Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/159525| Title: | Dinamika Kelengasan Tanah pada Lahan Gambut Terdegradasi berdasarkan Frekuensi Kebakaran dan Tutupan Lahan |
| Other Titles: | Soil Moisture Dynamic in Degraded Peatlands based on Fire Frequency and Land Cover |
| Authors: | Taufik, Muh. Santikayasa, I Putu Domiri, Dede. Dirgahayu Pratikasiwi, Hilda Ayu |
| Issue Date: | 2024 |
| Publisher: | IPB University |
| Abstract: | Lahan gambut di Kalimantan Tengah, salah satu wilayah gambut terbesar di Indonesia, mengalami degradasi akibat kebakaran berulang, perubahan lahan, drainase, dan eksploitasi. Degradasi ini menyebabkan lahan gambut menjadi lebih cepat kering dan mudah terbakar sehingga meningkatkan jumlah kejadian kebakaran. Peningkatan kejadian kebakaran umumnya terjadi di bawah kondisi kelengasan tanah yang rendah. Kelengasan tanah sendiri merepresentasikan keadaan basah dari bahan bakar, menunjukkan kadar air vegetasi dan mudah tidaknya vegetasi untuk terbakar. Memahami hubungan antara kejadian kebakaran dan kelengasan tanah sangat penting untuk mengembangkan strategi yang efektif dalam deteksi dini kondisi kekeringan dan mitigasi kebakaran. Penelitian ini bertujuan untuk memahami tren dinamika kelengasan tanah pada daerah yang mengalami jumlah kejadian kebakaran yang secara historis berbeda pada berbagai tutupan lahan.
Penelitian ini dilakukan pada area KHG Kahayan Sebangau, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Analisis dilakukan dengan melihat hubungan antara frekuensi kebakaran dan dinamika kelengasan tanah selama 21 tahun (2002–2022) berdasarkan data citra Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS). Tren musiman dan tahunan kelengasan tanah diturunkan berdasarkan masing-masing kelas frekuensi kebakaran dan tipe tutupan lahan. Studi ini menggabungkan indeks spektral dan teknik adaptive thresholding untuk mengidentifikasi area terbakar dan frekuensi kebakaran. Selain itu, data Landsat 8 digunakan dalam analisis random forest untuk mengklasifikasikan jenis tutupan lahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model deteksi area terbakar memiliki akurasi keseluruhan yang tinggi (90%), yang efektif dalam mengidentifikasi area terbakar di wilayah gambut. Hasil analisis memperlihatkan bahwa 86% dari wilayah KHG Kahayan Sebangau mengalami kebakaran berulang, dengan 35% mengalami kebakaran 1 – 2 kali, 35% mengalami kebakaran 3–5 kali, dan 16% mengalami >5 kali kebakaran. Terdapat hubungan terbalik yang kuat antara tingkat kelengasan tanah dan frekuensi kebakaran, yang mana wilayah dengan frekuensi kebakaran tinggi memiliki nilai kelengasan tanah terendah, terutama pada bulan September yang bertepatan dengan puncak kejadian kebakaran. Sebaliknya, wilayah frekuensi kebakaran sedang dan rendah mencapai tingkat kelengasan tanah terendah pada bulan Oktober, dua bulan setelah curah hujan terendah yaitu bulan Agustus, menunjukkan peningkatan kekeringan selama musim kemarau. Area dengan kejadian kebakaran tinggi didominasi oleh tutupan lahan semak/ilalang dan lahan pertanian. Lahan pertanian, diikuti oleh perkebunan, memiliki tingkat kelengasan tanah terendah di semua kelas frekuensi kebakaran.
Hasil penelitian menunjukkan kebakaran di lahan gambut berkaitan erat dengan tingkat kelengasan tanah. Temuan ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar pengembangan sistem deteksi dini dalam pemantauan kebakaran lahan gambut, khususnya pada area dengan frekuensi kebakaran tinggi. Sistem pemantauan dinamika kelengasan tanah secara real-time, yang memanfaatkan teknologi penginderaan jauh seperti MODIS dan Landsat, bermanfaat untuk analisis awal kekeringan serta upaya mitigasi terhadap gejala kekeringan yang dapat memicu kebakaran pada lahan gambut. Peatlands in Central Kalimantan, one of the largest peat areas in Indonesia, have experienced significant degradation due to recurring fires, land conversion, drainage, and exploitation. The degradation has accelerated peatland drying, making them more susceptible to fires and increased fire frequency. The peat fire generally occurs under low soil moisture conditions. Moisture represents the wetness of fuels, indicating vegetation moisture content and how easily vegetation can ignite. Understanding the relationship between fire occurrences and soil moisture is crucial for developing early detection of drought conditions and fire mitigation management. This study explores soil moisture dynamics in areas that have historically experienced different fire frequencies across various types of peatland cover. This research was carried out in the KHG Kahayan Sebangau, Pulang Pisau Regency, Central Kalimantan. The analysis focused on the relationship between fire frequency and soil moisture dynamics over 21 years (2002–2022) based on satellite data from Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS). Seasonal and annual trends of soil moisture were derived based on their respective fire frequency class and land cover types. The study combined spectral indices and adaptive thresholding techniques to identify burned areas and fire frequency. Also, Landsat 8 data were used in the random forest analysis to classify land cover types. The results showed that the burned area detection model performed well with a high overall accuracy (90%), demonstrating its effectiveness in identifying burned areas in peatland regions. The findings showed that 86% of the KHG Kahayan Sebangau area experienced recurrent fires, with 35% experiencing 1–2 fires, 35% experiencing 3–5 fires, and 16% experiencing more than five fires during the study period. There is a strong inverse relationship between soil moisture levels and fire frequency, with areas of high fire frequency having the lowest soil moisture values, particularly in September, which coincides with the peak of fire incidents. In contrast, areas with moderate and low fire frequencies reached their lowest soil moisture levels in October, about two months after the lowest rainfall in August, indicating increased dryness during the dry season. Shrubs/grasslands and agricultural land mainly covered areas with high fire frequency. Among these, agricultural land, followed by plantations, consistently showed the lowest soil moisture levels across all fire frequency categories. The findings reveal a strong correlation between peat fires and soil moisture levels, promising as a foundation for development of peat fire early warning systems, especially in areas with high fire frequency. Real-time monitoring of soil moisture dynamics using remote sensing technologies such as MODIS and Landsat is beneficial for early drought detection and mitigating drought-related conditions that can trigger peatland fires. |
| URI: | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/159525 |
| Appears in Collections: | MT - Mathematics and Natural Science |
Files in This Item:
| File | Description | Size | Format | |
|---|---|---|---|---|
| cover_G2501202009_0e53b5c9798a4215a91856e684abe8d7.pdf | Cover | 3.29 MB | Adobe PDF | View/Open |
| fulltext_G2501202009_b37e3b15cf6b4fcb837f2bbb3f17af96.pdf Restricted Access | Fulltext | 2.03 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.