Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/158541
Title: Pemetaan Kekerasan Sosial dan Pembangunan Perdesaan di Kawasan Pertambangan Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara
Other Titles: Mapping Social Violence and Rural Development in the Mining Area of Kolaka Regency, Southeast Sulawesi Province.
Authors: Sjaf, Sofyan
Siregar, Hermanto
Mulatsih, Sri
Kasnar, Suliamin
Issue Date: 2024
Publisher: IPB University
Abstract: Ketidak merataan pembangunan perdesaan dibidang pendidikan, ekonomi dan kesehatan di sekitar tambang menjadi masalah, dimana desa dan kelurahan yang tidak mendapatkan perhatian muncul berbagai masalah sosial seperti konflik kekerasan yang menimbulkan kematian, luka dan kerugian. Penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu metode analisis Indeks agregasi rata-rata geometric, Moran Index, Moran’s Scatterplot, dan LISA dengan pengukuran aplikasi GeoDA untuk mengukur pola spasial indeks intensitas kekerasan sosial. Metode analisis Indeks Casey dan PROMETHEE untuk mengidentifikasi aktor yang paling berperan dalam mengurai konflik dan kekerasan sosial Desa/kelurahan, Metode Scalogram untuk mengukur tingkat pembangunan Desa/Kelurahan. Metode Multipol untuk merumuskan strategi kebijakan untuk meningkatkan kontribusi pertambangan dalam mewujudkan pemerataan pembangunan desa/kelurahan yang berkelanjutan dan meminimalisasi kekerasan sosial di Kabupaten Kolaka. Penelitian ini menemukan bahwa kekerasan sosial yang menyebabkan kematian cenderung terjadi di Zona 3 kawasan tambang, kekerasan yang menyebabkan luka-luka lebih sering terjadi di Zona 3 dan 2, dan kekerasan yang menyebabkan kerugian lebih banyak terjadi di Zona 1 kawasan tambang. Korelasi spasial Indek Intensitas Kekerasan Sosial (IIKS) High-High ditemukan di pusat ibu kota dan Zona 3 tambang blok Lapao-pao, sedangkan di Zona 1 pada ke dua blok tambang terlihat tidak ada signifikansi korelasi spasial. Setelah berlakunya pemilihan kepala desa secara langsung, terjadi penurunan peran tokoh adat, agama dan masyarakat dalam penyelesaian konflik yang secara langsung digantikan oleh peran kepala desa, babinkamtibmas, dan babinsa. kepala desa umumnya memiliki modal sosial, simbolik dan ekonomi yang tinggi, sementara babinkamtibmas dan babinsa memiliki modal institusi dan budaya yang kuat. Indeks Pembangunan Desa/Kelurahan (IPD) menunjukkan korelasi high-high di pusat kota dan Zona 1 tambang blok Pomalaa. Meskipun Zona 1 tambang blok Lapao-pao tidak terjadi signifikansi korelasi spasial, data menunjukkan adanya pemusatan infrastruktur. Pembangunan di Zona 2 dan 3 (di luar pusat kota) cenderung lebih rendah dan mengelompok di selatan Kabupaten Kolaka. Penelitian ini mengungkap ketidakmerataan pembangunan di Zona 2 dan 3 tambang di Kabupaten Kolaka hal ini menunjukkan perlunya intervensi dari pemerintah daerah dan perusahaan tambang untuk mencapai pemerataan ekonomi dan sosial di desa/kelurahan. Perluasan penyaluran dana CSR di Zona 2 dan 3 sangat penting, terutama bagi desa-desa tertinggal dengan aksesibilitas rendah di selatan Kabupaten Kolaka. Prioritas mendesak dalam dua tahun ke depan adalah membuat peraturan desa untuk memperkuat lembaga adat dan masyarakat untuk menyebarkan nilai-nilai budaya lokal dan mengembalikan fungsi kontrol sosial masyarakat melalui lembaga adat. Selanjutnya, strategi kebijakan jangka menenga 5 tahun ke depan perlu ada peraturan daerah tentang alokasi dana CSR berdasarkan tingkat kebutuhan desa/kelurahan di Kolaka, serta peraturan menteri yang menetapkan luasan zonasi tambang secara spesifik. Strategi kebijakan jangka panjang (10 tahun ke depan) mencakup pengawasan dan penertiban perusahaan tambang ilegal yang berpotensi merusak lingkungan.
The inequality in rural development in the fields of education, economy, and health around the mining areas has become a problem, where villages and ward that do not receive attention experience various social issues such as violent conflicts that lead to deaths, injuries, and losses. This study employs several methods, including the Geometric Mean Aggregation Index analysis, Moran Index, Moran’s Scatterplot, and LISA using GeoDA application measurements to assess the spatial pattern of the social violence intensity index. The Casey Index and PROMETHEE analysis methods are used to identify the actors most instrumental in resolving social conflicts and violence in villages/ward. The Scalogram method measures the development level of villages/neighborhoods. The MULTIPOL method formulates policy strategies to enhance the contribution of mining in achieving sustainable and equitable village/word development and minimizing social violence in Kolaka Regency. The study finds that social violence leading to death tends to occur in Zone 3 of the mining area, violence causing injuries more often happens in Zones 3 and 2, and violence resulting in losses is more prevalent in Zone 1 of the mining area. A High-High IIKS spatial correlation is found in the capital city center and Zone 3 of the Lapao-pao mining block, while in Zone 1 of both mining blocks, no significant spatial correlation is observed. Following the implementation of direct village head elections, there has been a decline in the roles of traditional, religious, and community leaders in conflict resolution, directly replaced by village heads, Babinkamtibmas, and Babinsa. Village heads generally possess high social, symbolic, and economic capital, while Babinkamtibmas and Babinsa have strong institutional and cultural capital. The Village/ward Development Index (IPD) shows a high-high correlation in the city center and Zone 1 of the Pomalaa mining block. Although no significant spatial correlation is observed in Zone 1 of the Lapao-pao mining block, data indicate infrastructure concentration. Development in Zones 2 and 3 (outside the city center) tends to be lower and clustered in the southern part of Kolaka Regency. This study reveals the uneven development in Zones 2 and 3 of the mining areas in Kolaka Regency, indicating the need for intervention from local government and mining companies to achieve economic and social equity in villages/ward. Expanding CSR fund distribution in Zones 2 and 3 is crucial, especially for underdeveloped villages with low accessibility in the southern part of Kolaka Regency. An urgent priority in the last two years is to create village regulations to strengthen traditional institutions and communities to disseminate local cultural values and restore the social control function of society through traditional institutions. Additionally, a mid-term policy strategy for the next five years should include regional regulations on CSR fund allocation based on village/ward needs in Kolaka, as well as ministerial regulations specifying the extent of mining zones. Long-term policy strategies (for the next ten years) include monitoring and regulating illegal mining companies that have the potential to damage the environment.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/158541
Appears in Collections:DT - Economic and Management

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
cover_H0601202003_e705b30ab9814e6497f23afe0e3b7a0c.pdfCover1.72 MBAdobe PDFView/Open
fulltext_H0601202003_626eeb82f6af4913ab0eac88ee632b1a.pdf
  Restricted Access
Fulltext8.02 MBAdobe PDFView/Open
lampiran_H0601202003_d3eb74c3eff846259b20595e2be1f3c0.pdf
  Restricted Access
Lampiran1.28 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.