Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/159927Full metadata record
| DC Field | Value | Language |
|---|---|---|
| dc.contributor.advisor | Tanopruwito, Djoni | - |
| dc.contributor.advisor | Ma'Arif, M.Syamsul | - |
| dc.contributor.author | Bessant, Rr. Beta Tyas Wijayanti | - |
| dc.date.accessioned | 2024-12-05T07:08:16Z | - |
| dc.date.available | 2024-12-05T07:08:16Z | - |
| dc.date.issued | 2005 | - |
| dc.identifier.uri | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/159927 | - |
| dc.description.abstract | Konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia tahun 2000 relatif masih sangat rendah, 4,2 liter per tahun sedangkan rata-rata konsumsi per kapita negara-negara lain jauh lebih tinggi seperti Malaysia yaitu lebih dari 20 liter perkapita pertahun. Jika konsumsi rata-rata Indonesia meningkat setengah saja dari rata-rata konsumsi per kapita negara Malaysia, maka kebutuhan susu diperkirakan akan meningkat luar biasa. Namun peningkatan permintaan produk susu tersebut diserap oleh pasar luar negeri dengan persentase impor susu mencapai 71,57% pada tahun 2002, sedangkan produksi susu dalam negeri tidak memanfaatkan peluang tersebut secara optimal. Produksi susu lokal yang rendah akibat usaha peternakan yang tidak dilaksanakan secara optimal dan serius, dibuktikan dengan skala usaha peternak di Indonesia yang hanya bersifat skala rumah tangga dengan kepemilikan sapi berkisar antara dua sampai empat ekor. Hal ini dikarenakan keterbatasan informasi dan hasil penelitian tentang potensi usaha sapi perah yang bernilai profitable serta potensi wilayah dan strategi pengembangan di Indonesia menyebabkan para investor tidak melirik usaha peternakan sapi perah ini dan dampaknya secara tidak langsung adalah kurangnya penyediaan modal untuk pengembangan peternakan sapi perah tersebut. Keadaan ini mengisyaratkan perlu adanya perbaikan pola usaha ternak, sehingga sejauh mungkin dengan sumber daya yang terbatas yang dimiliki oleh peternak rakyat dapat memberikan perbaikan kesejahteraan bagi peternak tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui kondisi dan karakteristik peternakan sapi perah di wilayah Bogor saat ini; (2) mengetahui pendapatan usaha peternakan sapi perah di skala usaha kecil, menengah dan besar; (3) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha peternakan sapi perah; (4) mengetahui rata-rata kebutuhan hidup keluarga peternak beserta tingkat kesejahteraannya; (5) mengetahui status kelayakan usaha peternakan sapi perah rakyat dilihat dari aspek finansial serta merekomendasikan upaya yang perlu dilakukan agar pola usaha peternakan sapi perah yang terdapat di wilayah bogor saat ini dapat mencapai kelayakan usaha dengan melihat faktor-faktor yang ada dalam rangka mengembangkan peternakan sapi perah di wilayah Bogor. Penelitian ini dibatasi pada analisa usaha yang digunakan sebagai upaya untuk mencapai kesejahteraan yaitu hasil usaha yang dapat memenuhi kebutuhan optimal peternak dan seluruh anggota keluarga dan pengamatan dibatasi pada peternak sapi perah skala rakyat yaitu peternak anggota KUD Giri tani dan KPS (Koperasi Pengumpul Susu) Bogor. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif melalui survei dan observasi. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer yang diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner dengan responden peternak sapi perah. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode proportionate stratatified judgemental sampling yang dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kepemilikan sapi betina poduktif yaitu skala kecil (1-5 ekor) sebanyak 33 responden, skala menengah (6-10 ekor) sebanyak 16 responden dan skala besar (> 10 ekor) sebanyak 27 responden. Analisa yang dilakukan meliputi (1) analisa deskriptif tentang karakteristik peternak responden dan usaha ternak sapi perah; (2) Analisa Biaya produksi, penerimaan, pendapatan dan R/C ratio; (3) Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha ternak; (4) Analisa kebutuhan hidup dan tingkat kesejahteraan peternak dengan menggunakan pendekatan lima indikator yang diambil dari Susenas 2002 yang meliputi tingkat pendapatan per kapita, tingkat konsumsi per kapita, tingkat pendidikan keluarga, kondisi tempat tinggal dan fasilitas tempat tinggal; (5) analisis kelayakan melalui empat pendekatan yaitu kelayakan harga jual susu saat ini, kelayakan menurut persepsi peternak yaitu berdasarkan atas dapat tidaknya usaha peternakan tersebut untuk memenuhi kebutuhan optimal rumah tangga peternak, kelayakan menggunakan titik impas, kelayakan menggunakan cash flow analysis dilanjutkan dengan perhitungan NPV, Net B/C, IRR dan PBP dilanjutkan dengan analisa sensitivitas. Layak secara finansial belum tentu hasil usaha peternakan tersebut dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga peternak. Oleh sebab itu dilakukan evaluasi hasil kelayakan untuk menentukan skala ekonomis atau pola usaha yang mungkin dapat dilakukan peternak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan meningkatkan kesejahteraannya. Hasil analisis secara deskriftif terhadap karakteristik peternak responden dan usaha peternakan sapi perah di wilayah Bogor menunjukkan bahwa rata-rata peternak telah melakukan usaha beternak lebih dari sepuluh tahun dan lebih dari 80% bermatapencaharian pokok sebagai peternak dengan motivasi utama beternak adalah meningkatkan pendapatan. Dari hasil penilaian terhadap indikator manajemen yang meliputi produksi susu per ekor per hari, lama kering, lama laktasi, umur beranak pertama, perbandingan pakan hijauan dan konsentrat, tenaga kerja dan service perconception pada ketiga skala usaha tergolong kedalam kategori cukup baik dalam manajemen pemeliharaan. Rataan kepemilikan ternak untuk skala kecil sebanyak 6,55±2,72 ekor, skala menengah sebanyak 11,81±4,94 ekor dan skala besar sebanyak 28,96±15,85 ekor. Komponen biaya produksi yang teramati dalam penelitian ini digolongkan menjadi biaya tetap kas dan bukan kas serta biaya variabel kas dan bukan kas. Termasuk biaya tetap kas adalah biaya kredit, pajak, listrik dan air, sedangkan biaya tetap bukan kas adalah depresiasi peralatan yaitu milk can, depresiasi kandang dan depresiasi ternak. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya variabel kas adalah pembelian pakan, obat-obatan dan IB, peralatan tidak tahan lama, upah tenaga kerja luar, simpanan koperasi, biaya chiling unit (hanya untuk daerah Kunak) serta transportasi susu dan pakan. Biaya variabel bukan kas adalah biaya hijauan dan tenaga kerja keluarga. Hasil analisis dari struktur biaya menunjukkan bahwa total biaya variabel (TVC cash dan non cash) berkontribusi lebih dari 70% dari total biaya produksi dengan biaya terbesar berasal dari biaya pakan dan biaya tenaga kerja, sedangkan sisanya merupakan biaya tetap (TFC cash dan non cash). Hasil dari analisis Regresi Linear Berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan (keberhasilan) usaha peternakan sapi perah adalah manajemen (X1), tingkat efisiensi (X2 = ratio penerimaan dibagi dengan total biaya (R/C)), modal yang terdiri dari luas kandang, ternak dan peralatan dalam rupiah per peternak (X3), jumlah sapi betina laktasi yang dimiliki peternak (X4), produksi susu per ekor per hari (X5), dan lokasi dari daerah pemasaran (X8) (signifikan pada = 0,1). Sedangkan pengalaman beternak (X6) dan tingkat pendidikan peternak (X7) dalam penelitian ini tidak cukup bukti yang menunjukkan bahwa kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan usaha beternak sapi perah. Model persamaan regresi yang didapatkan sebagai berikut : Keuntungan = -3.282.308 + 768.885 X1 + 785.366 X2 - 1.104 X3 + 275.763 X4 + 111.464 X5 - 632.675 X8 Berdasarkan lima indikator dari Susenas 2002 yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan peternak responden di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor secara umum pada berbagai skala usaha memiliki tingkat kesejahteraan sedang yaitu 48,48% dari responden total pada skala kecil, 43,75% dari responden total pada skala menengah. Sedangkan pada skala besar dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraannya tersebar di tingkat tinggi dan sedang yaitu sebesar 55,56% untuk kesejahteran tinggi dan 40,74% untuk kesejahteraan sedang. Hal ini mencerminkan bahwa hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan skala usaha memiliki hubungan yang sebanding bahwa semakin tinggi skala usaha yang dimiliki dapat memberikan kesejahteraan yang lebih tinggi. Dengan demikian tingkat kesejahteraan peternak dengan skala usaha besar lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan yang berskala kecil. Harga susu aktual di tingkat peternak yang berlaku di wilayah Bogor masih jauh di bawah harga yang layak yang telah memperhitungkan harga pokok produksi (HPP) dan marjin keuntungan sebesar 20% dari HPP. Harga susu yang layak adalah berkisar antara Rp 1.937,00 sampai Rp 2.280,00. Kelayakan usaha berdasarkan persepsi peternak yaitu mampu memenuhi kebutuhan peternak hanya skala usaha besar dan menengah ditandai dengan masih adanya sisa usaha setelah laba yang diterima peternak dikurangi dengan biaya hidup keluarga peternak. Oleh sebab itu peternakan sapi perah skala rakyat dengan skala kepemilikan lebih dari lima ekor layak untuk diusahakan dan menjadi mata pencaharian pokok. Sedangkan untuk skala usaha kecil dari hasil ini belum cukup bukti yang menyatakan bahwa usaha peternakan dengan kepemilikan sapi betina produktif kurang dari enam ekor layak untuk diusahakan. Berdasarkan analisa titik impas untuk usaha ternak sapi perah skala kecil layak untuk diusahakan jika hanya murni kegiatan produksi tanpa memperhitungkan biaya hidup keluarga peternak. Dikatakan layak karena peternak skala kecil masih dapat meningkatkan usahanya sehingga menghasilkan keuntungan yang maksimum dengan meningkatkan produksi susu per ekor sapi atau dengan menambah jumlah sapi betina produksi lebih dari tiga ekor. Namun jika dalam kegiatan peternakan sapi perah memperhitungkan biaya konsumsi rumah tangga peternak sebagai biaya produksi maka skala usaha kecil tidak layak lagi untuk diusahakan karena jumlah produksi yang harus dicapai adalah sebesar 3.084 liter atau peternak minimal harus memiliki sapi sebanyak 10 ekor. Sedangkan untuk skala besar dan menengah usaha peternakan dalam skala ini layak untuk diusahakan karena keduanya masih dapat diusahakan untuk mendapatkan laba yang maksimum. Berturut-turut untuk jumlah sapi betina produktif minimum yang harus dimiliki oleh peternak skala menengah untuk mencapai titik impas tanpa dan dengan memperhitungkan biaya konsumsi RT adalah empat ekor dan sembilan ekor dan untuk skala besar adalah delapan ekor dan lima belas ekor. Dari hasil evaluasi profitabilitas menunjukkan bahwa ketiga skala layak untuk diusahakan karena mampu memberikan NPV yang positif dan memiliki IRR yang lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga pinjaman sebesar 18%....dst. | |
| dc.publisher | IPB University | id |
| dc.subject.ddc | Manajemen Keuangan | id |
| dc.title | Analisis Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat Dalam Kaitannya Dengan Kesejahteraan Peternak Di Kabupaten dan Kota Bogor | id |
| dc.subject.keyword | Susu Segar | id |
| dc.subject.keyword | Peternakan Sapi Perah | id |
| dc.subject.keyword | Kesejahteraan Peternak | id |
| dc.subject.keyword | Struktur Biaya | id |
| dc.subject.keyword | Analisis Pendapatan | id |
| dc.subject.keyword | Regresi Berganda | id |
| dc.subject.keyword | Kelayakan Harga Jual | id |
| dc.subject.keyword | Kelayakan Persepsi | id |
| dc.subject.keyword | Analisis Titik Impas | id |
| dc.subject.keyword | Evaluasi Profitabilitas | id |
| dc.subject.keyword | Susu Segar, Peternakan Sapi Perah, Kesejahteraan Peternak, Struktur Biaya, Analisis Pendapatan, Regresi berganda, Kelayakan Harga Jual, Kelayakan persepsi peternak, Analisis titik Impas, Evaluasi Profitabilitas | id |
| Appears in Collections: | MT - Business | |
Files in This Item:
| File | Size | Format | |
|---|---|---|---|
| R2905EBTWBT.pdf Restricted Access | 106.35 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.