Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/151518
Title: Kaji Manajemen Pemasaran Etanol, Protein Sel Tunggal, dan Gula : Studi Kasus Pada Upt-Epg Di Lampung
Authors: Herlina, Lien
Sanim, Bunasor
Moersito, J.
Issue Date: 1995
Publisher: IPB University
Abstract: Perhatian para pakar (ahli ekonomi, ahli pangan, ahli pakan, dan ahli kepen- dudukan), terhadap prospek agribisnis ubi kayu (cassava) akhir-akhir ini semakin meningkat. Sejalan dengan hal tersebut semakin meningkat pula aktivitas-aktivitas agroindustri untuk memproses produk primer budidaya ubi kayu sebagai bahan baku utamanya. Diantara berbagai usaha agroindustri tersebut seperti pabrik gaplek (chips) dan pelet untuk bahan baku makanan ternak; pabrik sirup glukosa, sirup maltosa, high fructosa syrup (HFS); pabrik-pabrik alkohol (etanol), asam sitrat, bumbu masak dan lain sebagainya. Jumlah dan macam pabrik-pabrik tersebut akan semakin meningkat di kemudian hari, demikian pula untuk ethanol yang digunakan sebagai bahan baku utama bagi industri farmasi, kosmetika, dan bahan bakar. Berkembangnya industri farmasi, kosmetika, dan bahan bakar di Indonesia menyebabkan produksi dan kebutuhan akan ethanol di Indonesia semakin meningkat. Pada tahun 1987, produksi alkohol atau etanol di Indonesia adalah 36.663 kilo liter kemudian meningkat (253%) atau menjadi 92.776 Kilo liter pada tahun 1991. Melihat perkembangan pasar etanol yang kian prospektif tersebut, beberapa perusa- haan swasta nasional didalam negeri melakukan investasi dan terjun kedalam agroin- dustri ubi kayu untuk memproduksi ethanol. Pemerintah melalui BPP. Teknologi juga turut ambil bagian dalam memajukan usaha ini dengan mendirikan Unit Pelaksana Teknis Etanol, Protein Sel Tunggal, dan Gula (UPT-EPG) di Lampung pada tahun 1983 yang menggunakan bahan baku ubi kayu. UPT-EPG, pada mulanya merupakan salah satu proyek di lingkungan BPP. Teknologi. Pilot Plant ini merupakan proyek terpadu dari beberapa bidang yang bertujuan untuk memanfaatkan biomasa terutama ubi jalar atu ubi kayu sebagai bahan baku dalam pembuatan Ethanol, Dry Yeast Solid (DYS) dan High Fructose Syrup (HFS). Pada awalnya proyek ini di namakan Proyek Pilot Plant Etanol dan Perkebunan Energi (PPE dan EP). Kegiatannya meliputi Biomass Energy Research and Development Center (BERDC) atau pusat penelitian energi biomasa; perkebunan energi dan penelitian bidang agronomi, dan pilot plant ethanol, DYS dan HFS. Pada tahun 1987, Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua BPP. Teknol- ogi, melalui Surat Keputusan nomor SK/098/KA/BPPT/IV/1987 mene tapkan proyek pilot plant ethanol dan perkebunan energi menjadi Unit Pelaksana Teknis. Perkembangannya hingga saat ini UPT-EPG selain memperluas kebun percobaan menjadi 2.050 Ha, di lokasi Sulusuban mengingat sulitnya mendapatkan bahan baku ubi kayu karena harganya mahal sedangkan harga etanol di pasar tidak membaik, maka dilakukan modifikasi atau penambahan terhadap peralatan pabrik di Sulusuban sehingga UPT-EPG dapat mengolah bahan baku dari tetes. Ethanol yang diproduksi oleh UPT-EPG BPP. Teknologi di Lampung termasuk kualitas teknis yang harga pasarnya rendah. Etanol atau alkohol dengan kualitas teknis tersebut, terutama diperlukan untuk perindustrian seperti industri Cat, Thiner, Spiritus, dan sebagai bahan baku asam asetat. Dari data CIC (1992) dapat dijelaskan bahwa kebutuhan pasar etanol di Indonesia telah dapat dipenuhi oleh Industri etanol dalam negeri, bahkan surplus 4.650 kilo liter (5,88%) pada tahun 1991. Sehingga pangsa pasar etanol untuk kebutuhan industri dan sejenisnya sudah tertutup, kecuali untuk ekspor. Pangsa pasar (market share) untuk ethanol UPT-EPG BPP Teknologi di Lampung yang relatif kecil sangat sulit untuk dapat bersaing di pasaran, baik karena perbedaan spesifikasi teknis maupun kualitas, juga biaya per unit produksi, sehingga menyebabkan kondisi UPT-EPG di Lampung semakin mengalami kondisi yang sulit. Dilain pihak tuntutan agar UPT-EPG dapat memperoleh keuntungan, dan berkembang, atau minimal dapat memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga dapat berjalan terus dan mandiri (going concern) diduga akan semakin sulit dicapai. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini berusaha untuk mengungkap permasalahan yang ada serta mencari solusi untuk pemecahannya dengan pendekatan analisis secara komprehensif, terutama untuk mengkaji pada aspek manajemen pemasaran, mengidentifikasi permasalahan yang ada dan sekaligus mencari berbagai alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Ruang lingkup penelitian dan pembahasan dibatasi pada analisis, dan dititik beratkan pada strategi pemasaran produk ethanol yang paling relevan dan pengaruh- nya terhadap tingkat penjualan produk ethanol. Sebagai pendekatan penelitian digunakan Output approach yaitu tingkat penjualan sebagai parameter keberhasilan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode studi kasus yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih mendalam dan lengkap dari subyek yang diteliti. Dari hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Etanol (Alkohol) yang dihasilkan oleh UPT-EPG menurut Standar Industri Indo nesia (SII), yaitu termasuk dalam kategori alkohol jenis Prima II (alkohol teknis). Menurut pustaka jenis alkohol teknis dipergunakan untuk kepentingan industri dan pelarut, sebagai bahan bakar, atau diolah kembali sebagai bahan lain. 2. UPT-EPG tidak berproduksi sepanjang tahun, bahkan dari dua unit pabrik etanol yang ada hanya satu pabrik yang dioperasikan yaitu pabrik etanol di Sulusuban dengan kapasitas 8.000 liter (8 KL) per hari, sedangkan satu unit pabrik etanol yang berada di Tulang Bawang dengan kapasitas 15.000 liter (15 KL) per hari praktis sejak didirikan belum pernah berproduksi. 3. Produk alkohol yang dihasilkan UPT-EPG dari tahun 1983-1987, sebagai hasil uji coba (trial run) karena mutunya rendah 90% pada suhu 15°C dijual dengan cara barter dengan ubi kayu kepada PT. KOKVAN untuk diolah lebih lanjut dan hasil pengolahan tersebut baru dipasarkan. Pada tahun 1988-1990 mengalami masa menganggur (idle), karena tidak ada ubi kayu yang diolah disebabkan harga ubi kayu yang meningkat terus. 4. Pokok permasalahan yang dihadapi UPT-EPG, sesuai dengan formulasi masalah yang telah dirumuskan pada saat ini adalah tidak beroperasinya pabrik-pabrik etanol, HFS dan DYS dikarenakan ketidak mampuan UPT-EPG didalam penga- daan bahan baku ubi kayu atau molases (tetes). Penyebab utamanya adalah perkembangan harga ubikayu dan enzim untuk proses hidrolis pati telah menjad- ikan biaya produksinya melampaui harga pokok penjualan alkohol maupun gasoline. Sedangkan untuk bahan baku tetes berdasarkan hasil pengkajian tekno-ekonomi yang dinilai paling la- yak, pengadaan bahan bakunya juga mengalami kendala yaitu perusahaan pemasok mensyaratkan pembayaran dimuka sehingga sulit bagi UPT-EPG yang dibiayai dari dana APBN untuk pengadaan tetes dimaksud. 5. Sejak berdirinya pabrik etanol UPT-EPG di Lampung, belum pernah di lakukan upaya pemasaran hasil secara komersial seperti melalui promosi, dan lainnya. Hal ini dikarenakan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar (konsumen). 6. Berdasarkan analisa faktor-faktor internal, terutama di tinjau dari sisi kekuatan, UPT-EPG mempunyai fasilitas dan perlengkapan yang memadai termasuk lahan penyangga untuk penyediaan bahan baku serta SDM/ kelompok peneliti yang qualified dan dukungan dana rutin dari APBN. Sejak menjadi UPT-EPG pada tahun 1987, UPT-EPG diperkenankan oleh pemerintah untuk mengoperasikan secara komersial semua fasilitas yang ada untuk mendapatkan keuntungan dan hasilnya tidak diwajibkan disetor ke Kas Negara, namun digunakan untuk kegia- tan operasional UPT-EPG termasuk peningkatan kesejahteraan para karyawan. 7. Alternatif pasarnya, apabila seluruh potensi yang ada dikelola dan dioperasikan secara optimal, maka akan memberikan hasil yang lebih baik bagi UPT-EPG, sehingga mampu meraih pangsa pasar. Agar UPT-EPG dapat mandiri, maka harus dilakukan optimalisaai produksi dan diversifikasi produk. Hal ini dapat dilakukan apabila ada kerjasama dengan investor atau buyer dengan sistim kemitraan (kontrak kerja), yaitu buyer membeli produk UPT-EPG dengan jumlah dan kualitas tertentu, selama jangka waktu tertentu, dengan jaminan pembayaran sebagian dimuka (down payment) untuk membiayai kegiatan opera- sional pabrik, dan seluruh produk yang dibeli di pasarkan oleh buyer diluar negeri. Kerjasama ini dapat dilakukan dengan buyer diluar negeri atau dengan perusahaan industri alkohol didalam negeri berskala besar yang mempunyai pangsa pasar di Luar Negeri. 8. Strategi pemasaran yang dibutuhkan adalah strategi yang dapat menjawab sekali- gus mengantisipasi tantangan-tanta ngan yang timbul sehingga UPT-EPG dapat meraih pangsa pasarnya didalam negeri. Implementasi strategi ini diharapkan dapat menjawab masalah tersebut, dan seluruh strategi tersebut diarahkan pada program-program pemasaran yang bertujuan untuk meningkatkan image, dan meraih pangsa pasar serta mencari mitra kerja untuk kegiatan operasional pa- brik. 9. Terdapat 4 tujuan program pemasaran yang dapat ditawarkan, disertai dengan langkah-langkah penerapannya dan konsekuensi dari setiap sasaran yang ingin dicapai: a. Meningkatkan Image, yaitu melakukan sales promotion sehingga masyarakat dan konsumen lebih mengenal produk-produk yang dihasilkan UPT-EPG serta tertarik untuk menggunakan produk UPT-EPG. Perlu dukungan kebija- kan khusus oleh pemerintah (Pimpinan BPP.Teknologi) untuk membantu mempromosikan UPT-EPG di Luar Negeri. b. Meningkatkan kualitas produk, melalui optimalisasi produksi dan diversifika- si produk didukung dengan pasok bahan baku yang cukup. c. Program quick yield, merupakan program UPT-EPG untuk memperoleh keuntungan usaha secara cepat. d. Sistim informasi manajemen, merupakan program antisipatif untuk mende- teksi dan memahami persepsi pasar dengan harapan produk yang dihasilkan UPT-EPG sesuai dengan kebutuhan pasar.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/151518
Appears in Collections:MT - Business

Files in This Item:
File SizeFormat 
R5JMO.pdf
  Restricted Access
29.12 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.