T. kanzawai infestation can cause symptoms of whitish or yellowish spots on the leaves, and they can become brownish and fall off. This mite is an important pest of various cultivated crops, such as cassava, tea, strawberry, papaya, melon, and eggplant. Attacks on cassava plants can cause a significant reduction in production. This mite can cause up to 95.17% damage to the Butter cultivar cassava plants, especially during the vegetative period. Mite control in Indonesia still relies on the use of synthetic acaricides. Long-term use of synthetic acaricides can cause negative impacts, especially mite resistance to acaricides. Therefore, efforts to develop environmentally friendly alternative acaricides need to be continued. Formic acid has been shown to control parasitic mites in honeybees. Therefore, it is suspected that formic acid can be used to control T. kanzawai mites on cassava plants. The formic acid used in this study is the result of previous research. Extraction was carried out by grinding weaver ants collected from mangrove plants. The extract obtained from the grinding of weaver ants was then filtered and used as a pure extract in this study. The research was conducted from May to October 2024 at the Insect Bionomy and Ecology Laboratory and greenhouse, Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. Mass propagation of T. kanzawai mites was carried out on cassava seedlings grown in small buckets with water media. Laboratory experiments were conducted at 25-29 ºC with relative humidity of 60-70%. Toxicity tests were conducted in seven treatments with concentrations of formic acid from weaver ant extract (0.1; 0.2; 0.3; 0.4 and 0.5%), distilled water as control and commercial acaricide (active ingredient pyridabene) as comparison. The experiment was conducted with four replications. Formic acid toxicity tests were conducted on T. kanzawai eggs, nymphs and imago. The experimental arena was cut cassava leaves placed in a layer of cotton and water-saturated foam placed in a Petri dish. Formic acid was sprayed directly on the mites in the experimental arena with a sprayer with very fine droplets. Mortality observations were made at 24, 48, 72 and 96 hours after treatment. Mites that did not die in the highest concentration treatment were kept to determine the sublethal effect on T. kanzawai biology. Observations of sublethal effects were made on the first generation (F0) and offspring generation (F1). Greenhouse semi-field tests were conducted with the most effective concentration of formic acid. The semi-field test was conducted with 20 replicates. The greenhouse experiment was conducted on cassava plants in polybags. Two-week-old cassava plants were infested with 5 female T. kanzawai imago. Application of formic acid was done every week starting one week after mite infestation. Observations of the mite imago population on the plants were made weekly, starting one week after the application of formic acid. Formic acid caused low mortality of T. kanzawai eggs. At 96 hours after treatment the highest mortality by formic acid was shown by a concentration of 0.5%, with mortality reaching 4.65%. Formic acid caused a higher mortality rate in deutonimfa. At the highest concentration (0.5%), mortality of deutonimfa by formic acid reached 88.54%, not significantly different from the acaricide treatment (87.50%). The formic acid treatment with a concentration of 0.5% caused 85.42% mortality of imago. This result was not significantly different from the mortality rate due to acaricide treatment (84.38%). The length of life and virginity of female mites exposed to sublethal effects were compared to the control. The mite population on cassava plants treated with 0.5% concentration of formic acid was significantly lower than the control during the test period in the greenhouse. Weaver ants extract is as good as commercial acaricides in suppressing the population of T. kanzawai on cassava plants in the greenhouse. Formic acid treatment can reduce the level of damage to cassava plants due to T. kanzawai attack in the greenhouse. Formic acid treatment has the same effectiveness as commercial acaricides in suppressing the level of damage to cassava plants by T. kanzawai in the greenhouse.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/160813
Appears in Collections:MT - Agriculture

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover_A3501202024_59e05c3bbf8a42f0972f65d8423778cf.pdfCover431.51 kBAdobe PDFView/Open
fulltext_A3501202024_63332bc9ec314db58ed273c41fbc88b6.pdf
  Restricted Access
Fulltext922.9 kBAdobe PDFView/Open
lampiran_A3501202024_378b23537d1643d89ba3e510bfe6ed3e.pdf
  Restricted Access
Lampiran461.1 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.