Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/160047
Title: Kajian Pengawasan Peredaran Bahan Asal Hewan (Bah) Studi Kasus Pada Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara
Authors: Sutarto, Endriatmo
Sasongko, Hendro
Sianturi, Irfan L.P
Issue Date: 2006
Publisher: IPB University
Abstract: Indonesia yang merupakan negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas yang pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sektor peternakan yang merupakan salah satu dari beberapa sektor yang dibangun diharapkan dapat memberikan sumbangan pada pembangunan yang sedang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Jakarta, maka terjadi pula peningkatan kebutuhan pangan warga Jakarta terutama yang berasal dari hewan dan ikan. Berdasarkan kondisi di atas, maka wilayah Jakarta Utara merupakan salah satu pasar komoditas ternak, Bahan Asal Hewan (BAH) dan ikan yang cukup besar. Pengawasan terhadap lalulintas peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) menjadi sulit karena banyaknya piritu masuk daging dan ternak Berdasarkan pada keadaan ini penulis melakukan penelitian tentang Kajian Pengawasan Peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) di Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara. Dari observasi pendahuluan teridentifikasi berbagai permasalahan sebagai berikut: a) terdapat Bahan Asal Hewan (BAH) yang tidak Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) yang beredar di pasar secara gelap atau ilegal; b) kurang dilibatkannya masyarakat konsumen, pemerhati, pihak pasar jaya dan pedagang sebagai stakeholder dalam pengawasan masuknya Bahan Asal Hewan (BAH); c) kurangnya pengetahuan masyarakat dan pedagang tentang Bahan Asal Hewan yang ASUH; d) adanya penjualan Bahan Asal Hewan yang tidak ASUH di luar pasar. Berdasarkan identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: 1) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) yang ilegal dan tidak ASUH di wilayah Jakarta Utara, 2) Faktor- faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pengawasan peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) di Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara. 3) Rekomendasi apu yang harus diambil untuk mewujudkan pengawasan perodarun Bahan Asal Hewan (BAH) yang ASUH di wilayah Jakarta Utara Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian adalah: a) Mengetahui faktor faktor penyebab peredaran Bahan Asat Hewan (BAH) yang ilegal di wilayah Jakarta Utara; b) Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengawasan peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) di Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara. c) Mencari rekomendasi yang tepat untuk mewujudkan pengawasan peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) yang ASUH di wilayah Jakarta Utara Lokasi penelitian adalah Kotamadya Jakarta Utara dengan objek penelitian ini pengawasan peredaran Bahan Asal Hewan (BAH) pada Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Seksi Pengawasan Pesertibun. Penelitian dilakukan dari bulan Juni hingga Oktober 2005. Metode penelitian ini adalah dengan metode exploratory research yaitu wawancara dengan ahli dan survey dengan kuesioner, Duta yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Duta primer diperoleh dari wawancara dan pengisian kuisioner. Responden adalah pakar terkait, petugas pengawas, pedagang dan masyarakat pembeli. Data sekunder diperoleh dari literatur dan stodi pustaka. Teknik pengambilan contoh menggunakan purposive sampling, yaitu responden seperti pakar atau ahli menggunakan sensus pada responden yang mempunyai kesempatan yang sama yaitu staf Sekai Pengawasan Penertiban dan Ka. Sie Kecamatan dan continient sampling terhadap masyarakat pembeli dan pedagang. Duta yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif menggunakan analisis Stokeholder secara deskriptif sedangkan analisis kuantitatif menggunakan analisis faktor dengan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas pengawas dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 82 persen dan 18 persen sisanya berjenis kelamin perempuan. Proporsi usia petugas 46-55 tahun dan 36-45 tahun masing-masing mempunyai persentase yang sama yaitu sebesar 47 persen serta sisanya sebesar mam persen berusia antara 25-35 tahun. Berdasarkan pendidikan terakhir, petugas pengawas dengan pendidikan terakhir SLTA sebanyak 29 persen, berpendidikan Diploma sebanyak 29 persen, Sarjana 36 persen, serta petugas dengan pendidikan terakhir Pascasarjana sebanyak delapan persen. Petugas yang menjadi responden pada penelitian ini berjumlah sebanyak 65 persen dengan jabatan sebagai Staf dan 35 persen sisanya menjabat sebagai sebagai Kepala Seksi. Petugas yang bekerja selama 16-25 tahun sebanyak 59 persen, selanjutnya petugas yang bekerja selama 5-15 tahun dengan komposisi sebesar 35 persen dan sisanya sebesar enam persen petugas yang sudah bekerja lebih dari 25 tahun. Komposisi jenis kelamin responden pedagang dalam penelitian ini sebanyak 81 persen berjenis kelamin laki-laki dan 19 persen sisanya adalah berjenis kelamin perempuan. Komposisi usia responden pedagang menunjukkan buliwa 43 persen responden pedagang berusia 25-35 tahun, 19 persen berusia 36- 45 tahun, 24 persen berusia 46-55 tahun, dan 14 persen sisanya berusia lebih dari 55 tahun. Bendasarkan tingkat pendidikan terakhir, sebagian besar responden pedagang berpendidikan akhir SD dengan ursian berpendidikan Diploma 5 persen, berpendidikan SLTA sebesar 38 persen, selanjutnyu 10 persen herpendidikan SL TP, dan sebanyak 47 persen berpendidikan SD Komposisi jenis kelamin masyarakat pembeli, dagat dilihat sebanyak 5 persen didominasi jenis kelamin perempuan dan 15 persen berjenis kelamin laki- laki. Komposisi usia masyarakat/pembeli sebagian besar responden pembeli yaitu mencapai 60 persen berusia 36-45 tahun, 25 persen berusia 25-35 tahun, dan sisanya sebesar 15 persen 46-55 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat pembeli, sebanyak 35 persen responden berpendidikan terakhir SD, 40 persen berpendidikan SMP, dan 25 persen sisanya berpendidikan akhir SMA. Tingkat pengetahuan peredaran BAH menurut persepsi pedagang dan masyarakat dengan menggunakan analisis modus bahwa pedagang dan masyarakat memiliki persepsi yang sama dengan menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan 2. pernyataan 3, pernyataan 4, pernyataan 5, pernyataan 10 dan pernyataan 11. Pedagang dan masyarakat memiliki perbedaan persepui terhadap pernyataan 1, pernyataan 6, pernyataan 7 dan pernyataan 13. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi antara pedagang dan masyarakat pada tiga belas indikator tingkat pengetahuan terhadap peredaran BAIH di Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Uturu dilakukan pengujian dengan analisis Mann Whitwy dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen (alpa-5%). Hasil perhitungan analisis Mann Whitmay untuk tiga belas indikator tingkat pengetahuan terhadap pengawasan Bahan Asal Hewan (HAH) menunjukkan P-Value sebesar 0,6265 yang bernilai lebih dari 0.05 sehingga menjukkan penerimaan terhadap hipotesis nol dengan kata lain pengetahuan pedagang dan masyarakat terhadap daging yang tidak ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) adalah sama saja. Selanjutnya secara umum pedagang di wilayah Jakarta Utara tidak setuju terhadap penjualan BAH yang tidak ASUH sebesar 33,33 persen dan sangat tidak setuju dengan persentase yang lebih besar lagi yaitu sebesar 66.67 persen sehingga dapat dikatakan bahwa berdasarkan hasil analisix kuesioner, pedagang tidak pernah menjual daging ayam, sapi, korban atau kambing yang tidak layak konsumsi di pasar. Berdasarkan hasil analisis faktor terhadap 37 indikator pernyataan yang dianggap mempengaruhi pengawasan peredaran BAH di Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Koumadya Jakarta Utarı maka diperoleh sembilan factor yang dianggap berpengaruh terhadap petugas pengawas Sudin di lapangan yaitu: Faktor Operasional, Faktor Kepemimpinan, Faktor Kompensasi, Faktor Tanggung Jawab, Kemampuan Kerja, Faktor Penghargaan, Faktor Sarana Kerja, Fakigr Fasilitas, Faktor Managırmen. Berdasarkan sembilan faktor terbentuk dapat menerangkan variasi indikator-indikator untuk kinerja faktor yang terbentuk sebesar 95,947 persen dengan tingkat varians terbesar adalah pada faktor satu dengan total persentasi varian sebesar 20,129 persen dan terendah adalah pada faktor sembilan dengan persentase varian sebesar 3.27 persen Hasil wawancara mendalam dengan stakeholder Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara dinyatakan oleh 1) Riana Faiza, (Kepala Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelauatan Kotamadya Jakarta Utara) untuk menjalankan perda yang ada perlu dilakukan suatu tindakan sanksi bagi pedagang yang melakukan pelanggaran seperti sanksi awal berupa peringatan tertulis dan penyitaan daging, apabila masih melakukan hal yang sama dilanjutkan dengan sanksi hukum dan diajukan ke pengadilan untuk mewujudkan perlindungan terhadap konsumen akan konsumsi BAH dan perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengawasan perlu ditambah anggaran untuk menciptakım pengawasan yang diharapkan. 2) Quthamash (Ketua MUI Jakarta Utara) sosialisasi BAH yang halal dirasakan masih kurang menyentuh sampai kepada masyarakat sehingga perlu ditingkatkan dimana konsumsi BAH berlangsung setiap hari berarti setiap hari juga pemotongan hewan dilakukan, haik sapi, kambing, ayam dan lainnya. Dengan ini disarankan untuk tetap dilibatkan dari pihak MUI untuk mengawasi setiap aktifitas ini dari segi kehalalannya. 3) Pance Hanahap (Pengurus Pasar Jaya Kecamatan Koja Jakarta Utani), pedagang BAH yang tidak asuh umumnya berada di luar pasar yang biasanya tidak terawani oleh petugas sehingga diharapkan kerjasama yang sinergi antara petugas pasar dengan petugas sudin dengan meningkatkan pengetahuan teknis karena pada umumnya setiap hari yang berhadapan langsung dengan pedagang di pasar adalah petugas pasar. 4) Pridy Soekarto (Pengurus Harian YLKI), konsumen tidak berdaya karena tekanan ekonomi ditumbuh tidak mengetahui perbedaan BAH yang ASUH dan yang tidak ASUH. Bikin daftar pasar yang relatif ASUH sehingga masyarakat pergi ke pasar tersebut. Diharapkan tanggung jawab moril dari pemerintah dan pelaku usaha seperti supermarket untuk memberi konsumsi yang benar kepada masyarakat dengan memberi pembelajaran BAH yang ASUH. 5) Zaenal Abidin (Kasubag Tata Usaha Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner DKI Jakarta), pengawasan harus terprogram. Kebijakan oleh pemerintah dirasakan sudah cukup hanya aplikasi di lapangan yang tidak memahami teknis karena petugas-petugas di lapangan itu sangat heterogen, sehingga tidak menguasai teknis pengawasan itu sendiri. Pengawasan harus bersifat kontinu sebagai kunci dilakukan terus menerus jangan ada waktu yang kosong memungkinkan pada pedagang untuk dapat menjual daging yang tidak ASUH, 6) Agung Priambodo (Kasie Pengawasan Pengendalian Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta), pelaksanaan tugas pengawasan telah dilakukan dengan maksimal dengan pelibatkan petugas dari instansi terkait di tingkat provinsi dan dengan mensosialisaikan BAH yang ASUH dengan ciri-ciri daging yang baik lewat leaflet yang ditempel di pasar-pasar. Pelaksanaan pengawasan ini dilakukan hingga larut malam dan subuh dini hari yang dilakukan secara berkesinambungan.
Sebagai konsekuensi logis dan kotipleksitas tantangan dinamika lingkungan global dan lokal (regional) pada berbagai sektor dewasa ini, seluruh organisasi terutama organisasi Pemerintah, termasuk Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dituntut untuk merubah paradigma layanannya, yakni paradigma layanan yang berorientasi kepada masyarakat (civil society orientation) Seluruh sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi Pemerintah dikonsentrasikan kepada aptimalisasi pelayanan masyarakat (public services) Dalam upaya itu, seluruh unil pelayanan Pemerintah Propesasi DKI Jakarta, termasuk Pelayanan Izin Mendinkan Bangunan (IMB) oleh Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan (P2B) Propinsi LIKI Jakarta, baik Pelayanan IMB Rumah Tinggal maupun Non Rumah Tinggal, perlu dan harus slimotivasi untuk berkompetisi dalam memberikan pelayanan secara prima (evellence services) Kepada masyarakat. Menyadari akan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan hak-haknya, termasuk mendapatkan pelayanan mengharuskan dilaksanakannya perbaikan Sistem Pelayanan masyarakat sesegera mungkin secara menyeluruh. Meskipun secara normatif telah ditegaskan akan pentingnya memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat (konsumen), namun permasalahan yang terkait dengan Pelayanan IMB hingga saat ini masih sangat sulit deelesaikan Relatif banyaknya keluhan masyarakat yang terkait dengan pelayanan MB, demikian halnya dengan masih lerdapatnya masyarakat yang belum memenuhi persyaratan dalam mendirikan bangunan memberi signal bahwa Kuallas Pelayanan IMB oleh Dinas P20 Propinsi DKI Jakarta masih perlu ditingkatkan seoptimal mungkin. Untuk itu, perlu dilakukan suatu analisis yang terkait dengan berbagai permasalahan Pelayanan IMB guna meniperoleh suatu ahermati kebijakan untuk meningkatkan Kualitas Pelayanan IMB oleh Dinas P28 Propinsi DKI Jakarta di masa mendatang Secara spesifik, penelllian am bertujuan untuk (1) menganalisis tingkat kepuasan konsumen terhadap Pelayanan IMB yang diberikan oleh Dinas P20 Propinsi DKI Jakarta, (2) menganaleis perbedaan persepsi konsumen terhadap kepuasan Pelayanan IMB, dan (3) merumuskan altemaür kebijakan peningkatan kualitas Pelayanan IMB di Propinsi DKI Jakarta. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada obyek penelitian, yakni Pelayanan IMB (Rumah Tinggal dan Nen. Rumah Tinggal) oleh Cinas P28 Propinsi DKI Jakarta, Dimensi-dimensi Pelayanan yang terkait dengan Pelayanan IMB. dan perumusan alternatif kebijakan peningkatan kualitas Pelayanan IMB di masa mendatang Penelitian ini dilaksanakan di Dinas P2B Propinsi DKI Jakarta, yang terdin dari Balai Dinas P28 Propinsi DKI Jakarta, Suku Dinas (Gudin) P2B Kotamadya Jakarta Selatan, Timur, Pusat, Barat, dan Utara Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Studi Kasus (Case Study), khususnya yang lerkait dengan Pelayanan IMB di Propinsi DKI Jakarta Adapun data yang digunakan terdin dari data primer dan sekunder. Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah dan dianatsis Adapun jumlah contoh (sampel) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 orang responden, yang terdiri dari responden konsumen IMB Rumah Tinggal dan Non-Rumah Tinggal di lingkungan Balai Dienas dan Suku Dinas P28 Propmai DKI Jakarta Selanjutnya, dengan menggunakan 5 (lena) kelompok Dimensi Kualitas Pelayanan, yakni Bukti Langsung (Tangibles), Kahandalan (Reliability). Daya Tanggap (Responsiveness), Jaminan (Assurance) dan Empati Empathy), yang masing-masing mencakup 4 (empat) sub Dimensi Kualitas Pelayanan, data yang berhasil dihimpun kemudian dianalisis dengan menggunakan teku teknik scoring dengan menggunakan Skala Likert, pengukuran Tingkat Kualitas Pelayanan IMB dengan menggunakan Skor SERVQUAL, Tingkat Kesesuaian Kepentingan Konsumen IMB, dan analisis Tingkat Kepentingan dan Keverja Pelayanan IMB (Importance-Performance Analysis) serta melakukan analeis korslasional antar Dimensi dan Sub Dimensi Kualitas Pelayanan M dengan menggunakan teknik korelasi rank Spearman Berdasarkan hasil analisis, diperoleh beberapa temuan sebagai kesimpulan nobagal benkut 1. Berdasarkan analisis data terhadap pendapat responden konsumen IMB Plumah Tinggal dan Non Rumah Tinggal diperoleh hasil bahwa telah terjadi kasenjangan (gap) antara kualitas pelayanan yang diharapkan dengan yang dirasakan (kenyutaan). Artinya, petugas pelayanan IMB masih belum dapat memberikan pelayanan yang dapat memuaskan para konsumen IMB 2. Secara keseluruhan, baik, konsumen IMB Rumah Tinggal maupun Non Rumah Tinggal merasa kurang puas terhadap pelayanan yang mereka rasakan/terma. Ketidakpuasan tersebut, baik oleh Konsumen IMB Rurnat Tinggal maupun Non Rumah Tinggal terutama disebabkan oleh faktor (1) waktu penyelesaian pelayanan yang tidak pasti (2) kurangnya ketulusan dan kesungguhan petugas pelayanan dalam menyelesaikan permasalahan konsumen (3) akurani dokumen atau persyaratan pelayanan (4) relatif lambatnya pelayanan diberikan oleh petugas pelayanan (5) kurang tanggapnya petugas pelayanan dalam memenuhi kebutuhan konsumen (6) sarana/fasiltas pelayanan yang kurang memadai (7) kurang nyamannya lingkungan tempat pelaksanaan pelayanan: (8) kurang mampunya petugas dalam memberikan jawaban atas pertanyaan- pertanyaan konsumen (9) kutang ramahnya petugas pelayanan dalam membenkan pelayanan (10) ketidaksesuaian waktuljam kerja petugas pelayarian dalam memberikan pelayaran, dan (11) sebagian besar konsumen Kurang merasakan adanya perhatian khusus dari petugas pelayanan kepada konsumen 3. Berdasarkan hasi analisis perbandingan antara pendapat kelompok responden bentasarkan jenis kelamin, kelompok umpur/usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan utama setagian besar memperihatkan terjadinya kesenjangan antara kualitas pelayanan yang diharapkan dan kualitas pelayanan yang dirasakan oleh Konsumen IMB Rumah Tinggal. Sedangkan pada konsumen IMB Non Rumah Tinggal seluruhnya terjadi kesenjangan antara kualitas pelayanan yang diharapkan dan yang dirasakan (kenyataan). 4. Hasil analisis terhadap harapan konsumen (MB Rumah Tinggal dan Non Rumah Tinggal terhadap pemahaman pegawai Dinas P28 Propinsi DKI Jakarta memperlihatkan bahwa petugas pelayanan selaku penyedia layanan belum Cukup mampu memahami harapan konsumen 5. Berdasarkan hasil analisis korelasi antar Dimensi Kualitas Pelayanan untuk kondisi kualitas pelayanan yang dirasakan oleh konsumen IMB Rumah Tinggal dan Non Rumah Tinggal memperlihatkan bahwa hampir seluruh dimensi maupun sub dimensi kualitas pelayanan saling terkait secara signifikan (pada taraf 5%) Korelasi yang tidak signifikan hanya terjadi pada sub dimensi kualitas pelayanan Kehandalan (Redability), yakni antara sub dirnensi kualtas pelayanan Kelulusan Kesungguhan Petugas Pelayanan Permasalahan Konsumen dan sub dalam menyelesaikan dimensi kualitas pelayanan Keakuratan Dokumen/Catatan yang terkait dengan Pelayanan 6. Bentasarkan analisis kepentingan-kinerja (importance-performance analys pelayanan IMB Rumah Tinggal dan Non Rumah Tinggal diperoleh hasil sebagai berikut Faktor-faktor kualitas pelayanan yang perlu dipertahankan meliputi: 1) Dimensi Kualitas Pelayanan Kehandalan (Reñability), yakni akurasi dokumenicatatan pelayanan. 2) Dimensi Kualitas Pelayanan Daya Tanggap (Responsiveness) yakni dalam memberikan informasi pelaksanaan pelayanan. 3) Dimensi Kualitas Pelayanan Jaminan (Assurance), meliputi kepastian baya pelayanan, yang terkait dengan penerapan ketentuan biaya pelayanan yang pasti dalam pengurusan IMB dan kesopanan dan keramahan petugas pelayanan dalam memberikan pelayanan. as Pelayanan Empali (Empamy), yakni kesesuaian 4) Dimensi Kualitas waldujam kerja dalam memberikan pelayanan b. Faktor-faktor Pelayanan yang perlu mendapatkan prioritas utama untuk diperbaiki meliputi: Dimensi Kualitas Pelayanan Bukti Langsung (Tangibles), yakni penggunaan sarana/fasilitas pelayanan yang modem dan mutakhir serta penampilan petugas pelayanan yang memberikan kesan profesional dalam memberikan pelayanan 2) Dimensi Kualitas Pelayanan Kehandalan (Reliability), meliputi ketepatan waktu jadwal pelaksanaan pelayanan, ketulusan atau kesungguhan petugas pelayanan dalam menyelesaikan permasalahan konsumen, tan pemenuhan kebutuhanihak konsumen, yang terkait dengan faktor kultur (budaya) 3) Dimensi Kualitas Pelayanan Daya Tanggap (Responsiveness), yakni dalam memberikan pelayanan secara cepat 4) Dimensi Kualitas atas Pelayanan Jaminan (Assurance), yakni kemampuan/pemahaman petugas dalam memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan konsumen. 5) Dimensi Kualitas Pelayanan Empat (Empathy), yakni kesetiaan petugas pelayanan dalam memberikan pelayanan kapada konsumen Faktor-faktor Pelayanan dengan prontas pembenahan rendah dan yang bukan termasuk dalam prioritas pembenahan (berlebihan) meliputi: પાવાog) પરપી 1) Dimensi Kualitas Pelayarian Bukti Langsung (Tangibles) meliputi kenyamanan lingkungan pelayanan, meliputi penataan berkas-berkas pada ruangan tempat pelayanan dan penyediaan sarana pelayanan atau fasilitas ruang kerja petugas pelayanan secara memadai. 2) Dimensi Kualitas Pelayanan Qaya Tanggap (Responsiveness, yakni dalam memenuhi kebutuhan konsumen dan dalam memberikan bantuan kepada konsumen (terkait dengan keluhan konsumenj. 3) Dimensi Kualtas Pelayanan Jaminan (Assurance), yakni jaminan keamanan kepada konsumen dalam menerima pelayanan 4) Dimensi Kualitas Pelayanan Empali (Empathy), meliputi perhatian khusus kepada konsumen dan pemahaman petugas pelayanan terhadap kebutuhan khusus/spesifik konsumen, yang terkait dengan pencapaian penyelesaian pelayanan sesuai dengan yang diinformasikan kepada konsumen Bendasarkan hasil analisis tersebut di atas dapat diusulkan beberapa saran sebagai berikut 1. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan IMB, baik untuk Rumah Tinggal maupun Non Rumah Tinggal dapat dipertimbangkan beberapa saran sebagai Dahan masukan bagi pihak manajemen Dinas P2B Propinsi DKI Jakarta sensual tangan harapan para konsumen IMB, yang meliputi Penegakan disiplin petugas pelayanan untuk mentaati waktu dimulainya pelaksanaan (jam kerja) dan penyelesaian pelayanan IMES secara lebih cepat (faster) sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Meningkatkan komitmen petugas pelayanan dan menerapkan budaya pelayanan yang ramah dan lebih mendahulukan kebutuhan atau kepentingan konsumen, termasuk dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh konsumen terkait dengan pelayanan IMB. Penyederhanaan dan standartsasi dokumen/persyaratan pengurusan IMB yang dapat memberikan kemudahan dan kepastian kepada konsumen. d. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana/fasilitas pelayanan IMB secara lebih memadai, yang meliputi ruangan/loket pelayanan yang lebih tertata rapi berikut kelengkapan fasitas kerjanya (komputerisasi), fasilitas ruang tunggu, seperti kursi, televisi, pendingin ruangan/AC, dan fasilitas informasi tentang pelayanan IMB kepada konsumen. e. Meningkatkan kemampuan petugas pelayanan IMB sesuai dengan tugas dan fungsi pelayanan yang harus dijalankan, antara lain melalui penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) di tempat kerja (on the job training) sesuai dengan kendala/hambatan yang dihadapi Memberikan perhatian khusus kepada konsumen, antara lain dengan menyerahkan IMB yang telah selesai ke alamat konsumen, menghubungi (memberitahu) konsumen atas berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oich konsumen dalam mengurus MB, dan lain-lain 2. Datam jangka panjang, allternatif kebijakan peningkatan kualitas pelayanan IMEI Humah Tinggal dan Non Rumah Tinggal yang perlu dipertimbangkan untuk diterapkan pada masa yang akan datang meliputi Mengedepankan prinsip pelayanan yang terpadu, sederhana, tepat, lengkap a aman, nyaman, pasti adil, terbuka, dan akuntabel, profesional Menyusun Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang mencakup keseluruhan mekanisme dan prosedur pelayanan serta sarana dan prasarana pelayanan Meningkatkan kompetensi dan profesionalisme serta motivasi pelayanan secara memadai. petugas (sumbernlaya manusia pelayanan sec Menerapkan mekanisme kontrol masyarakat (pubioły sanction) terhadap pelayanan IMB agar transparan dan akuntabel Membentuk IMB Mobile Service dengan sistem "jemput bola", guna mempercepat dan menghemal serta kepraktisan dan membentuk personalized servios kepada konsumen dalam proses maupun biaya Pelayanan MB.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/160047
Appears in Collections:MT - Business

Files in This Item:
File SizeFormat 
5EKILPS.pdf
  Restricted Access
39.93 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.