Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/159389
Title: Konflik Generasi, Lingkungan Kerja Dan Literasi Teknologi Informasi Dan Komunikasi Pegawai Milenial; Studi Kasus Di Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Authors: Hubeis, Musa
Hermawan, Aji
Djohar, Setiadi
Irhamahayati
Issue Date: 2019
Publisher: IPB University
Abstract: Saat ini pegawai di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mulai didominasi oleh generasi milenial, di mana pada tahun 2017 sekitar 41% pegawai merupakan milenial, sisanya adalah baby boomers (15%), dan generasi X (44%). Milenial merupakan generasi yang terpapar dengan teknologi informasi dan memiliki tingkat literasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tinggi, sehingga menjadi kelompok yang diandalkan untuk menghadapi tantangan era digital. Masing-masing generasi memiliki karakter berbeda, sehingga memerlukan lingkungan kerja berbeda dan model pengelolaan sumber daya manusia (SDM) berbeda. Sektor swasta sudah banyak mengakomodir penyesuaian untuk ini, namun instansi pemerintah masih sedikit. Penelitian ini bertujuan mengkaji isu-isu terkait milenial di tengah pembauran pekerja multi generasi di instansi pemerintah. Tiga isu utama yang diteliti adalah konflik generasi, lingkungan kerja, dan literasi TIK. Pertama, penelitian bertujuan menggali perbedaan generasi yang menimbulkan konflik di tempat kerja antara milenial dengan non milenial (baby boomers dan generasi X), menginvestigasi keberadaan konflik tersebut, serta menilai pengaruhnya terhadap kinerja. Kedua, penelitian ini menelaah lingkungan kerja yang sesuai karakter milenial yang dikombinasikan dengan karakter organisasi pemerintah, dan menguji pengaruhnya terhadap kinerja. Ketiga, penelitian ini juga dimaksudkan untuk melihat gambaran literasi TIK pegawai milenial dan pengaruhnya terhadap kinerja. Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui wawancara dan diskusi kelompok (focus group discussion, FGD) kepada pegawai dari kedua kelompok generasi. Sebanyak sembilan orang milenial dan tujuh orang non milenial terlibat dalam FGD, dan sembilan orang informan dari kedua kelompok kohor berpartisipasi dalam wawancara mendalam. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui survei kepada pegawai milenial (kelahiran tahun 1982-2000) yang telah bekerja di BPOM setidaknya dua tahun, di tujuh lokasi kantor BPOM yang dipilih secara purposive, yaitu Jakarta, Surabaya, Pangkalpinang, Makassar, Samarinda, Palu, dan Banda Aceh, di mana sebanyak 210 responden terjaring dalam pengisian kuesioner tertulis. Kuesioner berisi pernyataan kesetujuan responden terhadap isu-isu yang diteliti. Konflik generasi diukur menggunakan indikator yang diturunkan dari empat tema perbedaan, yaitu komunikasi, pandangan terhadap work-values/ethics, pandangan terhadap aturan dan otoritas/hirarki, dan penguasaan teknologi. Lingkungan kerja dinilai melalui aspek keseimbangan kehidupan dan bekerja (work-life Balance), fleksibilitas dalam bekerja, tantangan pekerjaan, kesempatan pengembangan diri, fasilitas TIK, kebijakan, dan dukungan manajemen. Literasi TIK dinilai melalui aspek pengetahuan, keterampilan dan pemanfaatan terhadap perangkat TIK seperti komputer, telepon seluler dan internet. Data dianalisis menggunakan teknik kualitatif dan kuantitatif dengan Structural Equation Modeling (SEM). Temuan empiris menunjukkan bahwa konflik generasi terutama menyangkut kesenjangan dalam penguasaan teknologi. Secara keseluruhan, model interaksi semua peubah membuktikan konflik tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja, namun pengujian hubungan berbagai tingkat konflik terhadap berbagai tingkat kinerja membuktikan bahwa konflik tingkat sedang dan tingkat tinggi terbukti nyata berhubungan negatif terhadap kinerja. Artinya konflik yang meninggi perlu diwaspadai mengganggu pencapaian kinerja. Hasil studi menemukan aspek-aspek lingkungan kerja yang berkontribusi besar pada pembentukan kinerja milenial adalah kesempatan pengembangan diri, kebijakan kerja, work-life balance, dan dukungan manajemen. Penilaian terhadap kondisi saat ini menunjukkan work-life balance memiliki nilai terendah. Dengan demikian, manajemen perlu lebih memerhatikan work-life balance untuk mendukung pencapaian kinerja. Lingkungan kerja juga berpengaruh besar terhadap motivasi kerja, di mana faktor-faktor motivasi yang paling dominan di kalangan milenial adalah penguasaan pekerjaan (mastery), pengembangan diri (growth) dan pengakuan (recognition). Analisis terhadap literasi TIK menunjukkan ada perbedaan nyata antara literasi pegawai yang bekerja di kantor pusat (Jakarta) dengan pegawai yang bekerja di kantor daerah, di mana literasi pegawai di pusat dengan rataan lebih tinggi. Literasi TIK paling tinggi adalah pada aspek “keterampilan” dan paling rendah pada aspek “pemanfaatan”. Tiga indikator literasi TIK yang paling tinggi adalah “keterampilan penggunaan telepon seluler”, “pengetahuan tentang telepon seluler”, dan “pengetahuan tentang internet”. Secara keseluruhan literasi TIK belum menjadi faktor pembentuk kinerja yang nyata. Hal ini disebabkan pemanfaatan TIK yang masih rendah, sehingga belum memberi dampak berarti bagi pembentukan kinerja. Disarankan untuk penelitian lebih lanjut tentang work-life balance dan fleksibilitas kerja di lembaga pemerintah, sehingga dapat memberikan solusi yang lebih konkrit untuk mengatasi masalah lingkungan kerja. Mengenai rendahnya kontribusi literasi TIK dalam membentuk kinerja di era digital saat ini, maka direkomendasikan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang literasi TIK di lembaga pemerintah lain yang telah menggunakan TIK lebih intensif.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/159389
Appears in Collections:DT - Business

Files in This Item:
File SizeFormat 
DMB1119IHM.pdf
  Restricted Access
3.32 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.