Kelayakan Ekonomi Kayu dan Karbon Skema ERA (Extension Rotation Age) pada Tegakan Jati di Hutan Rakyat

Abstract

Pemanasan global merupakan fenomena peningkatan suhu permukaan bumi akibat emisi gas rumah kaca. Hutan rakyat memberikan manfaat finansial sebagai penghasil kayu dan menghasilkan jasa lingkungan sebagai penyerap karbon. Penelitian bertujuan menghitung besar penyerapan karbon dan menganalisis kelayakan usaha jati hutan rakyat tanpa dan dengan adanya skema karbon extension rotation age. Pengambilan data dilakukan menggunakan metode stratified random sampling dengan intensitas sampling sebesar 10% dan stratifikasi berdasarkan umur pohon. Hasil penelitian didapatkan bahwa memperpanjang daur tanaman jati selama sepuluh tahun meningkatkan serapan karbondioksida sebesar 122,61 ton CO2/ha atau 57,17% dan volume kayu sebesar 44,55%. Kelayakan usaha dihitung berdasarkan aliran outflow dan aliran inflow dengan jangka waktu proyek 60 tahun. Skema memperpanjang daur dengan luas 8 hektar layak untuk dilakukan namun memiliki nilai kelayakan yang lebih rendah (NPV Rp 697.204.719; BCR 1,65; IRR 7%) dibandingkan skema tanpa karbon (NPV Rp 1.022.962.582; BCR 1,95; IRR 8%). Harga karbon yang tinggi dan nilai discount rate yang rendah (<5%) akan membuat petani lebih memilih skema memperpanjang daur tanaman.

Global warming is a phenomenon characterized by the increase of earth's surface temperature due to greenhouse gas emissions. Private forests provide financial benefits as wood producers and offer environmental services by sequestering carbon. This study aims to quantify carbon sequestration and analyze the feasibility of private teak forest with and without the carbon extension rotation age scheme. Data collection was conducted using stratified random sampling with a sampling intensity of 10% and stratification based on tree age. The study found that extending the teak rotation by ten years increased carbon dioxide sequestration by 122,61 tons CO2/ha (57,17%) and wood volume by 44,55%. Feasibility was calculated based on outflow and inflow over a 60-year project period. Extending the rotation over 8 hectares is feasible but has lower feasibility (NPV Rp 697.204.719; BCR 1,65; IRR 7%) compared to the non-carbon scheme (NPV Rp 1.022.962.582; BCR 1,95; IRR 8%). A high carbon price and low discount rate (<5%) would make farmers more interest to choose the extended rotation scheme.