Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik

Abstract

Pulau Bawean merupakan pulau kecil memiliki kawasan pesisir yang ditumbuhi ekosistem mangrove. Keberadaan mangrove bernilai baik untuk menjaga pesisir dan memberikan jasa ekosistem. Multifungsi mangrove menjadi pertimbangan untuk mangrove tetap tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, maka diperlukan kajian strategi pengelolaan ekosistem mangrove. Tujuan penelitian ini yaitu (1) menentukan tingkat kondisi ekosistem mangrove di Pulau Bawean; (2) menghitung valuasi ekonomi ekosistem mangrove di Pulau Bawan; (3) menghitung nilai indeks keberlanjutan ekosistem mangrove di Pulau Bawean; (4) merumuskan strategi pengelolaan ekosistem mangrove di Pulau Bawean. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2024 hingga bulan Agustus 2024 di Pulau Bawean Kabupaten Gresik, dibagi menjadi tiga stasiun pengamatan yaitu Desa Sukaoneng, Desa Sidogedungbatu, Desa Daun, dan Desa Dekatagung. Metode yang digunakan adalah analisis vegetasi dan analisis Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) untuk mengetahui kondisi ekosistem mangrove. Nilai ekonomi mangrove dilakukan dengan pendekatan analisis nilai ekonomi total. Analisis Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) digunakan untuk menghitung nilai indeks keberlanjutan ekosistem mangrove, dan strategi pengelolaan ekosistem mangrove menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitian ditemukan 10 jenis mangrove dari 5 family yaitu Acanthaceae, Rhizophoraceae, Lynthraceae, Sonneratiaceae, dan Meliaceae. Jenis Rhizophora mucronata dan Sonneratia alba mendominasi pada setiap stasiun pengamatan dan memiliki indeks nilai penting tertinggi. Tingkat kondisi hasil analisis spasial (2003, 2013, dan 2023) dengan NDVI, menunjukkan peningkatan kategori padat untuk Desa Sukaoneng dan Desa Daun, sedangkan Desa Sidogedungbatu dan Desa Dekatagung mengalami penurunan vegetasi kategori padat. Hasil estimasi valuasi ekonomi dihasilkan dari manfaat langsung (ikan, udang dan kepiting), manfaat tidak langsung (penahan abrasi, penyedia unsur hara, dan penyerap karbon), dan manfaat pilihan (keanekaragaman hayati). Desa Sukaoneng menghasilkan nilai valuasi sebesar Rp. 3.793.954.795,36, Desa Sidogedungbatu menghasilkan Rp. 1.930.031.228,7. Desa Daun sebesar Rp. 3.403.300.470,52, dan Desa Dekatagung sebesar Rp. 2.105.849.558,99. Maka nilai ekonomi total ekosistem mangrove di Pulau Bawean sebesar Rp. 11.386.433.053,57. Status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove dimensi multidimensional (ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan) di Desa Sukaoneng memiliki nilai indeks 55,45 (cukup berkelanjutan), Desa Sidogedungbatu 33,55 (kurang berkelanjutan), Desa Daun 77,56 (berkelanjutan), dan Desa Dekatagung 38,51 (kurang berkelanjutan). Atribut sensitif yang mempengaruhi nilai indeks setelah dilakukan analisis leverage yaitu, ekologi: (1) keragaman fauna, (2) rehabilitasi mangrove, (3) abrasi pantai; ekonomi: (1) pemanfaatan mangrove oleh masyarakat, (2) aksebilitas kawasan mangrove, (3) rencana pengelolaan mangrove; (4) rerata pendapatan masyarakat; sosial: (1) dampak sosial keberadaan mangrove, (2) partisipasi masyarakat; (3) tingkat pendidikan; kelembagaan: (1) keberadaan peraturan formal, (2) keterlibatan lembaga masyarakat, kearifan lokal; (3) koordinasi stakeholder. Strategi pengelolaan ekosistem dibagi menjadi dua kategori (sesuai kondisi eksisting) yaitu kategori ekowisata (Desa Sukaoneng dan Desa Daun), kategori non ekowisata (Desa Sidogedungbatu dan Desa Dekatagung). Rekomendasi pengelolaan untuk kategori ekowisata adalah (1) konservasi kawasan melalui penetapan zonasi pengelolaan mangrove; (2) pengeloaan ekosistem mangrove diintegrasikan dengan budidaya perikanan (ikan, kepiting, dan udang) dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Strategi non ekowisata yaitu memaksimalkan peran Desa dalam membangun komunikasi persuasif kepada masyarakat demi mewujudkan kelestarian ekosistem mangrove.