Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/152047
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorSoepandi, Didy-
dc.contributor.advisorSulistyono, Eko-
dc.contributor.authorHasnah, Lia Ramayanti-
dc.date.accessioned2024-05-28T07:30:18Z-
dc.date.available2024-05-28T07:30:18Z-
dc.date.issued2003-
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/152047-
dc.description.abstractIntroduksi tanaman sela pada tanaman perkebunan merupakan salah satu pengembangan usaha tani melalui diversikasi sekaligus pemanfaatan lahan non produktif. Usaha ini ditujukan untuk meningkatkan produktivitas lahan dan meningkatkan pendapatan petani pengusaha. Salah satu tanaman yang potensial untuk dikembangkan adalah kedelai. Kedelai merupakan tanaman yang mempunyai nilai kemanfaatannya cukup tinggi. Kedelai dapat diolah menjadi bahan makanan, minuman serta penyedap rasa makanan (Suprapto, 2002). Didalam 100 g bagian kedelai yang dapat dimakan mengandung 10 g air, 35 g protein, 18 g lemak dan karbohidrat. Kisaran kandungan protein dan minyaknya masing-masing 35-54% dan 13.3-26.7% (Shanmugasundaram dan Sumarno, 1993). Menurut Suprapto (2002) protein kedelai dapat dimanfaatkan untuk menggantikan protein hewani di negara-negara yang sumber konsumsi protein hewaninya masih rendah. Dari data diatas kedelai mempunyai arti penting dalam usaha meningkatkan gizi masyarakat. Permintaan kedelai meningkat setiap tahun, sementara produksi nasional hanya mencukupi sebesar 56% dari total konsumsi, sisanya dipenuhi impor. Produksi kedelai menurun dari 1.017.634 ton pada tahun 2000 menjadi 923.330 ton pada tahun 2001. Produksi kedelai menurun antara lain disebabkan areal panen yang menurun dari 828.484 ha pada tahun 2000 menjadi 800.434 ha pada tahun 2001 (BPS, 2001). Kondisi tersebut mendorong perlunya peningkatan produktivitas dan luas tanam melalui tumpang sari dengan tanaman perkebunan atau HTI (Tjasadihardja et al., 1995). Menurut BPS (1997) di Indonesia terdapat tidak kurang dari 11.5 jt ha areal perkebunan, 3-4% dari luasan ini merupakan areal pertanaman yang dapat dimanfaatkan untuk menanam tanaman sela sampai tanaman pokoknya (TBM) mencapai umur 2-3 tahun. Kendala yang dihadapi oleh tanaman kacang-kacangan jika ditanam antar tanaman tahunan seperti karet, kopi dan kelapa sawit adalah intensitas cahaya rendah, kekeringan dan keracunan alumunium. Oleh karena itu pemilihan genotipe yang adaptif terhadap kendala tersebut sangat perlu guna mendapatkan hasil yang memuaskan (Asadi et al., 1997).id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcAgronomyid
dc.subject.ddcSoybeanid
dc.titleDaya apasitas genotipe kedelai (Glycine max L. Merr) pada berbagai tingkat naungan pohon karetid
dc.typeUndergraduate Thesisid
Appears in Collections:UT - Agronomy and Horticulture

Files in This Item:
File SizeFormat 
A03lrh.pdf
  Restricted Access
9.75 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.