Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/151312
Title: Analisis Keunggulan Komparatif Komoditas Pertanian Dalam Rangka Menghadapi Era Globalisasi
Authors: Wagiono, Yayah K.
Wahyudi
Ibrahim, Ramli
Issue Date: 1997
Publisher: IPB University
Abstract: RAMLI IBRAHIM, Analisis Keunggulan Komparatif Komoditas Pertanian Indonesia Dalam Rangka Menghadapi Era Globalisasi (Dibawah bimbingan YAYAH K. WAGIONO dan WAHYUDI) Dengan dicapainya kesepakatan GATT/WTO, maka babak baru dalam perdagangan internasional dimulai dan untuk menghadapi situasi demikian berbagai persiapan perlu dilakukan. Pada era globalisasi ekonomi akan muncul beberapa perubahan yang mendasar dimana perpindahan barang dan jasa sangat mudah termasuk modal dan faktor produksi yang keluar ataupun masuk ke setiap negara. Efisiensi merupakan kunci dan memerlukan perhatian yang serius dalam menghadapi pasar global. Setiap negara atau perusahaan harus melakukan kegiatan yang efisien dan produktif agar dapat bersaing sehingga produk yang dihasilkan mempunyai daya saing yang tinggi di pasar global, termasuk didalamnya peningkatan keunggulan komparatif komoditas yang diperdagangkan. Dalam bidang pertanian tuntutan tersebut semakin diperlukan mengingat persaingan akan semakin ketat dan berbagai proteksi yang diberikan selama ini harus dihilangkan atau disesuaikan dengan kesepakatan yang ada dalam GATT. Penyebab rendahnya ekspor komoditas pertanian akibat dari dalam negeri sendiri, seperti tingkat kompetitif komoditas Agribisnis sangat rendah karena biaya produksi relatif tinggi dan komoditas pertanian yang dihasilkan kualitasnya rendah sebagai akibat rendahnya pengendalian mutu baik bahan baku dan bahan jadi. Disamping hal tersebut rendahnya ekspor komoditas pertanian oleh minat investasi agribisnis masih rendah baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA), serta belum memadainya infrastruktur untuk fasilitas ekspor. Dilain pihak, hambatan yang mempengaruhi ekspor komoditas pertanian Indonesia dipengaruhi oleh faktor luar negeri antara lain (1) Masih banyak hambatan baik tarif maupun non-tarif (yang terselubung) yang diterapkan oleh masing-masing negara maju terhadap impor komoditas pertanian. (2) Permintaan terhadap sebagian komoditas agribisnis (komoditas primer) tidak sebanding dengan peningkatan pendapatan, yang pada dasarnya komoditas pertanian mempunyai "income elasticity" lebih kecil dari satu. (3) Sistem pemasaran komoditas pertanian di luar negeri yang lebih bersifat monopsoni. Pengembangan produksi pertanian saat ini sering terkesan oleh intervensi pemerintah yang terwujud dalam regulasi kebijaksanaan tarif dan rasio impor. Hal ini dapat merugikan konsumen yang terpaksa harus membayar dengan harga yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan sebelum adanya proteksi. Fenomena ini mengisyaratkan bahwa proteksi yang berlebihan baik berupa kebijaksanaan impor dan lainnya ternyata membawa pada sektor pertanian yang tidak menyandarkan pada prinsip kelayakan dan efisiensi, sehingga daya saing komoditas pertanian Indonesia di pasr global menjadi rendah. Rumusan masalah antara lain: 1. Komoditas pertanian apakah yang mempunyai keunggulan komparatif dalam produksinya yang diteliti melalui penggunaan sumberdaya domestik. 2. Komoditas-komoditas apa saja yang mempunyai keunggulan komparatif dan sangat menguntungkan. 3. Besarnya insentif dan proteksi yang diberikan oleh pemerintah kepada produsen komoditas pertanian sudah cukup efektif atau tidak terutama dalam peningkatan efisiensi. 4. Kebijakan-kebijakan apa yang harus ditempuh untuk meningkatkan daya saing komoditas pertanian di pasar global. Tujuan penelitian ini adalah: .Untuk menentukan tingkat proteksi efektif (ERP) yang diterima oleh 15 komoditas pertanian Indonesia yang dipilih. 2. Menghitung biaya sumberdaya domestik/dalam negeri untuk 15 komoditas pertanian Indonesia. 3. Memberikan alternatif yang perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing komoditas pertanian dalam rangka menghadapi pasar global. Alat untuk menguji keunggulan komparatif adalah Tingkat Proteksi efektif (effective Rate of Protection ERP) dan Biaya Sumberdaya Domestik (Domestic Resource Cost-DRC). Pengelompokan komoditas pertanian yang diteliti adalah untuk sub sektor pangan, sub sektor perkebunan, sub sektor kehutanan dan sub sektor perikanan, yang didasarkan pada tabel Input-Output Indonesia, tahun 1990 yang diterbitkan pada tahun 1994. Perhitungan tingkat proteksi efektif menggunakan "model Tan", dengan beberapa asumsi yang mendasari perhitungan ERP antara lain: 1. Elastisitas substitusi antar input adalah nol. 2. Elastisitas pasokan impor tidak terhingga. 3. Struktur biaya dihadapi adalah konstan. 4. Elastisitas penawaran input dalam negeri tak terhingga, mobilitas faktor produksi di dalam negeri adalah sempurna, namun tidak untuk diluar negeri. 5. Tarif tidak bersifat melarang (prohibit). Perhitungan biaya sumberdaya domestik (DRC) diturunkan dari perhitungan ERP, SER dan nilai kurs valuta asing, dalam hal ini nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Hasil DRC dibandingkan dengan SER untuk melihat kelayakan untuk diperdagangkan di pasar internasional atau mempunyai keunggulan komparatif. Dari keseluruhan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu: 1. Dari 15 komoditas pertanian Indonesia terdapat 5 (lima) komoditas pertanian Indonesia yang memiliki tingkat proteksi efektif kurang dari 5% yaitu kopi, kedelai, kayu, karet dan hasil tanaman serat. Kemudian 4 (empat) komoditas pertanian Indonesia yang memiliki tingkat proteksi efektif antara 5% - 20% yang terdiri dari komoditas tebu, kelapa sawit, jagung dan tembakau serta 6 (enam) komoditas pertanian Indonesia yang memiliki tingkat proteksi tarif efektif lebih besar dari 20% sampai dengan 36% adalah sayur-sayuran, hasil hutan lainnya, teh, hasil kebun lainnya, ikan darat dan hasil darat lainnya serta ikan laut dan hasil laut lainnya. Apabila nilai ERP dikaitkan dengan nilai shadow exchange rate (SER), berarti nilai (1+ERP) - (SER/r) ≤ 0, maka hanya 3 (tiga) komoditas pertanian Indonesia, seperti kedelai sebesar 0,16021, kopi sebesar 0, 09217 dan kayu sebesar 0,05001. Ketiga komoditas ini yang layak diperdagangkan di pasar internasional. Dengan demikian akan sangat memprihatinkan sekali mengenai komoditas pertanian Indonesia untuk menghadapi pasar bebas yang akan dimulai pada tahun 2005. 2. Hasil perhitungan ke 15 (lima belas) komoditas pertanian Indonesia yang diteliti menunjukkan tingkat tarif proteksi efektif dibawah 36%. Untuk menghadapi kesepakatan GATT/WTO yang telah ditandatangani pada bulan April 1994, dalam hal ini pemerintah Indonesia telah siap melaksanakan kesepakatan tingkat tarif sebesar 36% pada tahun 2005. 3. Hasil yang diperoleh dengan membadingkan nilai DRC/SER yang lebih kecil dari satu, maka diketahui hanya 3 (tiga) komoditas dari ke 15 (lima belas) komoditas pertanian Indonesia, yaitu kedelai sebesar 0.846507, kopi sebesar 0,911689 dan kayu sebesar 0,952084. Komoditas tersebut yang mempunyai keunggulan komparatif atau komoditas yang layak diperdagangkan di pasar internasional, karena komoditas tersebut memiliki biaya sumberdaya dalam negeri yang murah atau efisien. Hasil analisis beberapa komoditas pertanian yaitu sub sektor tanaman pangan, sub sektor perkebunan, sub sektor kehutanan dan sub sektor perikanan menunjukkan tingkat daya saing yang masih rendah. Dari 15 (lima belas) komoditas yang diteliti ternyata hanya 3 (tiga) komoditas yang mempunyai Keunggulan komparatif yakni kayu, kopi dan kedelai, komoditas-komoditas lainnya memiliki daya saing yang masih rendah. Untuk mempertahankan produk kayu Indonesia diperlukan kebijakan pembangunan sub sektor kehutanan yang berkelanjutan antara lain: 1. Program-program Hutan Tanaman Industri (HTI). 2. Peningkatkan program reboisasi dalam rangka menjaga kelestarian hutan. Untuk mempertahankan keunggulan komparatif dari komoditas kopi sebaiknya dilakukan antara lain: 1. Program penelitian dan pengembangan (Research and Development) yang terus dikembangkan terutama ketersediaan bibit unggul dengan varietas baru. 2. Peningkatan mutu produk dan mempertahankan pangsa pasar kopi robusta. 3. Merealisasikan pengembangan areal dan peningkatan produksi kopi arabika dengan mengembangkan varietas yang dapat tumbuh pada ketinggian kurang dari 800 meter dari permukaan laut. Yang cukup menarik dari analisis penilitian dari data Input-Output 1990, komoditas kedelai memiliki keunggulan komparatif. Untuk mengatasi kebutuhan kedelai di dalam negeri perlu adanya kebijakan yang mendorong peningkatan produksi, antara lain: 1. Program intensifikasi dan ekstensifikasi komoditas kedelai dan komoditas kedelai bukan tanaman sela. 2. Kebijakan perwilayahan komoditas pada daerah yang mempunyai keunggulan komparatif fanaman kedelai. 3. Perlu adanya sentuhan teknologi yang memadai tertutama dari proses produksi, mulai dari pengadaan bibit unggul yang berkualitas baik termasuk penanganan pasca panen. Hasil penelitian menunjukkan juga komoditas-komoditas yang tingkat tarif efektif antara 4% 20% adalah karet, hasil tanaman serat, kelapa sawit, tebu, jagung dan tembakau. Komoditas-komoditas tersebut mempunyai peluang untuk bersaing di pasar internasional apabila dilakukan kebijakan-kebijakan yang mendorong efisiensi dan produktivitas dalam bentuk subsidi input atau pengembangan teknologi terutama sub sektor perkebunan. Kebijakan untuk subsektor perkebunan yaitu: 1. Kebijakan pengembangan kerjasama manajemen dan pembinaan antara petani dengan perusahaan besar dalam rangka peningkatan produktivitas yang saling butuh dan saling menguntungkan dalam bentuk Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dan Tebu Rakyat Intensif (TRI). 2. Kebijakan investasi terutama kebijakan moneter yaitu mengenai suku bunga yang relatif rendah dan kebijakan khusus terhadap komoditas-komoditas tertentu seperti kebijakan perwilayahan komoditas antar regional. 3. Beberapa instrumen kebijakan termasuk permasalahan fluktuasi harga dan struktur pasar yang monopsonistik dan oligopolistik atau tidak berfungsi sebagai pembeli tunggal dan penentu harga. Kebijakan pada sub sektor perikanan untuk meningkatkan daya saingnya diperlukan adanya: 1. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas agar hasil laut dapat diusahakan secara maksimal. 2. Kebijakan di bidang perikanan mengenai kemudahan kredit untuk membeli kapal dan alat tangkap yang lebih efisien. Penelitian ini menggunakan data 1-O, tahun 1990, karena data 1-0, tahun Keterbatasan dan kelemahan tersebut adalah tidak dapat 1995 belum diterbitkan. secara langsung mewakili keunggulan komparatif antar wilayah, sebab data I - O merupakan data yang mewakili secara nasional. Disamping itu juga, koefisien input antara yang digunakan bersifat statis, yang tidak dapat diproyeksikan dalam jangka panjang, karena struktur input sektoral telah banyak mengalami perubahan, terutama yang disebabkan oleh perubahan teknologi yang digunakan dalam proses produksi. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengkaji yang lebih mendalam mengenai keunggulan komparatif antar wilayah terhadap komoditas-komoditas pertanian Indonesia.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/151312
Appears in Collections:MT - Business

Files in This Item:
File SizeFormat 
E1RIB.pdf
  Restricted Access
42.77 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.