Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/149198
Title: Industri pengolahan tempe prospek dan kemungkinan pengembangan : Kasus di dua wilayah kerja primkopti Kotamadya DT II Bogor, Kecamatan Sempalak, Kabupaten Bogor
Authors: Tjakrawiralaksana, Abas
Puspitaningsih, Meiti
Issue Date: 1993
Publisher: IPB University
Abstract: Kedelai sebagai sumber protein paling murah dan paling populer di kalangan penduduk Indonesia, merupakan salah satu alternatif sumber protein nabati terbaik. Di Indonesia, kedelai lebih dikenal sebagai bahan makanan dalam berbagai ragam olahan, dianataranya tempe. Pengadaan bahan makanan tersebut tidak dapat terlepas dari keberadaan industri pengolahan kedelai itu sendiri. Selama ini industri pengolahan tempe dikenal sebagai industri skala kecil/rumah tangga yang mampu memperkerjakan cukup banyak tenaga kerja, dan telah ada sejak lama. Namun industri tersebut belum mengalami perkembangan yang menggembirakan, karena terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain kurangnya bahan baku, teknologi produksi relatif belum dikembangkan, pemasaran produk yang terbatas, maupun permasalahan yang diakibatkan oleh rendahnya kemampuan manajerial pengrajin tempe itu sendiri. Praktek lapangan ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari apa saja usaha yang ditempuh oleh para pengrajin tempe di Kotamayda Bogor selama ini dalam mengatasi masalah kurangnya bahan baku; bagaimana dengan produktivitas usaha tersebut; sejauh mana usaha pihak Primkopti (Primer Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia) Kotamadya DT II Bogor serta instansi terkait dalam pembinaan pengrajin; serta bagaimana prospek dan kemungkinan pengembangan industri pengolahan tempe jika dihadapkan pada berbagai faktor internal maupun eksternal. Praktek lapangan ini adalah di dua wilayah kerja Primkopti Kotamadya DT II Bogor yang terletak di Kecamatan Semplak, Kabupaten Bogor. Waktu pelaksanaannya pada bulan April sampai dengan bulan Juli 1993. Dalam pengadaan bahan baku, pengrajn tempe di Kecamatan Semplak menda-- pat kedela konsinyasi dari Primkopti Kotamadya Bogo. Namun pihak Prmkopti belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan bahan baku para pengrajn. Untuk menutpi kekurangan yang terjadi, pengrajin harus membeli kedelai eks impor di pasar bebas dengan harga yang relatif lebih tinggi. Sementara pihak Primkopti telah menyalurkan pula kedelai lokal sebagai alternatif pengganti kedelai eks impor (kedelai jatah). Hingga saat ini belum ada pengrajin tempe yang memanfaatkannya. Dari pengukuran produktivitas dengan rasio nilai tambah diperoleh hasil sebagai berikut tidak ada suatu skala usaha tertentu yang memiliki produktivitas tenaga kerja lebih tinggi daripada usaha skala yang lain. Dengan kata lain produktivi- tas tenaga kerja ketiga jenis skala usaha tersebut tergolong rata-rata. Secara umum, usaha skala kecil merupakan usaha yang memiliki kemampuan bersaing paling besar, karena usaha tersebut mampu menekan biaya tenaga kerja. Sedangkan daya saing yang dimiliki usaha skala besar sangat rendah, karena tingginya biaya tenaga kerja yang di atas rata-rata industri. Profitabilitas terbesar dimiliki oleh usaha skala sedang, semen- tara usaha skala kecil dan besar memiliki profitabilitas yang rendah dalam industri. Dengan demikian, usaha skala besar merupakan skala usaha yang paling tidak produktif…dst
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/149198
Appears in Collections:UT - Agronomy and Horticulture

Files in This Item:
File SizeFormat 
A93MPU.pdf
  Restricted Access
24.41 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.