Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/159141
Title: Analisis Morfogenetik dan Kualitas Rumput Laut Gracilaria sp. Budidaya Sistem Polikultur di Tambak
Other Titles: Differences in Cultivation Environments on the Morphology and Quality of Red Seaweed Gracilaria changii
Authors: Soelistyowati, Dinar Tri
Alimuddin
Parenrengi, Andi
Ratnawati, Pustika
Issue Date: 2024
Publisher: IPB University
Abstract: Pengembangan rumput laut Gracilaria sp. di Indonesia secara umum dilakukan dengan budidaya sistem tambak. Faktor lingkungan seperti salinitas, suhu, nutrien, musim, pencahayaan dan perbedaan topografi dapat mempengaruhi variasi morfologi serta kualitas Gracilaria sp. Perbedaan lingkungan budidaya terbukti mempengaruhi kualitas pada beberapa varian Gracilaria. Kelompok Gracilaria memiliki tingkat plastisitas yang cukup tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan. Kepastian identitas spesies perlu divalidasi dengan analisis molekuler serta kajian terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi variasi morfologi dan kualitas rumput laut yang dibudidayakan, terutama di sentra produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi morfogenetik rumput laut varian Gracilaria sp. yang dibudidaya secara polikultur di tambak serta mengevaluasi pengaruh lingkungan budidaya yang berbeda terhadap respons morfologi dan kualitas rendemen di Provinsi Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Provinsi Jawa Timur (Surabaya, Sidoarjo, Pamekasan) dan Provinsi Sulawesi Selatan (Maros, Takalar, Jeneponto). Desain penelitian menggunakan non-eksperimental dengan melakukan observasi di tambak polikultur Gracilaria sp. dan budidaya di perairan laut Takalar sebagai pembanding. Pengamatan dilakukan secara langsung yang meliputi : profil budidaya dengan wawancara bersama petani (sistem budidaya, sumber bibit, waktu budidaya, panen, nilai produksi), performa rumput laut (morfologi, status genetik), karakteristik lokasi (kualitas fisika perairan dan cuaca). Analisis kualitas rumput laut dan kimia perairan dilakukan di laboratorium. Setiap data dilakukan pengambilan secara acak sebanyak 3-5 ulangan per lokasi selanjutnya data yang dikumpulkan dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis morfogenetik dan kualitas rumput laut yang dilakukan meliputi : 1) identifikasi spesies secara molekuler dengan penandan gen COI; 2) pengukuran morfometrik yaitu panjang talus utama (PTP), panjang talus sekunder (PTS), panjang talus tersier (PTT), jarak antar talus sekunder (ITS), jarak antar talus tersier (ITT), jumlah talus sekunder (JTS) dan jumlah talus tersier (JTT) dan warna; 3) kualitas berdasarkan pedoman Standar Nasional Indonesia (SNI) dan FAO yaitu kadar air (%), impurities (%), clean anhydrous weed (%), rendemen agar (%), kekuatan gel (g/cm2), dan viskositas (cP); serta analisis parameter lingkungan yang meliputi suhu air (?C), salinitas (g/L), pH, nitrat (mg/L), fosfat (mg/L), suhu udara (?C), durasi sinar matahari (jam/hari), curah hujan (mm), dan pasang surut (m). Hasil identifikasi genetik spesies rumput laut yang dibudidaya secara polikultur di tambak dan di laut mengacu pada data GenBank menunjukkan G. changii dengan nilai kemiripan 99,8-100% (GenBank accession number: OP669397). Berdasarkan analisis komposisi nukleotida menunjukkan terdapat satu perbedaan basa antara G. changii dari budidaya tambak (haplotipe 1) dan laut (haplotipe 2) dengan perbedaan similaritas 0,002 sehingga terbentuk 2 kelompok. Analisis karakter morfologi menggunakan metode Ward’s Minimum Variance Cluster (nilai 0,776) mengelompokkan G. changii budidaya di laut (Takalar, Sulawesi Selatan) terpisah dengan kelompok G. changii asal tambak dari Jawa Timur (Pamekasan, Surabaya, dan Sidoarjo) dan dari Sulawesi Selatan (Jeneponto, Maros, dan Takalar). Secara morfologi semua varian G. changii hasil budidaya di tambak dan di laut memiliki tipe percabangan yang sama yaitu dichotomous. Panjang talus primer dan sekunder serta jumlah talus tersier menjadi faktor pembeda pada ketiga populasi tersebut, dimana panjang talus primer dan sekunder yang berasal dari tambak polikultur lebih pendek jika dibandingkan budidaya laut Takalar sedangkan untuk variasi warna talus hasil budidaya tambak didominasi oleh warna kecoklatan dan laut berwarna kehijauan. Perbedaan geografis dan variasi cuaca mempengaruhi lingkungan budidaya, dimana durasi penyinaran berpengaruh terhadap curah hujan dan suhu udara (p<0,05; r<0.5) yang berkorelasi terhadap suhu air dan salinitas (p<0,01; r>0.5). sehingga berpengaruh terhadap peningkatan nutrien perairan seperti nitrat dan fosfat (p<0.01; r>0.5). Tambak di Jawa Timur berada dalam kisaran optimum (suhu, salinitas, dan nitrat) yang mendukung pertumbuhan Gracilaria dibandingkan tambak di Sulawesi Selatan. G. changii dari tambak di Jawa Timur secara morfologi memiliki talus yang lebih panjang dengan percabangan yang rimbun dibandingkan hasil tambak di Sulawesi Selatan. Pada penelitian ini terlihat bahwa suhu, salinitas, dan nitrat berkontribusi (p<0,01; r>0,5) terhadap perbedaan fenotip terutama pada panjang talus primer dan jumlah cabang talus sekunder hasil tambak. Penilaian kualitas rumput laut kering menunjukkan bahwa sampel G. changii dari budidaya tambak memenuhi standar SNI 2690:2015, SNI 1998, dan FAO 1987 kecuali untuk rendemen, impurities dan kadar air, sedangkan hasil budidaya laut memenuhi dari keseluruhan standar. Kualitas rendemen agar G. changii pada semua populasi hasil budidaya di tambak dan di laut di Takalar berkisar 8,9-17,6 % yang masih tergolong rendah. Tambak Jawa Timur menunjukkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan tambak di Takalar dan Maros, sedangkan tambak Jeneponto yang mendekati hasil tambak di Pamekasan (16,2±0,8%; p<0,05). Hal ini diduga karena kombinasi kondisi hiposalinitas dan rendahnya nitrat fosfat tambak Jeneponto mempengaruhi pola adaptif dan sintesis polisakarida. Nilai impurities hasil budidaya tambak lebih tinggi (3–8,6%) dibandingkan budidaya laut (1,6%) karena masih banyaknya kotoran yang menempel pada talus pada saat panen dan rendahnya penggunaan wadah pengeringan seperti jaring para-para. Hasil pencatatan potensi produksi G. changii di tambak masih lebih rendah dibandingkan budidaya laut (9,1-10,6 ton/ha/tahun), meskipun nilai rendemen tambak Pamekasan lebih tinggi (1,4-1,7 ton/ha/tahun). Berdasarkan hasil penelitian ini perbedaan suhu, salinitas dan nitrat lingkungan budidaya memberikan pengaruh terhadap variasi morfologi dan kualitas G. changii. Kondisi lingkungan optimum tambak di Jawa Timur berkontribusi pada peningkatan kualitas rumput laut yang secara morfologi dapat dicirikan memiliki talus yang lebih panjang dengan pecabangan rimbun. Informasi kondisi lingkungan budidaya yang sesuai dengan pertumbuhan dan peningkatan kualitas dari berbagai sumber ini bisa menjadi database dalam peningkatan produksi rumput laut G. changii di Indonesia. Pola budidaya berbasis informasi cuaca geografis dapat menjadi dasar dalam pengembangan wilayah baru yang potensial untuk budidaya G. changii. Penggunaan varian G. changii yang terkonfirmasi unggul secara genetik dapat digunakan sebagai sumber genetik untuk pemuliaan bibit unggul yang berkontribusi pada kualitas ekspor Kata Kunci: genetik, Gracilaria changii, kualitas, morfologi, tambak
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/159141
Appears in Collections:MT - Fisheries

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover_C1501211025_dfd20453d8df4915bdb22ab4f4fc3b4c.pdfCover684.31 kBAdobe PDFView/Open
fulltext_C1501211025_9aad8b0e335a4587b9850614f8132d8e.pdf
  Restricted Access
Fulltext1.69 MBAdobe PDFView/Open
lampiran_C1501211025_2a865ca642b8484bbb603c92d20d8a47.pdf
  Restricted Access
Lampiran9.58 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.