Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/159779Full metadata record
| DC Field | Value | Language |
|---|---|---|
| dc.contributor.advisor | Gumbira-Said, E | - |
| dc.contributor.advisor | Suroso, Arief Imam | - |
| dc.contributor.author | Zairy, Aryadi Irfan | - |
| dc.date.accessioned | 2024-12-05T06:35:58Z | - |
| dc.date.available | 2024-12-05T06:35:58Z | - |
| dc.date.issued | 2004 | - |
| dc.identifier.uri | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/159779 | - |
| dc.description.abstract | PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) adalah salah satu perusahaan negara (BUMN) yang bergerak di bidang agribisnis dan agroindustri, disamping PTPN lainnya. Saat ini perusahaan BUMN Perkebunan yang berada di seluruh Indonesia berjumlah lima belas, mulai dari PTPN I di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, hingga PTPN XIV di Propinsi Sulawesi Tenggara, serta PT Rajawali Nusantara Indonesia. Selain itu terdapat perkebunan swasta sebanyak lebih kurang 700 perusahaan. PT Perkebunan Nusantara 1 s/d XIV tersebut, sejak pengambilalihan dari pemerintah Belanda telah beberapa kali dilakukan reorganisasi, hingga yang terakhir seluruh perusahaan perkebunan negara dikonsolidasi menjadi hanya 14 perusahaan saja. Pada awal pembentukannya, PTP Nusantara VI (Persero) merupakan salah satu PTPN yang terkecil, dengan jumlah aset hanya sekitar Rp.280,085 milyar dan omzet penjualan Rp.398,455 milyar, sedangkan komposisi usahanya terdiri dari 70 persen Kebun Plasma dan 30 persen Kebun Inti. Selama lima tahun sejak 1996, asetnya telah berkembang menjadi Rp.486,605 milyar dengan omzet penjualan mencapai Rp.411,544 milyar serta komposisi usaha menjadi 67 persen Kebun Plasma dan 32 persen Kebun Inti. Berdasarkan inventarisasi permasalahan yang ada, terutama yang mempengaruhi industri bidang agribisnis, maka dirumuskan berbagai masalah yang spesifik yang dialami PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) pada saat ini, sebagai berikut. 1. Belum adanya kesiapan perusahaan dalam menyongsong kebijakan pasar bebas, dimana produk yang dihasilkan selama ini belum cukup mampu bersaing dengan produk sejenis, baik ditinjau dari segi biaya produksi, harga jual maupun kualitas dan tampilan produk. 2. Produk yang dihasilkan baru dapat memenuhi standar umum, belum menyesuaikan pada keinginan pasar yang dituju. 3. Belum adanya upaya perusahaan untuk mendapatkan solusi dalam mengurangi berbagai kelemahan yang dimiliki produk agribisnis 4. Upaya-upaya perusahaan dalam melakukan penjualan dan mendapatkan pasar sendiri belum optimal. 5. Produktivitas berbagai produk yang dihasilkan masih relatif rendah. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisa faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kondisi perusahaan 2. Menganalisa faktor-faktor internal yang dimiliki perusahaan 3. Menganalisa kondisi industri sejenis, serta merumuskan kondisi industri PTP Nusantara VI (Persero) pada masa yang akan datang 4. Merumuskan dan merekomendasikan bentuk arsitektur strategi untuk mewujudkan industri masa depan PTP Nusantara VI (Persero). Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus dengan menganalisis data primer yang didapat dari hasil kuesioner para responden yang representatif serta mengolah data sekunder dan tersier yang didapat dari berbagai sumber. Visi PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) adalah menjadi perusahaan yang mengelola agribisnis dan agroindustri dengan menggunakan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk menghasilkan produk berdaya saing tinggi, dengan dukungan kemitraan serta memanfaatkan sumber daya dan budaya perusahaan untuk dapat memberikan manfaat bagi pemegang saham, karyawan dan masyarakat sekitarnya. Dalam mencapai visinya PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) memposisikan diri sebagai perusahaan yang memiliki nilai sesuai misinya, meliputi hal-hal sebagai berikut. SDM yang kreatif dan berdaya inovasi tinggi serta mempunyai integritas 1 2. Komitmen bersama untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate govemance) secara konsisten 3. Kemitraan yang serasi dengan stakeholders, dan 4. Memberikan kontribusi yang tinggi kepada negara. Berdasarkan data Laporan Bulanan Ekonomi, Moneter dan Perbankan Bank Indonesia (2004), terlihat bahwa posisi uang primer serta tingkat inflasi terkendali, tingkat suku bunga turun, nilai tukar relatif stabil dan beberapa indikator ekonomi mengindikasikan adanya perubahan pada kondisi fundamental dalam negeri. Pada triwulan II tahun 2004, perkembangan ekonomi Indonesia secara keseluruhan mengalami peningkatan sekitar 4,3 sampai dengan 4,8 persen, sementara tingkat inflasi berkisar antara 6-7 persen. Nilai tukar Rupiah terhadap USD berada pada Rp.9.307 per USD. (Kurs BI tanggal 02 Juli 2004). Badan Pusat Statistik (2002) mencatat peningkatan produk domestik bruto pada tahun 2002 hingga 3,66 persen dari tahun 2001 dan pertumbuhan ekonomi tanpa migas sebesar 3,90 persen dengan nilai PDB diperkirakan mencapai Rp.426,7 trilyun sementara tanpa migas sebesar Rp.393,7 trilyun, atau naik masing-masing sebesar 3,6 persen dan 3,8 persen dari tahun 2001. Semua sektor akan mengalami pertumbuhan. Keseluruhan sektor ekonomi pada tahun 2002 mencatat pertumbuhan positif. Pada saat yang sama, nilai ekspor berbagai komoditas juga mengalami peningkatan hingga mencapai 57.158,8 Juta USD pada tahun 2002 atau mengalami surplus jika dibandingkan dengan total impor sebesar 25.869,9 juta USD. Sejak tahun 1987 nilai eskpor non migas berkembang pesat hingga mencapai 50 persen dari total ekspor dan pada tahun 2002 mencapai 79 persen dari total ekspor Indonesia. Dilain pihak berdasarkan hasil survey kegiatan dunia usaha (SKDU) (Business Survey Bank Indonesia, 2004) pada triwulan IV tahun 2003, menunjukkan adanya ekspansi kegiatan usaha. Menurut survei yang diukur dengan menggunakan Saldo Bersih Tertimbang (SBT), terlihat adanya ekspansi sebesar 2,97 persen. Dari sembilan sektor yang disurvel, lima diantaranya mengalami peningkatan, yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi. Secara keseluruhan kegiatan usaha terlihat adanya indikasi membaik, hal ini tercermin dari semakin membaiknya beberapa variabel, antara lain kapasitas produksi, harga jual/tarif, situasi bisnis dan kondisi keuangan para responden. Pada tahun 2003 negara-negara di kawasan Asia telah sepakat untuk memberlakukan kawasan perdagangan bebas Asia atau yang dikenal dengan nama AFTA (Asean Free Trade Area) yang mengharuskan setiap negara di kawasan Asia membebaskan tarif impor hingga 0 persen, dan bebas masuknya investasi asing. Dibebaskannya tarif impor menyebabkan perdagangan antar negara, khususnya di kawasan Asia diduga akan semakin ramai. Meningkatnya volume perdagangan merupakan peluang bagi usaha agribisinis untuk meningkatkan omset penjualannya. Kondisi ekonomi yang baik, menyebabkan berbagai Industri akan terus tumbuh dan berdampak pada peningkatan kebutuhan produk-produk hulu agribisnis. Hal ini merupakan peluang yang semakin besar di bidang agribisnis. Berdasarkan analisis atas faktor hukum dan politik, terlihat bahwa dengan adanya perubahan paradigma dalam menyelenggarakan pemerintah dan pembangunan sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang selanjutnya dijabarkan dalam peraturan pemerintah No.25 tahun 2000 membawa implikasi terhadap perubahan penyelenggaraan pemerintah daerah dari sentralistik menjadi desentralistik, cara berpikir sektoral menjadi komprehensif. Pembangunan bidang agribisnis saat ini masih mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pengembangan ekonomi Indonesia, dimana pemerintah daerah akan lebih memfokuskan pada fungsi stimulan, regulasi dan fasilitasi untuk pemberdayaan petani dan pelaku agribisnis. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa struktur ekonomi daerah masih didominasi oleh sektor pertanian/perkebunan. Berdasarkan analisis atas faktor sosial dan budaya, terlihat bahwa proses perdagangan di era ekonomi digital yang terjadi sejak akhir abad 20 Ini didorong oleh faktor penggerak utama, yaitu teknologi informasi dan jaringan-jaringan kerja (network). Istilah perdagangan di lingkungan baru ini dikenal dengan nama e-commerce yang terkait dengan segala kegiatan pasokan, produksi/operasi dan distribusi. Wujud bisnisnya dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu perdagangan antara perusahaan dengan konsumen (B2C) dan perdagangan antar perusahaan (B2B). Pada era digital semua aliran informasi akan berlangsung dengan kecepatan yang sangat tinggi dan mempunyai jangkauan yang luas (melalui dukungan internet) dan mempercepat proses transaksi barang dan jasa. Sementara itu, dibutuhkan pengetahuan khusus untuk dapat melakukan inovasi, karena pelanggan juga semakin cepat tidak puas. dan ingin dilayani secara individual, hal ini berarti munculnya tuntutan untuk membuat berbagai variasi barang dan layanan. Berdasarkan analisis atas faktor teknologi, terlihat bahwa hasil dari berbagai penelitian dan percobaan yang dilakukan untuk mendapatkan komoditas-komoditas unggulan bidang agribisnis telah banyak dilakukan, bahkan di berbagai negara yang maju dalam pengelolaan agribisnisnya, seperti Thailand, telah berhasil melakukan upaya-upaya rekayasa genetika untuk mendapatkan berbagal produk agribisnis lain yang unggul, disesuaikan dengan permintaan pasar. Berdasarkan analisis atas lingkungan mikro dengan menggunakan Porter's Five Forces Model diperoleh gambaran bahwa secara keseluruhan industri bidang agribisnis merupakan industri yang memiliki daya tarik sedang. Berarti industri tersebut masih menjanjikan keuntungan yang cukup menarik. Daya tarik tersebut terlihat dari intensitas persaingan sedang pada ke-lima variabel kekuatan yang dianalisa, yaitu Intensitas persaingan dari perusahaan sejenis, produk substitusi, kekuatan tawar menawar Pembeli, dan Pemasok. Berdasarkan hasil analisis Internal Organisasi dengan menggunakan rantai nilai didukung pula oleh seluruh analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) dapat dikelompokkan ke dalam tiga aktivitas generik primer yang saling terkait, meliputi logistik ke dalam, operasional dan penjualan/pemasaran, yang selanjutnya perusahaan direkomendasikan untuk membangun suatu arsitektur strategi dalam rangka mencapai tujuan industri masa depan, dimana secara berurutan fokus strategi didasarkan pada bidang Pemasaran dan Penjualan, Operasional serta Logistik ke Dalam. Adapun urutan strategi tersebut adalah sebagai berikut. 1. Strategi Penetrasi Pasar, yaitu berupaya meningkatkan pangsa pasar bagi produk yang telah ada sekarang melalul berbagai usaha-usaha pemasaran yang lebih besar dan menciptakan pasar sendiri. 2. Strategi Pengembangan Pasar, yang bertujuan memperkenalkan produk yang telah ada sekarang ke wilayah yang secara geografis merupakan daerah pemasaran baru yang potensial. 3. Strategi Pengembangan Produk, yang bertujuan mengembangkan produk yang ada saat ini menjadi produk yang lebih mendekati selera/keinginan konsumen. 4. Strategi Diversifikasi Konsentris, berupa penambahan produk baru yang merupakan hasil proses lanjutan dari produk yang sudah ada selama ini, atau yang lebih dikenal dengan istilah industri hilir. 5. Strategi Joint Venture, yaitu strategi dimana dua atau lebih perusahaan membentuk suatu firma yang temporer atau konsorsium untuk tujuan kapitalisasi modal dan peralihan secara cepat teknologi yang terus berkembang. 6. Strategi Fokus, yang dilaksanakan dengan cara melakukan fokus pada kegiatan- kegiatan produksi dan penunjang tertentu yang dianggap akan sangat mendukung kinerja perusahaan dari berbagai segi, dimana tanaman karet dalam jangka pendek dan jangka panjang, secara bertahap diganti menjadi tanaman sawit yang merupakan komoditas primadona. Dari keseluruhan strategi di atas, disusun suatu Program Kerja yaitu upaya-upaya untuk melaksanakan arsitektur strategik dengan membangun dan memperoleh kompetensi yang diperlukan dan menawarkan manfaat-manfaat baru pada industri masa depan perusahaan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) baru dapat melaksanakan kegiatan secara tradisional sebagai pekebun yang berupaya memproduksi CPO, Karet dan Teh dengan jumlah sebanyak-banyaknya dengan mutu standar. 2. Berdasarkan hasil analisis lingkungan intemal diketahui bahwa perusahaan mempunyai kemampuan dalam pengembangan produk dan proses produksi yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kompetensi-kompetensi baru dalam bidang agroindustri yang cakupannya lebih besar. 3. Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor eksternal perusahaan, menunjukkan hal-hal sebagai berikut. a. Faktor ekonomi, adanya peluang bagi perusahaan untuk tumbuh dan berkembang, sejalan dengan pesatnya pertumbuhan perdagangan internasional. b. Faktor politik dan hukum, pada dasarnya pemerintah mendukung perkembangan perusahaan, terutama dengan adanya kebijakan otonomi yang lebih luas di daerah. c. Faktor sosial budaya, adanya perubahan dalam melakukan transaksi perdagangan yang lebih efektif dan efisien melalui jalur e-commerce. Hal ini mengharuskan perusahaan menguasai pengetahuan dan keahlian di bidang tersebut. d. Faktor teknologi, akan sangat berperan dalam membentuk perdagangan di masa depan, sehingga prusahaan perlu menguasai dan memanfaatkan teknologi di atas secara optimal. . Berdasarkan hasil analisis industri sejenis, menyimpulkan bahwa intensitas persaingan 4 berada pada tingkat sedang (skor 2.92), sehingga memungkinkan bagi perusahaan untuk memperoleh tingkat laba yang sedang namun stabil. 5. Dalam upaya mewujudkan masa depannya, perusahaan perlu melakukan penerpan arsitektur strategik yang dirumuskan dalam program-program untuk membangun dan memperoleh kompetensi yang diperlukan serta menawarkan manfaat-manfaat baru pada industri masa depannya, melalui urutan Strategi Penetrasi Pasar, Strategi Pengembangan Pasar, Strategi Pengembangan Produk, Strategi Diversifikasi Konsentris, Strategi joint venture dan Strategi Fokus, yang disusun secara bertahap dalam urutan waktu sejak tahun 2003 sampai dengan 2008. 6. Evolusi industri bidang agribisnis menjadi agroindustri merupakan masa depan yang dapat terjadi yang akan menciptakan manfaat-manfaat baru bagi para pelanggan. Oleh sebab itu, perusahaan perlu berencana menjadi perusahaan bidang agroindustri yang didukung oleh teknologi informasi. Dalam menjalankan arsitektur strategik ini, disarankan agar perusahaan melakukan pengembangan atas potensi-potensi yang ada serta mengantisipasi serta melakukan analisis yang mendalam demi mendukung arsitektur strategik yang direkomendasikan, antara lain. 1. Penetrasi dan pengembangan pasar, a. Melakukan recruitment SDM yang sesuai dengan bidangnya. b. Melakukan promosi produk. c. Melakukan upaya pengembangan kegiatan dalam bentuk Kerja Sama Operasional (KSO). d. Melakukan upaya-upaya perluasan jaringan pemasaran 2. Pengembangan produk a. Melakukan upaya-upaya analisa pasar termasuk analisa consumer behavior. b. Melakukan upaya analisa produk. 3. Diversifikasi konsentris Melakukan analisa dan kajian yang lebih mendalam untuk mengetahui kecenderungan pasar dan ketersediaan sarana penunjang produksi, dikaitkan dengan upaya menciptakan diversifikasi produk yang masih berhubungan dengan produk semula. 4. Joint venture dan Fokus Menganalisis berbagai peluang dan risiko yang mungkin terjadi, dikaitkan dengan upaya-upaya implementasi dari strategi joint venture dan strategi fokus pada produk tertentu (kelapa sawit). 5. Agroindustri berbasis teknologi informasi Dalam mewujudkan perusahaan agroindustri yang berbasis teknologi informasi, perlu dilakukan pengkajian perihal efektivitas dan efisiensi penerapan teknologi informasi ini pada perusahaan. | |
| dc.publisher | IPB University | id |
| dc.subject.ddc | Manajemen Strategi | id |
| dc.title | Arsitektur Strategik Pada Ptp Nusantara Vi (Persero) | id |
| dc.subject.keyword | Pt.Pn Vi(Persero) | id |
| dc.subject.keyword | Plasma | id |
| dc.subject.keyword | Inti | id |
| dc.subject.keyword | Kelapa Sawit | id |
| dc.subject.keyword | Teh | id |
| dc.subject.keyword | Karet | id |
| dc.subject.keyword | Good Corporate Governance | id |
| dc.subject.keyword | Stakeholders | id |
| dc.subject.keyword | E-Commerce | id |
| dc.subject.keyword | Ekonomi Era Digital | id |
| dc.subject.keyword | B2B | id |
| dc.subject.keyword | Porter'S Five Forres Model | id |
| dc.subject.keyword | Rantai Nilai | id |
| dc.subject.keyword | PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) | id |
| dc.subject.keyword | Plasma | id |
| dc.subject.keyword | Inti | id |
| dc.subject.keyword | Kelapa sawit | id |
| dc.subject.keyword | Teh | id |
| dc.subject.keyword | Karet | id |
| dc.subject.keyword | Good Corporate Govemance | id |
| dc.subject.keyword | Stakeholders | id |
| dc.subject.keyword | e-commerce | id |
| dc.subject.keyword | ekonomi era digital | id |
| dc.subject.keyword | B2C | id |
| dc.subject.keyword | B2B | id |
| dc.subject.keyword | Porter's Five Forces Model | id |
| dc.subject.keyword | Rantai nilai. | id |
| Appears in Collections: | MT - Business | |
Files in This Item:
| File | Size | Format | |
|---|---|---|---|
| E16AIZR.pdf Restricted Access | 4.97 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.