Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/151051| Title: | Hubungan Sistem Insentif Dengan Motivasi Kerja Auditor Pada Inspektorat Wilayah Propinsi Dki Jakarta |
| Authors: | Maulana, Agus Suroso, Arif Iman Barsa, Entjo |
| Issue Date: | 1999 |
| Publisher: | IPB University |
| Abstract: | Inspektorat Wilayah Propinsi (Itwilprop) DKI Jakarta adalah Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) di Propinsi DKI Jakarta diatur dalam Kepres No. 15 Tahun 1983 pasal 4 (4) jo Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 110 Tahun 1991 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Wilayah Propinsi. Tugas pokok Itwilprop yaitu melaksanakan pengawasan umum terhadap jalannya Pemerintahan di Propinsi DKI jakarta. Untuk merealisasikan tugas tersebut, Itwilprop berfungsi melaksanakan pemeriksaan, pengujian, dan penilaian atas laporan dari setiap unsur dan atau instansi di lingkungan Pemerintah Daerah serta melakukan pengusutan terhadap kebenaran laporan/pengaduan mengenai adanya penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang. Itwilprop dipimpin oleh seorang inspektur, dalam melaksanakan tugasnya secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur KDKI Jakarta. Instansi yang menjadi objek pemeriksaan Itwilprop sebanyak 111 unit organisasi yang berkantor sebagian besar terpisah dengan kantor Itwilprop. Kegiatan pemeriksaan disamping berdasarkan PKPT juga berdasarkan surat pengaduan masyarakat dan permintaan dari pimpinan / atasan dalam hal pemeriksaan akhir masa jabatan kepala unit organisasi. Untuk menunjang kegiatan operasional pengawasan dan memotivasi pegawai dalam meningkatkan produktivitas kerja Irwilprop telah menetapkan kebijakan berupa pemberian insentif bagi seluruh karyawan Itwilprop sebesar hari masuk kerja x tarif yang besarannya didasarkan kepada Jabatan dan kepangkatan sebagaimana dituangkan dalam surat Keputusan No. 07/09.073.521 Tahun 1998. 3 Pedoman pemberian insentif dimaksud berorientasi kepada tingkat kehadiran pegawai, sedangkan kegiatan APFP berorientasi kepada hasil kerja. Oleh sebab itu sistem pemberian insentif tersebut belum sejalan dan belum memenuhi prinsip pemberian insenif yang ideal, sehingga belum mencerminkan keadilan. Akibatnya proses pemeriksaan melebihi waktu yang telah ditetapkan dalam program dan belum berfungsi sebagai motivator bagi auditor. Seiring dengan upaya meningkatkan peran dan mutu hasil pengawasan, maka insentif yang berperan sebagai penghubung antara kepentingan organisasi dan kepentingan pegawai, masalah sistem pemberian insentif saat ini perlu untuk dikaji. Yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini dibatasi pada indikasi masalah sistem pemberian insentif yang dianggap belum berfungsi sebagai motivator bagi auditor. Adapun batasan masalah tersebut dapat dirumuskan masalah penelitiannya yaitu (1) Apa yang menyebabkan petugas pemeriksa kurang termotivasi ? (2) Bagaimana cara memotuvasi pegawai untuk meningkatkan hasil kerja melalui pemberian insentif ? (3) Bagaimana strategi yang dilakukan agar sistem insentif dapat memotivasi auditor? Penelitian ini memiliki tujuan untuk (1) menganalisa hubungan sistem pemberian insentif dan motivasi kerja auditor (2) memberikan usulan sistem pemberian insentif yang dapat memotivasi auditor guna meningkatkan prestasi hasl kerja. Sesuai dengan teknik analisis yang digunakan jumlah responden yang dijadikan objek penelitian sebanyak 32 orang, terdiri dari pejabat eselon IV dan V sebanyak 16 orang dan petugas pemeriksa sebanyak 16 orang. Untuk mendeskripsikan hubungan insentif dengan motivasi kerja auditor digunakan alat analisis Rank Korelasi dari Spearman. Dari temuan yang diperoleh dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: a. Kebijakan pemberian insentif bagi auditor sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan pegawai sekaligus sebagai dorongan untuk meningkatkan produktivitas, namun dalam prakteknya kebijakan pemberian insentif dimaksud belum mencerminkan sistem insentif yang ideal walaupun antara sistem insentif dengan motivasi ada hubungan yang cukup kuat, tetapi korelasional antara variabel insentif dengan motivasi pada kelompok pejabat struktural, kepangkatan dan kelompok pendidikan D III/SLA tidak terjadi hubungan yang cukup kuat. b. Aspek yang menjadikan sistem insentif dirasakan belum ideal yaitu: Pemberian insentif kepada auditor bukan hasil upaya yang dilakukan untuk organisasi, tetapi merupakan tunjangan rutin yang dibayar tiap bulan. Belum mencerminkan keadilan individu atau tim kerja karena bobot maupun kinerja auditor belum dijadikan dasar menentukan besarnya insentif. Tingkat kecukupan insentif belum memenuhi kebutuhan biaya kegiatan operasional pengawasan. Belum adanya kesesuaian antara produktivitas dengan jumlah insentif yang diterima auditor. Ketidak sesuaian pemberian insentif diantara auditor yang mendapat fasilitas kendaraan operasional dengan yang tidak. c. Upaya pemotivasian auditor telah dilakukan melalui: Peningkatan kesejahteraan pegawai. Pemberian penghargaan. Penegakkan disiplin. Memberikan promosi bagi yang berprestasi. Memberikan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan, namun kenyataan di lapangan bahwa tingkat motivasi auditor masih dapat ditingkatkan khususnya indikator dari aspek ketepatan waktu penyelesaian tugas pemeriksaan, baik kelompok jabatan, golongan, maupun kelompok pendidikan. d. Yang menyebabkan auditor kurang termotivasi yaitu: Sistem insentif saat ini ada hubungan kuat/nyata dengan motivasi kerja auditor, tetapi besarnya insentif yang diterima auditor bukan akibat yang timbul dariusaha yang dilakukan untuk organisasi. Sistem insentif masih mengandung beberapa kelemahan. Kurangnya perhatian pimpinan terhadap auditor yang berprestasi. Kurang tegasnya atasan langsung dalam pengenaan hukuman terhadap auditor yang kurang berprestasi. Biaya operasaional lebih besar dari pada insentif yang diterima. Dengan menggunakan analisisa SWOT dapat diidentifikasi kelemahan dari sistem pemberian insentif saat ini yaitu (1) belum dapat meningkatkan produktifitas pegawai, (2) belum mecerminkan keadilan, (3) belum dapat mendorong auditor bekerja tepat waktu. Pemberian insentif yang dipilih yaitu berdasarkan prestasi hasil kerja dengan pertimbangan dapat memberi manfaat bagi perubahan sikap mental auditor yang berorientasi pada prestasi hasil kerja, adanya peningkatan efisiensi dan produktifitas dan promosi dapat dipertimbangkan berdasarkan pada kemampuan dan prestasinya. Kriteria sistem insentif yang dapat memotivasi pegawai yaitu (1) mempunyai daya tarik bagi auditor, (2) mengandung prinsip keadilan, (3) menghargai perilaku positif, (4) berperan sebagai alat kendali terhadap anggaran, (5) mengandung unsur ketaatan terhadap peraturan, (6) sistem tersebut mudah diterapkan, (7) adanya komitmen pimpinan dalam pelaksanaannya. Penelitian ini dibatasi pada masalah insentif bagi auditor dan korelasi antara sistem insentif dengan motivasi kerja auditor terbukti ada hubungan nyata, tetapi belum mendorong auditor meningkatkan hasil kerja dan hanya meningkatkan anggaran untuk menambah pengahasilan, oleh karena itu disarankan untuk (1) meningkatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pengawasan, (2) menyempurnakan prosedur dan tata kerja pengawasan, (3) melakukan pengendalian dan evaluasi terhadap kegiatan pengawasan, (4) meningkatkan kualitas auditor yang profesional, (5) menyempurnakan pedoman pemberian insentif yang berorientasi pada hasil kerja dengan rumus pemberian insentif bagi masing-masing auditor yaitu LKP/ELPK x NP; (6) insentif bukan satu-satunya faktor yang dapat meningkatkan motivasi, karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat memotivasi auditor selain melalui program insentif. |
| URI: | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/151051 |
| Appears in Collections: | MT - Business |
Files in This Item:
| File | Size | Format | |
|---|---|---|---|
| EK1EBA.pdf Restricted Access | 4.24 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.