Knowledge sharing petani untuk peningkatan mutu kopi berbasis indikasi geografis (Studi Kasus Kopi Robusta Temanggung)

Abstract

Kopi adalah salah satu komoditas penting bagi perekonomian dunia dan Indonesia karena menjadi sumber pendapatan, mendukung pertumbuhan ekonomi regional, sumber devisa negara; terlebih minum kopi tengah menjadi trend. Kopi Robusta Temanggung adalah satu-satunya kopi robusta di Provinsi Jawa Tengah yang telah memiliki sertifikat indikasi geografis (IG). Untuk menghasilkan kopi yang berkualitas diperlukan proses produksi (budidaya, panen, dan pasca panen) sesuai standar mutu secara konsisten. Di sisi lain banyak penelitian mengungkapkan petani masih melakukan praktik-praktik yang bertentangan dengan standar mutu kopi dengan alasan tertentu. Adalah penting untuk memahami bagaimana dan mengapa petani belum maksimal dalam praktik produksi kopi robusta. Knowledge sharing menjadi solusi bagi komunikasi dalam upaya peningkatan mutu kopi robusta yang selama ini dilakukan. Berbagi pengetahuan juga menjadi penengah bagi keterbatasan jumlah dan kompetensi penyuluh/pendamping terkait kopi. Media sosial menarik dan terbukti efektif bagi aktivitas berbagi pengetahuan. Terkait penggunaan media sosial, melalui kajian Systematic Literature Review, penulis menemukan bahwa penelitian yang menyelidiki petani masih terbatas (3 persen), tidak ada studi pada konteks Indonesia, dan sebagian besar (60 persen) penelitian dijalankan dengan metode kuantitatif. Berbagi pengetahuan melalui tatap muka langsung (media offline) juga telah banyak dipelajari. Untuk memberikan fakta baru dan pemahaman lebih baik tentang perilaku knowledge sharing, penelitian ini mengkaji perilaku knowledge sharing oleh petani di Indonesia menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian ini yaitu (1) Memahami implementasi standardisasi mutu kopi robusta berbasis indikasi geografis yang dilakukan oleh petani, (2) Menggambarkan perilaku knowledge sharing oleh petani sebagai upaya peningkatan mutu kopi robusta berbasis indikasi geografis, dan (3) Menemukan konstruk-konstruk yang membentuk perilaku knowledge sharing oleh petani sebagai upaya peningkatan mutu kopi robusta berbasis indikasi geografis. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme, pendekatan kualitatif, dan strategi studi kasus ganda holistik (holistic multiple-cases study). Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu Kabupaten Temanggung dengan pertimbangan bahwa lokasi ini adalah produsen kopi terbesar di Jawa Tengah. Informan utama petani kopi berjumlah 7 orang yang ditentukan dengan dua tahap Focused Group Discussion (FGD), diskusi peer group, dan observasi. Informan pendukung yaitu stakeholder kopi yang berjumlah 22 orang. Pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, FGD, observasi, studi media sosial, studi dokumen, diskusi peer group/ahli, dan dokumentasi. Data penelitian dianalisis dengan model interaktif menggunakan bantuan aplikasi Software NVivo 12 Plus. Tahapan analisis meliputi first cycle coding dan second cycle coding. Data disajikan dalam bentuk narasi, tabel, gambar, dan kutipan wawancara dengan bantuan Ms. Excel versi 2021 dan Corel Draw Graphic Suite 2020. Pertama, penelitian ini menemukan model baru peningkatan standardisasi mutu praktik budidaya, panen, dan pasca panen kopi. Praktik produksi kopi sesuai standar mutu terbukti didorong tidak hanya oleh knowledge sharing; tetapi juga oleh pengetahuan, faktor motivasional, orientasi usaha tani, kesiapan fasilitas, keamanan, lingkungan fisik, lingkungan ekonomi, observabilitas inovasi (bukti keberhasilan praktik SOP), dan dukungan stakeholders kopi. Perubahan praktik produksi kopi menuju standar mutu yang lebih baik perlu dijalankan pada semua level. Kedua, penelitian ini menemukan bahwa petani yang banyak melakukan knowledge sharing memiliki knowledge level lebih baik dan berdampak petani melakukan praktik produksi kopi robusta dengan level lebih baik. Temuan penting penelitian ini bahwa implementasi standardisasi mutu kopi didorong oleh komunikasi yang berjalan beriringan antara knowledge sharing yang bersifat bottom-up dengan komunikasi top-down yang dijalankan oleh agen perubahan. Penelitian ini juga menemukan bahwa berbagi pengetahuan meliputi dua kategori yaitu seeking dan sharing. Petani melakukan seeking dengan secara sengaja mencari dan memperhatikan konten pengetahuan. Perilaku kategori sharing dalam penelitian ini diartikan sebagai perilaku dimana petani tidak hanya melakukan seeking, tetapi juga membagikan pengetahuan (sharing) kepada orang lain. Penelitian ini juga menemukan tahap-tahap dalam berbagi pengetahuan (knowledge sharing), meliputi seeking, applying, modifying, dan sharing; namun tahap-tahap pada model baru ini tidak selalu terjadi berurutan, tetapi dapat terjadi dengan beberapa pilihan urutan; hal ini yang membentuk keragaman. Ketiga, penelitian ini menemukan konstruk baru utama sebagai pembentuk perilaku penggunaan media sosial untuk knowledge sharing, yaitu motivasi berbisnis (entrepreneurial motivation) dan manfaat aplikasi pengetahuan. Konstruk-konstruk baru ini menyumbang pengembangan Teori UTAUT (Unified Theory of Acceptance and Use of Technology), sebagai model komprehensif bagi penerimaan dan penggunaan media sosial. Penelitian ini merumuskan model-model baru untuk mendukung upaya peningkatan mutu kopi robusta dan aktivitas knowledge sharing. Model tersebut yaitu (1) Model peningkatan praktik standardisasi mutu kopi berbasis indikasi geografis; (2) Model knowledge sharing; (3) Model perilaku knowledge sharing untuk peningkatan mutu kopi robusta berbasis indikasi geografis, dan (4) Model strategi penguatan knowledge sharing. Penelitian ini juga merumuskan 15 proposisi. Sebagai implikasi teoritis, hasil penelitian ini menyumbang pengembangan konsep teori knowledge management dan model UTAUT. Penelitian masa depan dapat memverifikasi konstruk baru yang ditemukan dengan pendekatan berbeda (kuantitatif atau mixed method). Sebagai implikasi praktis; temuan, model, dan strategi dapat menjadi acuan bagi peningkatan mutu kopi robusta. Pelaksanaan strategi memerlukan sinergi antar petani dan antara petani dengan stakeholders lainnya; termasuk melibatkan petani pedagang pengumpul.

Coffee is one of the essential commodities for the world economy and Indonesia because it is a source of income, supports regional economic growth, and is a source of foreign exchange for the country; moreover, drinking coffee is becoming a trend. Temanggung Robusta Coffee is the only robusta coffee in Central Java Province with a geographical indication (IG) certificate. To produce quality coffee, it is necessary to have a production process (cultivation, harvest, and post-harvest) according to consistent quality standards. On the other hand, many studies reveal that farmers still carry out practices contrary to coffee quality standards for specific reasons. Understanding how and why farmers have yet to be maximized in robusta coffee production is essential. Knowledge sharing is a solution for communication to improve the quality of robusta coffee that has been carried out so far. Sharing knowledge also mediates the limited number and competence of coffee-related extension workers/companions. Social media is exciting and has proven to be effective for knowledge-sharing activities. Regarding the use of social media, through the Systematic Literature Review study, the author found that research investigating farmers is still limited (3 percent), there are no studies in the Indonesian context, and most (60 percent) of the research is carried out with quantitative methods. Sharing knowledge through face-to-face (offline media) has also been widely studied. To provide new facts and a better understanding of knowledge-sharing behavior, this study examines knowledge-sharing behavior by farmers in Indonesia using a qualitative approach. The objectives of this study are (1) Understanding the implementation of standardization of robusta coffee quality based on geographical indications carried out by farmers, (2) Describing knowledge-sharing behavior by farmers as an effort to improve the quality of robusta coffee based on geographical indications, and (3) Finding constructs that shape knowledge sharing behavior by farmers as an effort to improve the quality of robusta coffee based on geographical indications. This study uses the constructivism paradigm, qualitative approach, and holistic multiple-case study strategy. The location of the study was determined purposively, namely Temanggung Regency, considering that this location is the largest coffee producer in Central Java. The primary informants of coffee farmers are seven people, and two stages determine them: Focused Group Discussion (FGD), peer group discussion, and observation. The supporting informants are coffee stakeholders, totaling 22 people. Data collection uses in-depth interviews, FGDs, observations, social media studies, document studies, peer group/expert discussions, and documentation. The research data was analyzed with an interactive model using the help of the NVivo 12 Plus Software application. The stages of analysis include first-cycle coding and second-cycle coding. The data is presented in the form of narratives, tables, images, and interview citations with the help of Ms. Excel version 2021 and Corel Draw Graphic Suite 2020. First, this study finds a new model for improving the standardization of the quality of coffee cultivation, harvest, and post-harvest practices. The practice of coffee production according to quality standards is proven to be driven not only by knowledge sharing but also by knowledge, motivational factors, farming orientation, facility readiness, safety, physical environment, economic environment, innovation observability (evidence of successful SOP practice), and coffee stakeholder support. Changes in coffee production practices towards better quality standards must occur at all levels. Second, this study found that farmers who do a lot of knowledge sharing have a better knowledge level, which impacts farmers in practicing robusta coffee production at a better level. An essential finding of this study is that implementing coffee quality standardization is driven by communication that goes hand in hand between bottom-up knowledge sharing and top-down communication carried out by change agents. This study also found that knowledge sharing includes two categories: seeking and sharing. Farmers are seeking by deliberately searching for and paying attention to knowledge content. The sharing category behavior in this study is defined as where farmers seek and share knowledge (sharing) with others. The study also found that the stages of knowledge sharing include seeking, applying, modifying, and sharing; however, the stages in the new model do not always occur sequentially but can occur with several sequence choices; this constitutes diversity. Third, this study finds a significant new construct shaping the behavior of using social media for knowledge sharing: entrepreneurial motivation and the benefits of knowledge application. These new constructs contributed to the development of the UTAUT (Unified Theory of Acceptance and Use of Technology) as a comprehensive model for the acceptance and use of social media. This study formulates new models to support efforts to improve the quality of robusta coffee and knowledge-sharing activities. These models are (1) Model for improving the practice of standardization of coffee quality based on geographical indications, (2) Knowledge sharing model, (3) Knowledge sharing behavior model for improving the quality of robusta coffee based on geographical indications, and (4) Knowledge sharing strengthening strategy model. This study also formulated 15 propositions. As a theoretical implication, the results of this study contribute to developing the concept of knowledge management theory and the UTAUT model. Future research can verify new constructs discovered with different approaches (quantitative or mixed methods). As a practical implication, findings, models, and strategies can be a reference for improving the quality of robusta coffee. Strategy development requires synergy between farmers and between farmers and other stakeholders, including involving farmers, traders, and collectors.