Struktur Biaya Operasi Teh dan Perencanaan Laba Dalam Menghadapo Ketidakpastian Pasar Teh : Studi Kasua Di Ptp Xii Bandung Jawa Barat

Abstract

PTP XII (sekarang tergabung dalam PT Nusantara VIII) merupakan salah satu perusahaan teh terbesar di Indonesia yang berlokasi di propinsi Jawa Barat. Rata-rata produksi dan ekspor teh PTP XII dalam 5 tahun terakhir ini memberi kontribusi laba sebesar 20% dari total produksi dan ekspor teh Indonesia. Angka tersebut cukup besar sehingga masalah yang dihadapi industri teh Indonesia juga merupakan masalah besar bagi PTP XII. Dibalik masalah-masalah yang dihadapi oleh industri teh, masih ada beberapa peluang dan tantangan yang cukup menjanjikan antara lain peningkatan permintaan yang disebabkan karena penurunan harga, adanya trend konsumsi mencari minuman sehat yang makin besar (teh dapat menurunkan kolesterol dan menyembuhkan kanker), proses produksi yang berwawasan lingkungan dan telah memperhatikan HAM. Dalam menghadapi kondisi pasar yang kurang baik dan dalam rangka menyongsong peluang dan tantangan yang baik di masa datang, PTP XII khususnya harus berupaya mengelola usahanya agar tetap bertahan untuk saat ini dan semakin maju di masa yang akan datang. Struktur pasar teh di pasaran dunia adalah bersaing sempurna, sehingga produsen bertindak sebagai penerima harga. Sebagai penerima harga jelas produsen tidak mampu mengubah harga teh, sehingga yang dapat dilakukan hanyalah mengatur biaya produksi seefisien mungkin. Oleh karena itu sangat penting untuk diketahui faktor-faktor apa yang menyebabkan biaya meningkat. Atau dengan kata lain perlu diketahui dan dipahami bagaimana perilku biaya operasi. Dengan diketahui perilaku biaya operasi dimungkinkan untuk dilakukan pemisahan biaya menjadi biaya variabel dan biaya tetap. Pemisahan ini penting untuk melakukan perencanaan laba, terutama penentuan nilai titik pulang pokok (BEP) dan penyusunan anggaran laba dan kemungkinan rugi karena dipilihnya suatu jenis produk dalam menghadapi ketidak pastian harga dan volume jual teh. Penelitian ini bersifat studi kasus. Diduga bahwa biaya produksi sangat dipengaruhi oleh beberapa jenis produk teh baik dengan sistem orthodox maupun CTC. Penentuan model biaya produksi dilakukan dengan menggunakan least square methode dengan pemicu biaya adalah teh jenis teh daun, bubuk, halus dan campuran dari sistem pengolah orthodox dan dari sistem pengolahan CTC adalah jenis teh mutu 1, 2 dan 3. Pengujian model biaya secara individual dilakukan dengan uji sedangkan pengujian secara serentak dilakukan dengan uji F. Untuk membuktikan ada tidaknya perubahan struktur biaya, dilakukan pengujian hipotesa perbedaan dua rata-rata. Penentuan tingkat produksi agar tercapai BEP dilakukan dengan analisis CVP menggunakan pendekatan multiple product. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data diambil dari laporan triwulan (keuangan dan produksi) tahun 1990 sampai dengan 1995 dan laporan ekspor mingguan dari Kantor Pemasaran Bersama Jakarta. Hasil analisis diperoleh informasi bahwa ± 80% variasi biaya produksi teh ditentukan oleh jenis teh daun, bubuk dan CTC mutu 3. Biaya tetap rata-rata adalah Rp 4.284,593.079,- dan biaya variabel masing-masing adalah Rp 2.837,- untuk setiap penambahan satu kilogram produksi teh daun dan bubuk dan Rp 15.709,- untuk setiap penambahan satu kilogram teh CTC mutu 3. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak teh daun dan bubuk yang diproduksi akan semakin besar biaya produksi teh. Keadaan ini menunjukkan bahwa peletakkan rotorvane pada tahap 3 dan 4 yang dapat memperbanyak kedua jenis ini ternyata dapat memperbesar biaya produksi karena akan meningkatkan pemakaian bahan bakar yang digunakan untuk menggerakkan alat tersebut. Berbeda dengan proses pengolahan teh sistem CTC mutu produk sangat ditentukan oleh mutu pucuk teh sebagai bahan mentah, sehingga makin baik mutu pucuk teh akan semakin mudah dan murah untuk mendapatkan mutu 1...dst.